Orang-orang buta
Yesus menyampaikan perumpamaan kepada para murid: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?”
Perumpamaan ini ditujukan kepada para pemimpin yang menganggap diri mereka penguasa kebenaran, lebih unggul dari yang lain dan oleh karenanya mereka disebut pemandu buta. Jelas bahwa pemandu mesti melihat dan tahu jalannya.
Pribadi yang mampu membimbing orang ke kerajaan Allah tidak lain adalah Yesus. Dia datang dari Bapa-Nya. Dia tahu jalan-Nya. Dengan kata lain, Yesus adalah Pemandu atau Penuntun penting dan sentral bagi perjalanan manusia ke surga.
Ia sosok Penuntun yang berhati ke-Bapa-an kepada jiwa-jiwa yang ingin bertumbuh dalam kasih Allah. Ia disebut Penuntun karena mempunyai kemampuan untuk melihat secara rohani atau mempunyai mata rohani yang terbuka.
Selain itu, Ia mempunyai hati yang tulus dan penuh ke-bapa-an dalam mencintai dan mengantar anak-anaknya pada
Jika demikian hal, maka yang akan terjadi adalah “perselingkuhan kepentingan”. Akibatnya, kedua belah pihak akan terjerembab dalam “lobang masalah”.
Sosok pemandu atau penuntun iman semestinya belajar dari pribadi Yesus yang “melek dalam roh” atau mempunyai mata rohani dan “hati ke-Bapa-an” terhadap jiwa-jiwa anak-Nya. Ke-buta-an terjadi karena ia mencintai jiwa-jiwa yang dipercayakan kepadanya secara keliru, yaitu dengan “Hati seorang Suami” atau “Hati seorang Penebar Pesona.”
Dengan kata lain, mata rohani seorang pemandu atau penuntun iman harus “melek” seperti dan kepada Kristus; hatinya mesti dipenuhi dengan jiwa ke-Bapa-an; dan daya tuntunnya adalah Roh. Kepentingan yang diperjuangkan adalah kepentingan jiwa-jiwa yang ingin bertumbuh dalam kasih Allah, bukan terarah pada kepentingan dan kasih diri pribadi.
Murid–guru
Selanjutnya Yesus memberikan pernyataan bahwa “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.”
Seorang murid dapat belajar dari Yesus tentang langkah-langkah yang mengarah pada keselamatan dan kehidupan kekal. Yesus tidak mendirikan Gereja semata hanya untuk melanjutkan pengajaran-Nya, tetapi Dia juga memberikan karunia Roh-Nya untuk menyelamatkannya dari kesalahan.
Keyakinan kita dalam mengajar orang lain harus berasal dari pengetahuan bahwa kita bersatu dengan Gereja dan berusaha untuk mengikuti ajarannya.
Belajar adalah proses seumur hidup, tetapi pengajaran tentang iman sering kali berhenti dengan Komuni Pertama atau Konfirmasi, dan tidak sampai tuntas.
Akibatnya, banyak orang dewasa hanya memiliki hidup religius seorang anak alias “tidak mengakar dan mendalam. Apa yang kita lakukan untuk menjadi sepenuhnya memenuhi syarat dalam pengetahuan kita tentang iman?
Orang-orang munafik
Evangelisasi dimulai dari kita. Tampaknya kita jauh lebih mudah mendeteksi kesalahan orang lain daripada memperhatikan kekurangan sendiri: “Mengapa engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?”
Kita bahkan bisa jengkel oleh kesalahan orang lain, meskipun kita memilikinya dalam ukuran yang lebih besar daripada orang yang kita keluhkan.
Orang yang sombong berteriak penuh arogansi saat dia melihat kekurangan pada diri sesamanya, tetapi dia buta terhadap sifat buruknya.
Kita dengan penuh kerendahan hati perlu mempertimbangkan kondisi kita terlebih dahulu, dan kemudian kita perlu bekerja untuk benar-benar menjadi seperti Kristus.
Semakin kita mengizinkan rahmat Tuhan untuk mengubah hidup kita, semakin kita dapat membantu orang lain.
Tautan videonya di bawah ini:
https://www.youtube.com/watch?v=jMVlXma0Fl4&feature=youtu.be