INILAH intisari konser edukasi memperingati perayaan 50 tahun Konser Musicam Sacram di Kapel Seminari Menengah St. Fransiskus Xaverius Kakaskasen, Keuskupan Manado, Senin 6 Maret 2017. Konser ini digagas oleh Pastor Harry Singkoh MSC. LicMus.
Konser edukasi ini dihadiri oleh banyak kalangan: para imam di Kevikepan Tomohon dan para undangan lainnya.
Musicam Sacram (MS) adalah dokumen Gereja tentang Musik dalam Liturgi yang dimaklumkan pada tanggal 5 Maret 1967 oleh Kongregasi Ibadat dan Tatatertib Sakramen.
Garis besar isi Musicam Sacram sebagai berikut:
Pendahuluan (art 1-4)
- Beberapa Kaidah Umum (art. 5-36).
- Menyanyikan ibadah harian (art. 38-41).
- Musik suci dalam perayaan sakramen dan sakramentali, fungsi khusus musik suci dalam liturgi; musik suci dalam ibadat sabda dan dalam devosi umat (art. 42-46).
- Bahasa yang harus digunakan dalam perayaan liturgi yang dinyanyikan dan bagaimana melestarikan warisan musik rohani (art. 47-53).
- Menyiapkan lagu untuk naskah pribumi (art. 54-61).
- Alat musik suci (art. 62-67).
- Komisi untuk memajukan musik suci (art. 68-69) (Pendidikan)
Yang dimaksud dengan Musik Suci ialah musik yang digubah untuk perayaan ibadat suci dan dari segi bentuknya. Musik ini memiliki suatu bobot kudus tertentu.
Sebelum menciptakan suatu musik/nyanyian untuk ibadat suci, maka sang komponis perlu mengetahui keseluruhan makna perayaan ibadat suci. Ia harus tahu secara mendalam liturgi yang dirayakan dan kekudusan yang ada dalam liturgi.
Untuk bisa memahami dan memiliki makna kekudusan yang sesungguhnya, maka komponis perlu dekat dan mengalami yang kudus itu sendiri, memiliki pengalaman rohani yang mendalam akan Allah beserta kita.
Musik Gregorian
Yang masuk dalam kategori musik suci ialah nyanyian Gregorian, nyanyian Polifoni Suci (baik antik maupun modern). Musik suci untuk organ dan alat musik lain yang telah disahkan. Nyanyian suci umat, baik yang liturgis maupun yang religius.
Nyanyian Gregorian, sebagai lagu khas liturgi romawi, sebagaimana tercantum, dalam “editio typica” (graduale romanum), hendaknya diberi tempat istimewa tanpa merendahkan jenis musik lainnya.
Sebisa mungkin Gregorian digunakan dalam liturgi. Musik Gregorian begitu kaya akan melodi.
Diharapkan ada terbitan yng berisi lagu-lagu yang lebih sederhana, untuk digunakan dalam gereja-gereja yang lebih kecil (graduale simplex)
Musik Gregorian, begitu kaya akan melodi yang tumbuh dari syair-syair suci, Sabda Tuhan dalam Kitab Suci, tanpa mengubah satu titik pun sebagaimana sabda Tuhan sendiri dalam Kita Suci.
Musik Gregorian berkembang, bukan hanya dinyanyikan oleh suara-suara agung para biarawan semasa itu tetapi keluar dari tembok-tembok biara. Bukan hanya dinyanyikan oleh suara-suara pria. Namun berkembang dan bergaung juga di kalangan suara-suara sopran.
Salah satu bentuk musik suci ialah polifoni suci (1450-1600, zaman Renaissance). Reformasi Gereja yang bermula pada tahun 1517. Berawal dari maksud-maksud baik dan berakhir dengan kemelut, bahkan perpecahan. Yang lain menekankan ibadat sabda, yang lain menekankan ibadat kurban.
Ada Gerakan Reformasi oleh Martin Luther (1438-1546). Ada Gerakan Kontra Reformasi. Ada bentuk musik yang baru. Tomàs Luis de Victoria (1548-1611) dari Spanyol dan Giovanni Pierlugi da Palestrina (1525-1594) termasuk dalam komponis kontra reformasi. Pada kedua tokoh ini berkembang musik polifonia suci.
Polifonia (banyak suara), dimana suara sopran, alt, tenor, bas berdiri sendiri dan membentuk harmoni, membentuk harmoni empat suara, harmoni akor tapi berdiri sendiri. Kemudian berkembang homofoni, ada sopran, alt, tenor, bas membentuk harmoni, tapi tidak bediri sendiri, membentuk akor tapi tidak berdiri sendiri, satu sama lain saling terkait.
Unsur teologi dalam polifonia suci yang dikembangkan Palestrina, setiap orang dipanggil untuk memberikan semuanya dengan segenap hati, segenap jiwa, akal budi, kekuatan. Sopran harus berani tampil sendiri, memberi dengan segala kekuatannya, tidak tergantung pada alt, tenor dan bas.
Begitu juga suara-suara yang lain, tidak tergantung pada suara yang lain, masing-masing tampil dengan segenap dirinya, segenap hatinya, segenap jiwanya, segenap akal budinya, segenap kekuatannya.
Polifoni, satu komposisi yang sangat tinggi mutunya. Terima kasih kepada Palestrina, komponis Katolik pembaharu iman pada masa kontra reformasi, lewat musik yang berteologi, atau teologi yang diterapkan pada musik.
Alat musik dapat menjadi sangat bermanfaat dalam perayaan-perayaan kudus, entah untuk mengiringi lagu-lagu, entah dimainkan sendiri sebagai instrumen tunggal.
“Organ pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional Gereja Latin; suaranya mampu menyemarakan upacara-upacara suci secara mengagumkan, dan dengan mantap mengangkat hati umat ke hadapan Allah dan ke alam surgawi”
Akan tetapi dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat, asal sesuai dan dapat disesuaikan dengan fungsi kudusnya, cocok dengan keanggunan gedung gereja, dan benar-benar membantu memantapkan ibadat kaum beriman.
Dalam mengizinkan penggunaan alat musik tersebut, kebudayaan dan tradisi masing-masing bangsa hendaknya diperhitungkan. Tetapi alat-alat musik yang menurut pendapat umum –dan de facto– hanya cocok untuk musik sekular, haruslah sama sekali dilarang penggunaanya untuk perayaan liturgis dan devosi umat.
Setiap alat musik yang diizinkan pemakaianya dalam ibadat hendaknya digunakan sedemikian rupa sehingga memenuhi tuntutan perayaan liturgis, dan bermanfaat baik untuk menyemarakkan ibadat maupun untuk memantapkan umat.
Musik suci gubahan baru, hendaknya selaras dengan azas dan kaidah liturgi. Demikian gubahan-gubahan itu akan memiliki mutu dan bobot yang pantas bagi musik suci yang asli, yang tidak hanya dapat dinyanyikan oleh paduan suara yang besar, tetapi juga cocok untuk koor-koor kecil dan meningkatkan partisipasi aktif segenap umat beriman.
Gubahan-gubahan musik lainnya yang digubah dalam satu atau beberapa suara atau itu diambil dari khazanah tradisional atau dari karya-karya baru, hendaknya dihargai, didorong dan digunakan, bila keadaan menuntut demikian.
Lagu-lagu baru untuk naskah pribumi tentu saja membutuhkan suatu masa percobaan supaya memperoleh kematangan dan kesempurnaan yang memadai. Tetapi setiap hal yang dilakukan dalam Gereja, meskipun maksudnya hanya sebagai percobaan, kalau itu tidak selaras dengan kekudusan tempat ibadat atau dengan martabat liturgi serta kebaktian umat beriman, haruslah dihindari.
Menyesuaikan musik ibadat bagi daerah-daerah yang memiliki tradisi musik sendiri, khususnya didaerah misi, menuntut suatu persiapan yang istimewa.
Demikian beberap catatan yang dikutip dalam acara Konser Edukasi memperingati 50 tahuan Musicam Sacram di Kapel Seminari Menengah Kakaskasen, Manado.