Maaf, Terlambat Aku Berbakti Padamu

0
602 views
Ilustrasi: (Website SD Mikael)

Rabu, 10 November 2021

Keb. 6:2-11.
Mzm.82:3-4.6-7.
Luk. 17:11-19

BERTERIMAKASIH sebuah kata yang mudah diucapkan, namun sering kali dilupakan.

Kita sering kali sangat hemat untuk mengucapkan terimakasih, karena melihat apa yang dilakukan oleh orang lain itu seakan sudah merupakan tugas dan kewajibannya

Kita tidak merasa berhutang budi, ketika menerima kebaikan dari orang-orang yang secara tatanan hidup bersama mendapatkan kewajiban untuk memberi kasih dan pelayanan kepada kita.

“Penyesalan yang saya rasakan sampai saat ini adalah saya belum bisa berbakti kepada almarhum ibu saya,” kata seorang bapak.

“Ibuku meninggal dunia, ketika saya belum bisa memberikan apa pun yang membahagiakan dan membanggakan bagi ibu,” lanjutnya.

“Saya merasa ibu terlalu cepat pergi meninggalkan kami, sebelum saya bisa berbakti padanya,” ujarnya.

“Saya selalu merasa bersalah dan hampa ketika mengunjungi makam ibuku,” katanya

“Dulu saya telah banyak melukainya, bahkan setiap kali saya membuatnya menangis karena kenakalan dan jalan sesat yang aku pilih,” lanjutnya.

“Kepergiaannya telah menyadarkanku dan membuatku berbalik arah, menata hidup hingga bisa berhasil seperti saat ini,” katanya.

“Saya tidak bisa menjadi seperti ini tanpa ibu, maka sungguh kepadanya segala syukur saya haturkan kepadanya,” katanya.

“Ibuku di dalam diamnya selalu berdoa dan hadir dalam setiap peristiwa hidupku,” katanya lagi.

Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian,

“Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria.”

Orang Israel merasa dirinya lebih tinggi dari orang Samaria, sehingga tidak mau berhubungan, menjalin relasi dengan mereka.

Dalam perikop di atas, di hadapan Tuhan Yesus, ternyata sebaliknya.

Seorang pun dari orang Yahudi itu tidak ada yang kembali, padahal mereka semua sama-sama disembuhkan.

Hanya satu orang Samaria yang kembali dan mengucap syukur dan memuliakan Tuhan.

Tindakan orang Samaria telah menunjukkan kepada kita kualitas pribadinya.

Sikap orang Samaria yang tahu berterima kasih itu menunjukkan bahwa dia lebih memahami etika serta mempunyai hati yang terbuka kepada Tuhan.

Jangan meremehkan, mengecilkan atau membuang sikap berterimakasih, sebab itu akan menujukkan kualitas diri kita.

Enak atau tidak enak, mengerti atau tidak, lebih baik kita terus bersyukur dan berterima-kasih pada Tuhan, apalagi kalau sudah jelas-jelas ditolong seperti sembilan orang kusta itu.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bisa dengan rendah hati mensyukuri anugerah Tuhan yang telah saya terima melalui orang tua dan saudaraku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here