Selaa 24 Oktober 2023.
- Rm. 5:12,15b,17-19,20b-21;
- Mzm. 40:7-8a,8b-9,10,17;
- Luk. 12:35-38.
KEPERCAYAAN dibangun pada bukti bukan sekadar janji.
Banyak orang berlagak pintar padahal isi kepalanya kosong, namun juga ada yang berlagak culun padahal isi kepalanya penuh dengan intrik jahat.
Seorang sahabat merasa sangat bersyukur karena mempunyai karyawan yang begitu baik padanya.
“Saya tidak pernah ragu menyerahkan banyak tanggung jawab padanya,” kata sahabat itu.
“Selama ini aku yakini bahwa dia bisa dipercaya dan bisa diandalkan, hingga banyak hal saya percayakan padanya,” lanjutnya.
“Bukan tanpa alasan saya bertindak seperti itu, karena dia ikut saya sudah puluhan tahun dan sejak orangtua saya masih ada,” lanjutnya lagi.
“Bapak pakai sertifikat rumah saya, biar bapak bisa ambil kredit di bank hingga usaha ini tetap bisa berjalan,” kata karyawan saya sambil menawarkan sertifikat tanahnya.
“Sejak dulu bapak sekeluarga bahkan orangtua bapak sangat baik kepada saya, maka saya ingin ikut mencari jalan keluar dari permasalahan yang bapak hadapi,” urainya.
“Terimakasih atas pengertianmu dan sikap bela rasamu, tetapi kamu tidak perlu melakukan ini. Saya masih bisa berusaha,” sahutku.
“Ketekunan dan kerajinan serta kejujuranmu telah menjadi sumbangan yang sangat besar bagiku,” kataku dengan penuh haru.
“Karyawanku itu ikut keluarga kami sejak belum punya istri hingga sampai dia punya anak-anak yang sudah selesai perguruan tinggi,” kisah bapak itu.
“Dia sangat loyal, rajin dan pekerja yang baik,” katanya memujinya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya?
Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang.”
Dari perikope ini kita bisa belajar bahwa Yesus bermaksud menyampaikan pesan kepada para murid.
Yesus mengecam mereka yang sudah tahu akan kehendak Tuhan, tetapi tidak mau melakukannya.
Kalau kepada kita dipercayakan sesuatu selama kita hidup di dunia ini, itu artinya kita sama seperti para hamba yang dipercayakan tuannya untuk mengurus harta itu.
Jadi, hamba tidak boleh menggunakannya seolah-olah dia pemiliknya.
Loyalitas hamba atau karyawan kepada atasannya itu seringkali tergantung pada sikap dan perilaku atasannya.
Penghargaan yang tulus pada karyawan akan meningkatkan komitmen dan pelayanan mereka.
Sebaliknya, jika sikap pada karyawan kurang percaya dan selalu curiga maka karyawan akan selalu bersikap setengah hati pula.
Sebaik apa pun karyawan kita, selalu perlu pengawasan atas kepercayaan yang kita berikan.
Karyawan tetaplah karyawan bukan pemilik maka jika tidak diawasi mereka lupa bahwa mereka adalah karyawan hingga segalanya mereka ambil seperti milik mereka sendiri.
Namun ketika karyawan merasa mendapatkan penerimaan dan penghargaan yang baik, dia bisa loyal sampai mati.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku punya komitmen pada tanggungjawab yang saat ini saya emban?