KAMI hamba-hamba yang tidak berguna;
kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.
“Tidak berguna”, demikianlah terjemahannya.
Padahal terjemahan lain mungkin lebih tepat:
“Kami memang hamba semata-mata!”
Sebab kami memaklumkan Allah
yang mahabaik dan maharahim
bukan demi mendapat upah dari Dia!
Seorang hamba Tuhan
menatap hidup dan wafat Gurunya
sebagai pemberian yang tiada taranya.
Maka, ia tidak hidup untuk “mendapat”.
Ia hidup untuk “memberi”,
memberi sampai tetes darah terakhir.
Ia berbahagia karena dipakai Sang Guru,
walaupun dalam dirinya tak ada yang hebat.
Ia justru seorang hamba,
dan ia bangga dengan statusnya yang mulia.
Sebab Tuhan sendiri telah menjadi hamba
supaya semua ‘tuan’ bumi mengerti
bahwa menjadi hamba yang penuh kasih
sama dengan mencapai kebahagiaan.