Malaikat Kecil yang Murah Hati

0
186 views
Ilustrasi - Menolong membantu sesama. (Ist)

Puncta 24.09.23
Minggu Biasa XXV
Yes 55:6-9; Flp 1: 20c-24.27a; Matius 20: 1-16a

KISAH gadis kecil Yu Yuan (30 November 1996 – 22 Agustus 2005) sangat luar biasa. Tak cukup mengisahkannya hanya dengan satu dua alinea.

Ia dijuluki “malaikat kecil yang baik hati.” Ia lahir tanpa mengetahui siapa orangtuanya. Ia dipungut oleh seorang lelaki miskin yang tak mampu memberi makan selayaknya. Tiap hari hanya bisa makan “air tajin” pengganti susu.

Badannya yang lemah sering sakit-sakitan. Tetapi dia anak yang cerdas dan lucu. Waktu sakit, ayahnya membawanya ke Puskesmas desa.

Dokter mendiagnosa Yu Yuan terkena sakit leukimia parah. Untuk operasi dibutuhkan biaya US$ 300.000. Dari mana uang sebanyak itu. Untuk makan saja susah.

Seorang wartawati, Fu Yuan menulis kisah gadis kecil yang membuat wasiat bagi pemakamannya sendiri di surat kabar Chen Du Wan Bao.

Banyak orang dari mana-mana terketuk hati berdonasi. Mereka berempathy pada Yu Yuan. Terkumpul dana US$ 560.000. Operasi bisa dilaksanakan.

Efek dari terapi membuat tubuh mungil itu melemah. Ia mengalami kesakitan tetapi tidak pernah mengeluh sedikit pun.

Kepada Fu Yuan, ia memberikan surat wasiat agar kelak jika ia meninggal, dana tersisa dibagikan kepada orang yang sakit leukimia. Dua hari kemudian Yu Yuan dipanggil Tuhan. Anak kecil ini memberi pelajaran kemurahan hati, jauh dari sikap mementingkan diri sendiri.

Bacaan hari ini menggambarkan tentang kemurahan hati Allah yang memberikan upah sedinar kepada para pekerjanya. Mereka yang datang paling akhir diberinya upah sedinar sebagai wujud Allah yang murah hati.

Kita sering terjebak pada tuntutan keadilan. Adil sering kali diperjuangkan demi egoisme pribadi. Para pekerja awal merasa diperlakukan tidak adil. Padahal mereka sudah sepakat sejak awal sedinar sehari.

Allah sudah bertindak adil, bahkan Ia murah hati. Namun egoisme kitalah yang sering menuduh Allah tidak adil.

Pesan Yesus ini harus kita resapkan, “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?”

Iri hati adalah akar dari segala persoalan. Iri hati sering membuat kita jatuh dalam dosa.

Para pekerja itu “seolah” menuntut keadilan. Padahal tuan itu sudah sesuai aturan, kesepakatan yang dibuat. Ia bahkan bertindak murah hati. Kemurahan hati lebih daripada keadilan.

Marilah kita bersikap murah hati pada sesama, pasti nanti Tuhan juga akan bermurah hati kepada kita.

Dari kejauhan melihat Gunung Merapi,
Gagah perkasa dengan asap ke angkasa.
Jangan menuntut adil untuk diri sendiri,
Tetapi bermurah hatilah bagi sesama kita.

Cawas, marilah bermurah hati

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here