Lentera Keluarga – Tak Seorangpun Hilang

0
237 views

Tahun A-2. Pekan Adven 2
Selasa, 10 Desember 2019.  
Bacaan: Yes 40:1-11; Mzm 96:1-3.10ac.11-13. 

Renungan:

PERUMPAAN yang diberikan oleh Tuhan Yesus tentang penyelamatan “domba yang sesat” , mengingatkan kepada kita kemurahan dan kerahiman hati Allah yang mengatasi rasa jengkel, kecewa dan murka terhadap bangsanya yang sering tidak setia kepadaNya dan melupakan segala jerih payah perjuanganNya. Cinta Allah lebih dari prinsip ekonomi dan keadilan. Yang baik tetap dijaga dan dirawat dengan tekun, yang sesat dicari dan diselamatkan walaupun itu juga merepotkan dan meresikokan diriNya. Ia tidak menghendaki satu orangpun hilang. Allah tidak ingin meninggalkan dan mengecualikan satu orangpun untuk hidup dan mati karena dosa. 

Cinta Allah inilah yang sering kita praktekkan dalam hidup perkawinan dan keluarga kita. Belajar setia ketika pasangan tidak setia, dan membantunya mengalami pemulihan. Menurut banyak orang kita mungkin dikatakan “bodoh” dan “lemah”, tetapi sesungguhnya kita kuat ketika kita berani menundukkan semangat menuntut keadilan menjadi semangat untuk memulihkan dan mendadaninya kembali. 

Demikian juga terjadi, ketika anak-anak mulai meninggalkan harapan kita. Dengan tekun, kita berdoa untuknya, mengontaknya, mengingatkannya, mengalahkan rasa kecewa karena ditolak oleh mereka; termasuk menerima mereka ketika mereka jatuh dan mengalami kesulitan. 

Dalam kehidupan tarekat, belas kasih dan kemurahan juga seharusnya kita praktekkan bagi saudara-saudari kita yang “aneh”.  “jatuh” , “menyimpang” atau “lemah” dalam cara hidup imamat / religius. Mudah bagi kita untuk jatuh dalam kecewa, menghukum, membiarkan, mengasingkan atau menghindari untuk hidup bersama dengannya. Tetapi jalan cinta kasih membuat kita untuk menerapkan disiplin hidup, menyapa dan mengingatkan terus menerus walaupun itu juga kadang menyakitkan kita sendiri dan membantunya untuk mengalami pemulihan. Bukan kebanggaan bagi kita jika di dalam komunitas kita ada orang baik dan suci tetapi meyingkirkan-menolak yang “berdosa”; Tetapi justru kebanggan ketika kita berani ikut ambil bagian dalam bertumbuh bersama dengan saudara-saudara kita yang “jatuh”, terbatas, lemah dan juga berdosa. Ini bukan sikap “sok pahlawan” tetapi inilah sikap Allah yang perlu kita perjuangkan walaupun kadang kita sering gagal. Kitapun sebenarnya juga tidak jauh dari mereka; kita sama-sama merupakan domba yang sesat dalam arti tertentu. 

Kontemplasi:

Gambarkanlah secara mendalam perasaan dan hati Gembala yang mencari dombanya yang sesat sampai ia menemukannya kembali. 

Refleksi:

Apakah sikap Allah yang murah hati dan berbelaskasih itu kuperjuangkan dalam hidup bersama dan pelayananku? 

Doa: 

Ya Bapa, ajarilah kami supaya semakin mengalahkan diri sendiri, untuk terlibat secara aktif bagi kebaikan saudara-saudari kami. Amin. 

Perutusan:

Jangan tinggalkan dan jangan lupakan saudara-saudara kita yang jatuh dalam dosa dan lemah.

Kalahkan diri sendiri untuk belajar mencintai seperti Bapa.  

(Morist MSF)

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here