Lokakarya Menulis dan Public Speaking

0
1,575 views

Lokakarya Gerakan Indonesia Menulis dan Public Speaking

Lokakarya Indonesia Menulis kembali digelar selama tiga hari di Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret, Maumere-Flores, NTT mulai Jumat (2/10). Hadir dalam kegiatan tersebut pembicara utama yaitu Budi Sutedjo Dharma Oetomo, penggagas dan perintis Gerakan Indonesia Menulis dan Fasilitator Ibu Maria Herjani yang membahas tema Sukses Menjadi Penulis Produktif. Lokakarya ini dikemas dengan sebuah model edutainment. Peserta yang ikut berjumlah 38 orang mahasiswa dari program filsafat. Mereka juga sedang menjalani formasi calon imam di Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret. Acara ini diadakan untuk membekali mereka dengan ketrampilan menulis, agar mereka dapat mengkomunikasikan imannya kepada umat dan masyarakat.

Selain lokakarya menulis bagi mahasiswa filosofan, Para mahasiswa program teologi dan magister teologi juga mengadakan public speaking training pada waktu bersamaan dengan pembicara tunggal, yaitu Bapak Eroll Jonatans, seorang CEO Radio Surabaya. Kedua kegiatan ini diprakarsai oleh Komsos Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Setelah dibuka dengan ibadat bersama, acara dilanjutkan dengan sambutan-sambutan.

Bermula dari Rasa Sesal

Kegiatan lokakarya ini pada mulanya diajukan oleh Komunitas Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret. Kisahnya bermula dari pengalaman Rm. Ewald ketika mengikuti lokakarya yang sama pada beberapa bulan yang lalu di Jogja. Kesan pertama Rm. Ewal pada waktu itu adalah sebentuk penyesalan. “Mengapa saya baru mendapatkan hal luar biasa seperti ini di usia yang sudah tua?” kata Romo Ewal pada saat memberikan sambutan. Dengan perasaan seperti ini timbul niat dalam diri beliau untuk mengkomunikasikan harapannya kepada panitia penyelenggara kegiatan agar bersedia menjalankan kegiatan yang sama di Ritapiret. Setelah mendapat persetujuan dari panitia Komsos KWI, kegiatan lokakarya Indonesia Menulis dan Public Speaking pun dilaksanakan.

Dalam kesempatan itu juga, Romo Ewald mengungkapkan kegembiraan yang besar karena para Frater mendapat kesempatan untuk mengadakan lokakarya. “Kami sangat berterimakasih atas kesediaan Komsos KWI yang telah meluangkan waktu untuk mengajarkan para frater tentang penulisan produktif dan public speaking. Ini suatu pengalaman yang luar biasa bagi kami”. Ungkapan terimakasih yang sama ditujukan kepada para pembicara yang hadir dan segenap team dari Komsos KWI. Bagi Romo Ewald ini merupakan pengalaman istimewa yang dialami oleh komunitas Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret.

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Komsos KWI, Rm. Kamilus Pantus mengatakan bahwa Komsos KWI selalu bersedia untuk melayani kebutuhan umat dalam usaha mewujudkan evangelisasi baru. “Atas nama Ketua Komsos KWI, Saya menyampaikan selamat kepada para peserta yang telah bersedia untuk mengikuti lokakarya ini. Gereja sedang membutuhkan warta sukacita Injil.” Ungkap Rm. Kamilus. Usai membuka kegiatan secara resmi, peserta dibagi ke dalam dua kelompok.

Indonesia Menulis Angakatan 60

Lokakarya menulis awalnya bernama Gerakan Indonesia Menulis yang dirintis oleh Budi Sutedjo Dharma Oetomo pada tahun 1996 di Jawa Tengah. Gerakan Indonesia Menulis lahir untuk menjawab pertanyaan tentang siapa yang akan menyediakan bahan tulisan setelah Indonesia berjuang untuk menghapus buta aksara. Pertama-tama, gerakan ini diperuntukkan bagi anak-anak yang mau mengembangkan keterampilan menulis. Namun, seiring waktu berjalan, para guru, pelajar, mahasiswa, dosen, rohaniwan, kalangan professional, pensiunan, Ibu Rumah Tangga, instansi pemerintahan mulai tertarik untuk mengikutinya. Kini gerakan Indonesia Menulis menjelma menjadi presentasi, ceramah, dan kursus jurnalistik. Banyak pihak telah mendukung gerakan ini mulai dari sejumlah perguruan tinggi, lembaga-lembaga pemerintahan sampai beberapa redaktur media.

Pada tahun 2009, Gerakan ini berubah menjadi Lokakarya Nasional di Jakarta. Kini lokakarya Indonesia Menulis telah berlangsung sebanyak 60 angkatan. Mulai 2014 lalu, lokakarya ini dilaksanakan di tiga kota yakni, Jakarta, Jogjakarta dan Surabaya. Selain dalam bentuk lokakarya, acara ini juga diselenggarakan dalam bentuk in house training bekerjasama dengan Perguruan Tinggi dan Sekolah, lembaga atau perusahaan pemerintah dan swasta serta pusdiklat Kementerian. Kegiatan ini telah melahirkan 919 penulis produktif yang telah menciptakan beberapa buku.

Metode unggulan dari kegiatan ini yakni peserta dibimbing secara bertahap dari dasar sampai cara mengirimkan buku ke penerbit. Peserta akan dibimbing oleh pembicara yang berpengalaman dalam menulis dan mengajar secara sederhana, sistematis dan inspiratif. Mereka juga dibekali dengan beragam materi terkait teknik dan pengembangan tulisan. Setelah itu peserta langsung diajak untuk melakukan praktik nyata yakni menciptakan buku bunga rampai ber-ISBN yang diterbitkan secara terbatas. Hasil karya yang dibuat peserta itu akan mendapat pendampingan lanjutan dari pembicara melalui email tanpa biaya.

Selain itu juga, Para alumni diberi kesempatan menerbitkan opini atau artikel popular sesuai dengan bidang ilmunya. Karyanya akan dimuat dalam Koran Kreatif Indonesia Menulis ber-ISSN dan selanjutnya mereka dibantu untuk berelasi dengan penerbit dalam rangka menerbitkan buku karyanya. Langkah ini dilakukan untuk memotivasi peserta dalam mendulang gagasan-gagasan kreatif yang siap dibukukan. Ada beberapa penerbit yang mendukung lokakarya ini yakni Penerbit Andi, Graha Ilmu, Neotekno, Explore, Bintang Pustaka, Ganda Buku, Mitra Cendekia, Pohon Cahaya, CP, Eltise, Victoria Press dan Talenta Indonesia Mandiri. Setelah berhasil menerbitkan buku, para alumni mendapat kesempatan mempromosikan buku karyanya atau melakukan bedah buku tertulis di Koran Kreatif Indonesia Menulis.

Di Maumere lokakarya ini baru dilaksanakan di dua tempat yakni Unipa dan Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret. Kedua tempat lokakarya ini sama-sama menghasilkan sebuah buku bunga rampai yang ditulis bersama oleh semua peserta sebagai kenangan. Buku itu akan disunting oleh pembicara dan akan diterbitkan pada waktunya. Selain penerbitan buku, para peserta juga mendapatkan sertifikat Indonesia Menulis yang akan berguna bagi pengembangan karya peserta di hari selanjurnya.

Mengajar dengan Menulis

Angkatan 60 Indonesia Menulis menemukan suatu pengalaman luar biasa. Dari kebiasaan untuk melemparkan sekaligus mengajarkan beberapa pesan injil atau segenap refleksi manusia melalui gadget dan perangkat teknologi lainnya, kini mereka harus beralih menemukan cara yang paling tepat dan dan diyakini menjangkau tempat-tempat jauh mana pun. Dengan menulis mereka bisa melakukan petualangan intelektual untuk menelusuri realitas kehidupan baik sebagai mahasiswa di kampus, masyarakat dan warga Negara. Pikiran mereka mulai terbuka untuk mengangkat sebanyak mungkin fakta sosial yang masih belum tersingkap.

Dengan menemukan kiat-kiat yang sederhana rasanya akan sangat sulit untuk tidak menyentuh cara baru ini. “Sebelumnya konsep tentang menulis itu sangat lain. Bahkan saya merasa menulis itu adalah pekerjaan paling berat yang pernah saya lakukan. Namun, setelah saya mengnikuti lokakarya ini saya akhirnya bisa menemukan hiburan yang sanggat bermanfaat bagi saya”, ungkap Servasius Masyudi, Mahasiswa Filsafat Semester V pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero ini.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Landrikus Nasrani. Dalam testimoninya terhadap lokakarya Indonesia Menulis dia mengakui bahwa Indonesia Menulis telah membuat suasana hati dan pikirannya bergemuruh untuk bisa berpetualang bersamanya dan menghasilkan karya-karya produktif dari NTT yang selama ini tidak pernah digali. “NTT menyimpan banyak kekayaan cerita. Cerita itu hanya menjadi warisan lisan yang seringkali dirubah sesuka hati oleh penuturnya. Oleh karena itu saya termotivasi untuk menulisnya secara lebih baik agar setiap orang mempunyai kesatuan persepsi,” kata Arwin.

Hal ini lebih lanjut ditegaskan oleh Bapak Budi. Menurutnya, proses transformasi pendidikan dan perputaran informasi tidak cukup melalui penuturan lisan. Ia harus menjelma dalam tulisan yang memiliki kualitas yang sangat baik dan bertahan lama. Setiap mahasiswa yang hendak menemukan kebenaran mesti pertama-tama menekuni segala bacaan dan membuat uraian sebagai sari pengetahuan yang telah diperoleh.

Public Speaking Training

Dalam sesi publik speaking yang diikuti oleh mahasiswa program teologi dan magister teologi, Bapak Eroll mengetengahkan urgensi hakikat panggilan para peserta sebagai calon pewarta kabar sukacita Injil di masa mendatang. Sebagai calon pewarta, para peserta pertama-tama menyadari keberadaan mereka sebagai mitra kerja Allah. Oleh karena itu, penting bagi mereka agar dapat mewartakan kabar gembira itu dengan benar hingga berdaya menyelamatkan atau menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.

Untuk maksud tersebut, mereka harus memperhatikan tata cara pewartaan hingga menjadi lebih efektif. Pelatihan public speaking adalah salah satu aspek yang sangat penting untuk karya pewartaan. “Kita harus menguasai metode-metode pewartaan yang bisa menjelaskan Sabda Allah secara lebih hidup. Salah satunya adalah dengan mengembangkan kemampuan publik speaking”, ungkap Rm. Kamelus di sela-sela kegiatan. Lebih lanjut, beliau mengharapkan agar pelatihan public speaking ini kelak membentuk para gembala yang mampu mewartakan karya keselamatan Allah kepada dunia. Sementara Bapak Erol mengemukan bahwa pelatihan public speaking untuk para calon imam didasarkan pada beberapa alasan.

            Pertama, kompetensi public speaking seminaris sangat terbatas. Hal ini terbukti dari gaya pewartaan yang menimbulkan rasa bosan dan kurang menarik bagi umat yang mendengarkannya. Kedua, implementasi public speaking di seminari minim. Kenyataannya bahwa penerapan metode public speaking yang hidup amat kurang dilakukan di seminari-seminari. Hal ini bisa disebabkan oleh fokus pembinaan yang kurang holistik. Ketiga, harapan umat akan mutu public speaking semakin tinggi. Umat membutuh sebuah seruan sukacita injil yang lebih hidup. kebiasaan gaya pewartaan yang kurang memperhatikan aspek publik speaking akan mengurangi bobot pewartaan yang disampaikan.

Dengan mengetahui latar persoalan seperti ini maka diperlukan pengenalan dan pembekalan kemampuan public speaking yang memadai bagi para pewarta. “Kegiatan ini akan meningkatkan kemampuan para frater dalam mengkomunikasikan imannya saat berpastoral nanti.” Ungkap Bapak Erol.

Di akhir kegiatan peserta dibimbing untuk melakukan on going formation agar lokakarya yang dilakukan bisa membawa hasil yang memuaskan.

Penulis: Frater Aldo Defoya , Mahasiswa Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret, Maumere, Flores, NTT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here