Renungan Harian
Kamis, 3 Maret 2022
Bacaan I: Ul. 30: 15-20
Injil: Luk. 9: 22-25
“ROMO, kami bersahabat dengan tiga orang. Saya tidak ingat persis bagaimana kami bisa menjadi sahabat yang luar biasa bertiga; mungkin satu hal yang membuat kami menjadi lebih akrab karena kami sama-sama perantau di kota ini.
Di samping itu, kami mempunyai hobi yang sama yaitu main bola dan nongkrong. Meskipun kami bertiga berbeda-beda suku dan juga berbeda pekerjaan, tetapi rasanya perbedaan tidak mempengaruhi keakraban kami.
Romo, persahabatan kami membuat kami sudah menjadi saudara satu sama lain. Kami saling membantu, saling mendukung. Bahkan kami sempat tinggal bersama beberapa tahun, sebelum kami berpencar karena pekerjaan.
Namun begitu kami masih sering bertemu dan hampir setiap hari kami kontak satu sama lain. Masa itu adalah masa-masa yang indah bagi kami dan selalu menyenangkan. Rasanya pada waktu itu menghadapi tantangan dan kesulitan hidup menjadi lebih mudah.
Di balik semua hal yang positif dari persahabatan kami, ada hal negatif yang menjadi kebiasaan kami. Hal itu adalah kebiasaan minum minuman keras.
Awalnya, kami bertiga ikut-ikutan teman kami yang minum-minum, lama kelamaan kami menikmati dan kemudian menjadi kebiasaan kami.
Romo, karena kami bukanlah orang yang punya uang maka kami minum bukan minuman yang bermerk dan mahal tetapi kami minum apa yang sering disebut dengan anggur merah; biasanya kami membeli dalam bentuk botol atau di kantong plastik.
Kami sendiri tidak tahu persis itu minuman apa, apakah itu sungguh anggur merah atau oplosan kami tidak tahu tetapi itulah yang kami minum karena murah.
Romo, pada suatu saat kami bertiga memutuskan untuk berhenti minum, dan kami sepakat untuk saling menjaga agar kami terbebas dari belenggu minuman itu.
Dan puji Tuhan romo, kami berhasil. Kurang lebih selama hampir dua tahun kami sudah tidak bersentuhan lagi dengan minuman itu lagi. Hari itu kami janjian untuk bertemu karena sudah lama kami tidak bertemu karena kesibukan pekerjaan kami.
Kami bertemu di kontrakan salah satu teman kami. Entah bagaimana, saya tidak ingat persis tetapi salah satu teman memutuskan untuk membeli minuman itu lagi.
Sebenarnya, kami berdua sudah mengingatkan satu teman itu agar tidak membeli karena kita sudah tidak lagi bersentuhan dengan minuman itu lagi.
Tetapi teman itu ngotot untuk membeli, menurut dia kalau sekali ini saja toh tidak apa-apa.
Saat teman itu membawa 3 kantong plasitik minuman, saat itu saya mengatakan bahwa saya tidak mau minum lagi karena takut kalau minum lagi nanti keterusan. Satu teman lagi juga sudah tidak mau tetapi karena dibujuk-bujuk akhirnya ikut minum.
Jadilah dua orang teman saya itu minum dan saya tidak. Saya tetap pada pendirian saya bahwa saya sudah bebas dan tidak mau mencoba lagi. Romo, tiga botol minuman itu dihabiskan oleh kedua teman saya itu.
Malam itu, kami berpisah karena esok hari kami harus kerja.
Betapa terkejut dan syok diri saya ketika saya mendapat kabar bahwa dua orang sahabat saya itu dua-duanya dirawat di rumah sakit yang berbeda karena keracunan minuman. Dan saat saya di jalan untuk menengok saya mendapat kabar bahwa kedua sahabat saya itu sudah pergi selama-lamanya.
Romo, saya amat sedih dan terpukul mendengar berita itu. Saya tidak percaya bahwa kedua sahabat saya itu harus pergi dengan cara seperti ini.
Saat kami sudah bersih dan kedua sahabat saya itu sekedar untuk menikmati lagi tetapi justru menghantar ke alam baka.
Andai saya berani lebih keras untuk mengingatkan, mungkin hal ini tidak terjadi.
Saya juga menyesali pilihan mereka untuk kembali minum, tetapi entahlah waktu itu saya juga tidak bisa mengerti,” seorang anak muda berkisah.
Setiap hari kita dihadapkan pada pilihan-pilihan dan tidak jarang berada pada pilihan-pilihan yang amat rumit dan beresiko besar.
Betapa penting punya acuan untuk memilih sehingga dapat memilih yang baik dan benar sehingga membawa pada kebaikan.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Ulangan: “Kepadamu kuberhadapkan kehidupan atau kematian, berkat atau kutuk.”