“Tetapi Tuhan bersabda kepada Yunus, ‘Layakkah engkau marah kepada pohon jarak itu? Jawab Yunus, ‘Selayaknyalah aku marah sampai mati.’” (Yun 4,9)
BEBERAPA waktu yang lalu, Kepala Desa Sukaharja, Kuningan, yang bernama S, menunjukkan sikap tidak biasa, setelah salah satu warganya yang bernama A menerima bantuan dari pemerintah dan sejumlah pihak. S tampak emosi saat rombongan Kapolres Kuningan mengunjungi rumah A. Saat Kapolres diwawancarai di depan rumah A, Kades datang ke lokasi dan tanpa alasan yang jelas mengeluarkan kata-kata dengan nada marah. Meskipun sudah ditenangkan oleh seorang pilisi, Kades tetap terbalut emosi dan marah. Sekalipun Kapolres dan rombongan sudah meninggalkan lokasi, wajah S tetap memerah dan badannya nampak gemetar menahan marah. Sejumlah warga bertanya-tanya, “Kenapa Kades marah, melihat warganya mendapat bantuan?”
Marah merupakan peristiwa manusiawi, yang bisa terjadi pada semua orang. Marah bisa dialami oleh seorang Kades atau pejabat pemerintah lainnya, pimpinan lembaga atau instansi, orang tua, guru, mahasiswa, anak-anak, pemuka agama, kaum wanita dan para isteri. Bahkan Yunus, salah seorang nabi kecil pun pernah marah. Tidak seorang pun bisa luput dari pengalaman marah.
Orang akan marah karena berbagai alasan. Banyak orang marah melihat kenyataan hidup bersama yang diwarnai oleh ketidakadilan, diskriminasi, teror dan kebiadaban, perjudian yang merajalela, kemiskinan serta berbagai macam permasalahan sosial lain. Orang marah melihat sikap dan perilaku orang yang sombong, pongah, takabur, mau memang sendiri, licik dan jahat. Kemarahan juga bisa menjadi kebiasaan, ciri atau watak seseorang, sehingga muncul sebutan pemarah, sumbu pendek.
Kemarahan terungkap dalam banyak hal, seperti ucapan atau kata-kata dengan nada tinggi, badan gemetar, wajah memerah, tangan mengepal, mata melotot, telunjuk menuding-nuding; bisa terjadi orang diam seribu bahasa untuk mengungkapkan rasa marahnya. Selain itu, kemarahan sering diikuti oleh berbagai macam tindakan kekerasan, seperti berkelahi, memukul, menendang, melempar dan membantun sesuatu. Berbagai macam tindakan kekerasan tersebut akhirnya akan menimbulkan perselisihan, pertikaian, kerusakan, kerugian atau kekejaman yang bisa membawa kurban manusia luka dan menderita.
Kemarahan bisa dipahami, kalau itu mengalir dari rasa kecewa dan prihatin terhadap situasi hidup bersama yang masih jauh dari keadilan, kedamaian dan kesejahteraan; terhadap sikap dan perilaku jahat dan koruptif yang merugikan banyak orang. Kemarahan tidak mudah dipahami, kalau itu berkaitan dengan kecemburuan terhadap keberuntungan atau nasib baik orang lain; terhadap perbuatan baik orang terhadap mereka yang berkekurangan atau menderita. Kemarahan Yunus juga tidak mudah dimengerti. Mengapa Yunus marah, melihat Allah tetap mengasihi dan menyayangi orang-orang Niniwe yang bertobat?
Bagaimanakah pengalamanku selama ini dalam hal marah: apa yang membuat diriku marah; bagaimana aku mengungkapkan kemarahanku; akibat apa yang muncul dari kemarahanku; layakkah aku marah dalam peristiwa tertentu dan marah terhadap orang itu? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)