Tahun C-1. Pekan Biasa XII
Rabu, 26 Juni 2019.
Bacaan: Kej 15:1-12.17-18; Mzm 105:1-2.3-4.6-7.8-9; Mat 7:15-20.
Renungan:
DENGAN semakin uzurnya usia, harapan Abraham akan hadirnya keturunan/pewaris semakin redup. Tuhan menguatkan Abraham dengan tanda persembahan yang terbakar ketika hari menjadi gelap. Tuhan tidak pernah “memberi harapan palsu” kepada umatNya. Ia ingin umatNya percaya kepadaNya, dan melepaskan keyakinan-keyakinan pribadi yang didasarkan pada pertimbangan pribadi. Namun, bagaimana kita tahu itu janji Tuhan? Beberapa pasutri mengalami janji Tuhan itu setelah “menyerah’ dalam masa penantian. Namun, beberapa pasutri menanti hadirnya keturunan dengan tekun, namun juga sampai akhir hanyat mereka tidak dikaruniai keturunan. Beberapa pasutri/atau salah satu pihak, justru menolak hadirnya anak dalam perkawinan mereka karena aneka macam alasan.
Bagi Abraham, anak bukan hanya sekedar mewarisi harta dan meneruskan keturunan atau untuk kebahagiaan Abraham sendiri. Kehadiran anak menjamin bahwa pengenalan dan iman akan Allah dan sejarah keselamatan itu diteruskan dan diwartakan. Jangan sampai kisah akan Allah itu berhenti dan tidak dikenal. Harta yang diwarikan adalah iman.
Dalam perkawinan katolik, penting bukan hanya melahirkan anak-anak tetapi juga mendidiknya dalam hidup dan iman. Dua hal yang tidak boleh dipisahkan. Wariskan kepada mereka kepandaian, harta-benda, kehormatan, perusahaan; namun juga wariskan kepada hidupnya iman dan pengenalan akan Allah yang menjamin bahwa seluruh kepandaan, harta, kehormatan dll itu ada artinya.
Kontemplasi:
Gambarkan bagaimana kerinduan Abraham akan hadirnya pewaris dalam hidupnya.
Refleksi:
Apa yang telah dan akan kuwariskan kepada anak-anakku?
Doa:
Ya Bapa, Engkaulah harta dan warisan yang harus kami teruskan dari generasi ke generasi.
Perutusan:
Wariskanlah kepada anak-anaknya bukan hanya hidup di dunia ini saja, tetapi juga hidup abadi.
(Morist MSF – www.misafajava.org)
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)