Renungan Harian
Senin, 14 Maret 2022
Bacaan I: Dan. 9: 4b-10
Injil: Luk. 6: 36-38
BEBERAPA kali muncul unggahan dalam media sosial orang-orang yang dengan lantang menghujat orang, institusi atau kelompok orang. Pada saat ia melontarkan hujat seolah-olah dirinya orang hebat dan seolah-oleh kebal dengan hukum. Tidak sedikit yang dalam hujatannya disertai tantangan untuk menangkap dirinya.
Tidak berapa lama dari unggahan hujatan itu, muncul unggahan yang menampilkan sosok penghujat yang tidak berdaya dan tidak bernyali lagi ketika ditangkap.
Suara lantangnya hilang, keberaniannya lenyap menjadi tidak berdaya. Orang yang ditangkap itu tidak sedikit yang mengelak bahwa unggahan itu bukan dirinya atau mengatakan bahwa itu sekedar bercanda.
Namun hal yang sering terjadi adalah orang-orang yang ditangkap itu mengakui kesalahannya karena khilaf dan mohon maaf.
Tidak cukup dengan memohon maaf, orang itu membuat pernyataan maaf dan janji untuk tidak mengulang di atas kertas bermaterai.
Banyak orang yang mengecam dan mengkritisi bentuk penyelesaian yang dianggap amat sederhana. Seolah-olah semua persoalan dan akibat hujatannya selesai dengan permintaan maaf di atas kertas bermaterai.
Banyak orang berpendapat, bentuk penyelesaian seperti itu tidak memberi efek jera bagi pelaku dan juga untuk orang-orang yang kemudian.
Hal yang kemudian menimbulkan banyak kecaman adalah orang yang sebelumnya menghujat membuat unggahan yang berisi permohonan agar dirinya tidak diperundung, dengan mengiba memohon.
Orang itu sekarang menempatkan diri seolah-olah dirinya menjadi korban kekerasan verbal melalui media sosial oleh khalayak.
Membaca berita-berita seperti di atas, saya merasa diri saya seperti orang-orang yang menghujat dan kemudian minta maaf itu.
Berkali-kali saya melukai, menghina bahkan menghujat Allah dengan kata-kata maupun perilakuku. Apa yang kulakukan?
Aku hanya meminta maaf, dan hanya meminta maaf tidak pernah membuat sebuah pernyataan di atas kertas bermeterai.
Dengan kata lain aku lebih buruk dari orang-orang yang minta maaf di atas kertas bermaterai itu.
Syukur pada Allah, Allah yang kita Imani adalah Allah yang penuh kerahiman, Allah yang penuh cinta sehingga aku tidak harus mengalami hukuman tetapi justru diberi rahmat. Allah selalu memberi kesempatan untuk selalu bertobat dan Allah selalu menantikan aku untuk kembali.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Daniel: “Pada Tuhan, Allah kami, ada belas kasih dan pengampunan.”