UDARA sejuk berhembus disertai angin semilir, mendung tipis menggelayut di langit, sejauh mata memandang nampak di kejauhan kaki bukit Gunung Panderman dan Gunung Kawi di sebelah barat. Sungguh segar udara pagi itu berbeda jauh dengan udara Kota Malang.
Deru motor sekali-sekali terdengar melewati jalanan aspal, ada yang mengangkut rumput untuk makanan ternak mereka atau membawa hasil kebun dari tanah pertanian sekitar Desa Karang Ampel Dau. Kadang juga terlihat mobil mewah menelusuri jalan desa ini untuk menikmati pemandangan indah dan udara segar, atau mungkin menuju sebuah warung desa yang terkenal menyajikan menu spesial.
Sekitaran bulan Agustus dan September, jeruk lokal hasil panenan kebun warga di sini sangat melimpah dan mereka menjajakannya di tepi jalan desa, sebagian lagi dibawa oleh para pengepul ke berbagai kota di sekitar Malang.
Para pembeli yang ingin masuk ke kebun jeruk pun tidak dilarang bahkan dipersilakan untuk memetik jeruk langsung dari pohonnya untuk kemudian ditimbang dan dibeli. Pembeli akan merasakan sebuah sensasi tersendiri ketika dapat melaksanakan petik buah itu.
Ya di Desa Karang Ampel itu terdapat “Rumah Sosial Belas Kasih” yang dikelola oleh Ordo Karmel Indonesia. Namun kepengurusan kegiatan sehari-hari dilaksanakan oleh para Suster PPYK dari Yogyakarta.
Di sana ada tiga orang suster yaitu Sr. Cresentia PPYK, Sr. Hendrixia PPYK , dan Sr. Renata PPYK, dan dibantu dua orang aspiran Ordo Karmel.
Merawat lansia dengan kasih
Rumah Sosial Belas Kasih ini ipersembahkan untuk merawat para lansia. Saat ini ada sembilan orang lansia, seorang kakek dan 8 nenek yang datang dari berbagai kota.
“Secara umum mereka datang diantar oleh keluarga mereka masing-masing,” demikian kata Sr. Renata PPYK.
Dalam bangunan yang masih baru yang tampak bersih terawat dan rapi ini terdapat 20 tempat tidur, ruang doa, dan ruang makan.
Kegiatan harian para opa dan oma adalah melakukan doa pagi atau menghadiri Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh para imam Ordo Karmel yang tinggal di Kota Malang, olahraga berupa jalan-jalan di halaman rumah, dan rekreasi dengan melihat TV.
Nenek yang masih kuat dan bisa membantu menyapu juga diperbolehkan, yang ingin membantu “petik-petik” menyiapkan sayur untuk dimasak ya diperkenankan. Tetapi tidak diperbolehkan untuk mencuci pakaian atau pun mencuci alat makan, karena hal itu akan dikerjakan sendiri oleh para suster.
Jadwal makan sama seperti pada umumnya: makan pagi, makan siang dan makan malam dan dilaksanakan bersama-sama di ruang makan, kecuali untuk yang sakit.
Bagaimana kalau sakit? Mereka akan diantar ke rumah sakit Katolik yang ada di Kota Malang.
“Keluarga nenek dan kakek yang ingin datang berkunjung sewaktu-waktu juga diperbolehkan,” demikian kata Suster Renata.
Saat itu, penulis melihat satu keluarga sedang mengunjungi seorang nenek.
Halaman depan
Beberapa meter di depan rumah perawatan terdapat joglo yang dapat menampung 30–40 orang dalam posisi seperti mereka yang berkegiatan melaksanakan rekoleksi, bisa duduk di kursi kayu jati yang sudah disediakan atau lesehan dengan membawa tikar sendiri.
Fasilitas untuk berdevosi kepada Bunda Maria juga disediakan berupa Gua Maria, di mana ada patung Bunda Maria sedang menggendong kanak-kanak Yesus. Lorong jalan salib dengan 14 Perhentian juga disediakan.
Romo Hariawan O.Carm sering mempersembahkan misa di panti jompo Rumah Sosial Belas Kasih ini.
“Siapa saja boleh berkunjung dan menggunakan joglo untuk kegiatan rekoleksi baik dari keluarga-keluarga maupun lingkungan-lingkungan paroki, halaman parkir juga tersedia dengan luas dan semuanya gratis tanpa bayar,” ungkapnya.
Kebetulan pada hari Minggu 2 Desember 2018 ada sekelompok warga satu pelayanan sedang rekoleksi menyambut Masa Adven ini untuk meneguhkan kembali tekad pelayanannya bagi sesama.
Hi, Kak, maaf mau tanya, apakah punya nomer CP yang bisa di hubungi terkait rumah lansia yang Kakak bahas ?
Saya sudah mencoba hubungi nomer
0813-3455-1749 yang tertempel di spanduk Rumah Sosial Belas Kasih di internet, namun belum ada response.
Terima kasih.
nanti kami tanyakan kepada narsum kami.