Dan ketika ia telah berada di dekat-Nya, Yesus bertanya kepadanya: “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?”.
Ada hal-hal mendasar yang sering kita sepelekan dalam berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedemikian mendasarnya sehingga kita sering lupa hal-hal basic yang kita ajarkan pada anak-anak kita pun tidak selalu konsisten kita lakukan.
Misalnya TTM. Ini singkatan dari “Tolong, Terimakasih, Maaf”. Semakin sibuk dan mungkin juga semakin tinggi posisi seseorang, kita bisa tergelincir pada hal mendasar ini. Kesibukan dan ‘ketinggian’ posisi sering melupakan bagaimana sikap kita seharusnya ketika berinteraksi dengan orang lain.
Perilaku kita
Karyawan pada umumnya bisa membedakan tipe/karakter para bos dan direktur baru dalam menyoroti hal sederhana ini. Sejauh mana para bos/direktur memperlakukan para supir, pembantu bahkan satpam di rumahnya. Hehehe.. gosipnya bisa sampai kemana-mana lo…
Perilaku para bos menjadi sorotan sejauhmana mereka menerapkan nilai ‘pelayanan’ atau mengutamakan pelanggan internal kepada orang-orang disekitarnya. Maka berhati-hatilah pada hal kecil dan sepele, karena di situlah justru nampak ‘asli’nya kita.
Renungan hari ini mengisahkan terjadinya mukjizat dimana seorang buta dapat melihat. Mukjizat ini memang terjadi karena kehadiran Yesus, tetapi kalau diperhatikan mukjizat ini justru ‘nyaris’ hampir tidak terjadi karena para murid-muridNya menghalangi si buta ini untuk menemui Yesus. Mereka yang setia mengikuti Yesus ternyata tidak menyadari keperluan si buta – tepatnya tidak perduli akan kebutuhan si buta yang minus penglihatan dan bisa menghalangi rahmat Allah bagi orang lain.
Si buta dianggap ‘pengganggu’ karena berteriak-teriak dan dinilai menghalangi jalan yang harus dilewati Yesus menembus kerumunan orang banyak. Posisi para murid sebagai tim patwal atau ring-1 nya Yesus justru membutakan mata rohani mereka atas kebutuhan orang lain. Mereka hanya fokus pada apa yang mereka pikir Yesus inginkan, tapi tidak perduli apa yang orang lain perlukan melalui Yesus.
Yesus membaca situasi
Teriakan yang sama dari si buta yang didengar para murid, begitu kerasnya sehingga juga terdengar oleh Yesus. Tapi Ia memberikan reaksi yang berbeda. Ia menghampiri dan bertanya “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?”.
Yesus bisa membedakan mana orang yang hanya sekedar ingin tahu seperti para penggembira dan penonton, tetapi juga ada yang sungguh-sungguh memerlukan pertolonganNya. Sebagai Anak Allah, tentu Ia tahu apa keinginan si buta ini, tetapi Ia kelihatannya juga ingin memberikan contoh pada murid-muridNya agar lebih perduli dengan orang-orang yang memang sungguh-sungguh perlu ditolong.
Contoh yang sederhana, dengan menanyakan dan menawarkan diri “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” .
Apa susahnya bagi para murid untuk menanyakan pertanyaan serupa ? Ternyata tidak satupun diantara 12 orang yang perduli pada si buta.
Apa yang bisa saya bantu?
Bukankah kita juga seperti para murid yang terkadang sibuk dengan diri sendiri, katanya mengutamakan pelayanan tetapi lupa melihat sekeliling dan memperhatikan siapa yang sesungguhnya perlu pertolongan Tuhan ? Bukankah kita bisa juga menanyakan dan menawarkan hal yang sama : Adakah yang bisa saya bantu? Atau pernahkah terpikir untuk bertanya : apa yang saya bisa lakukan bagi mereka ini? Walaupun tentu jawabannya tidak selalu dapat kita penuhi, paling tidak kita berinisiatif menjadikan diri kita untuk dijadikan saluran rahmat dan kasih Allah.
Mukjizat terjadi karena seseorang telah menawarkan dirinya menjadi salurah rahmat Allah bagi orang lain. Sayangnya kita sering tidak perduli satu sama lain, sehingga berharap mukjizat datang dari langit.
Sama halnya ketika ada satu ilustrasi dalam sebuah desa yang dilanda banjir, seorang tua terperangkap dirumahnya. Petugas datang membawa kapal karet tapi ia menolaknya karena berharap Tuhan akan menolongnya. Air makin tinggi dan ia tak bergeming saat anaknya datang dengan perahu kedua. Demikian juga saat helikopter datang menolongnya, ia pun tetap menolak dan berharap Tuhan pasti menolongnya. Akhirnya ia tewas tenggelam tanpa pertolongan. Di alam sana ia bertanya mengapa Tuhan tidak menolongnya. Tuhan pun menjawab, “Saya sudah kirimkan 3 orang untuk menolongmu tapi engkau menolaknya.”
Masuk kelompok manakah kita? Membiarkan Tuhan bekerja sendiri tanpa kita atau membiarkan orang lain mencari-cari Tuhan padahal kita ada disekitarnya? Mari mulai melatih kepekaan dan kepedulian kita dengan hal yang sederhana, bila saat kita menerima telpon atau berjumpa dengan seseorang yang memang membutuhkan kita, tidak ada salahnya kita menanyakan “Adakah yang bisa saya bantu?” Hanya satu hal yang kita inginkan, semoga sisa hidup kita bisa menjadi saluran rahmat dan cinta Tuhan untuk orang lain.
Semoga kita sendiri tidak buta rohani melihat kebutuhan orang lain agar dapat berjumpa dengan Kristus sebagai Juru Selamatnya.