Literasi Iman Katolik di Masa Pandemi: Bosan, Lalu Pindah ke Gereja Lain (1)

0
660 views
Ilustrasi: Bosan. (Ist)

LITERASI dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca; kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan kecakapan hidup.

Kata ”literasi” sering kali digabung dengan bentuk kata lain untuk menunjukkan kemampuan dalam bidang tertentu.

Lalu  dalam bidang iman, perlukah literasi iman katolik yang mumpuni?

Mengapa kemampuan itu diperlukan dan sebaiknya senantiasa diupayakan?

Baik juga jika ini kita bahas dalam konteks jaman sekarang dengan membuat komparasi dengan zman lampau. Paling tidak masa sebelum ada internet.

Dari mana bertumbuh

Iman tumbuh dari pendengaran. Itu kita tahu dari Kitab Perjanjian Baru.

Pada masa itu pemberitaan Injil terjadi melalui tradisi melalui lisan dan literasi belum berkembang. Dulu, kita mendapat pengetahuan iman hanya dari Gereja. Kbanyakan kita terima sekali sepekan saja. Jika mau bertambah maka kita harus rajin menanti dan mengikuti seminar awam yang langka jumlahnya.

Media pembelajaran lain hanyalah buku-buku rohani yang berjejer di toko rohani paroki. Yang itu-itu saja dalam jumlah terbatas. Radio dan kaset mungkin bisa juga menjadi tempat mendapatkan informasi dengan jangkauan tidak luas.

Namun, pada masa kini di mana kemampuan baca tulis sudah baik dan sarana pendukung  seperti internet mudah diakses sehingga pengetahuan bisa bertambah secara audio visual. Karena itu pula, maka literasi iman semestinya makin baik.

Di luar Gereja Katolik

Pada beberapa kesempatan dialog dengan teman yang kini sudah tidak berada di dalam kesatuan dengan Gereja Katolik terungkap masalah kasat mata. Yang juga idak disadari atau mungkin tidak terpedulikan. Yakni, masalah pengetahuan iman Katolik.

Beberapa contoh dari yang pernah kami alami kami bagikan antara lain.

Kasus 1

Seorang pemuda dengan nama khas Katolik menggunakan nama orang kudus sampai dua nama. Ia  berkisah bahwa dia sudah tidak lagi melibatkan diri sebagai anggota Gereja Katolik lagi. Lantaran mengikuti Gereja kekasihnya.

Alasan lainnya, ”ermigrasi” itu juga dilandasi suasana ibadat dan penghayatan di Gereja barunya lebih ”hidup” dan bisa menggugah hati dibandingkan di Gereja Katolik. Orangtuanya pun tidak keberatan atas keputusannya itu. Bahkan orangtuanya pun kini mengikuti dia.

Kasus 2

Seorang pemudi pindah ke Gereja lain. Dengan  jujur, ia mengakui tidak banyak tahu tentang iman katolik. Sampai tidak tahu banyak, karena orangtuanya juga tidak banyak mewarisi ”pengetahun” tentang imam kristiani. Akibatnya, pengetahuan iman yang juga terbatas.

Karena aktif mengikuti kelompok teman kampus yang aktif dalam Gereja lain, maka dia pun kini mulai terlibat di sana dan meninggalkan Gereja Katolik.  

Kasus 3

Seorang pemuda meninggalkan Gereja Katolik, justru karena orangtuanya duluan pindah Gereja; mengikuti ajakan teman kantornya.

Pernah beberapa tahun lalu saya melalui facebook messager menyampaikan ”Selamat Natal” pada adik angkatan yang dulu kami aktif di Komunitas Mahasiswa Katolik. Dijawab bahwa dia  sudah tidak merayakan Natal lagi. Juga sudah tidak beribadah di Gereja mana pun.

Terus bagaimana?

Tentu kita sudah banyak sekali mendengar cerita pindah keyakinan atau pindah Gereja.

Alasan klasiknya antara lain:

  • Ikut agama pasangan;
  • Gereja lain lebih menarik dalam berbagai aspek;
  • Mendapat pencerahan dan kesaksian iman di tempat lain.

Itu alasan-alasan klasiknya.

Namun kisah-kisah itu perlu jadi bahan introspeksi mendalam bagi kita semua –termasuk para klerus- untuk antisipasi peristiwa serupa. Kita semua yang sudah mengenal-Nya tidak bisa tidak peduli dan tinggal diam saja. Ketika melihat teman atau saudara kita ”pindah jalur” hanya karena sejumlah alasan di atas.

Kekhasan iman Katolik itu sangat jelas. Kekhasan itu bisa karena berlimpah dan mendalam khasanahnya, namun kemudian malah dianggap tidak sederhana oleh banyak orang.

Karena ”materi pembelajaran ” iman Katolik tidak sedikit, maka diperlukan niat, waktu, dan konsistensi untuk mau mempelajari dan apalagi bisa menghayatinya.

Menghidupi iman adalah dengan mencari dan menemukannya; dengan niat kuat dan upaya maksimal.

Dengan memiliki pengetahuan iman yang benar dan lengkap, maka kita bagaikan cadas perkasa dalam kesetiaan pada Gereja dan berbuah baik.

Jika kita sungguh memahami ajaran-ajaran Gereja Katolik, maka kita sungguh akan bersyukur dan bertahan berada dalam Gereja yang didirikan Tuhan sendiri. Dengan setia mengikuti seluruh perintah-Nya itu. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here