Jumat, 22 November 2024
Why 10:8-11;
Mzm 119:14.24.72.103.111.131;
Luk 19:45-48;
KASIH sering kali dipahami sebagai sesuatu yang lembut, indah, dan membahagiakan.
Kasih sering dimengerti hadir dalam bentuk senyuman, pelukan, dan kata-kata yang menenangkan. Namun, kasih tidak selalu tampak demikian.
Ada saat-saat ketika kasih mengambil wujud yang berbeda, wujud yang mungkin tidak kita harapkan, bahkan terasa menyakitkan yaitu kemarahan.
Kemarahan dalam kasih bukanlah luapan emosi tanpa kendali. Ia adalah panggilan perhatian, peringatan, atau teguran yang bertujuan untuk mengarahkan, melindungi, atau menyelamatkan.
Seperti seorang ibu yang marah ketika anaknya bermain terlalu dekat dengan bahaya, atau seorang sahabat yang kecewa saat kita tersesat dalam pilihan yang salah. Kemarahan ini lahir bukan karena benci, tetapi karena cinta yang mendalam.
Namun, seringkali kita sulit menerima wujud kasih ini. Kita cenderung melihatnya sebagai ancaman, bukan pertanda perhatian.
Padahal, di balik nada tegas dan kata-kata yang mungkin menyakitkan, tersimpan keinginan untuk melihat kita tumbuh, berubah, dan menjadi lebih baik.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ,
kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”
Yesus marah pada kejahatan yang dilakukan oleh manusia saat itu. Karena Bait Allah, yang seharusnya menjadi tempat pertemuan antara manusia dan Allah, telah kehilangan esensinya.
Bait Allah telah berubah menjadi pasar, tempat transaksi material menggantikan doa, tempat kesucian digantikan keserakahan
Yesus marah pada manusia yang memanipulasi sesamanya, marah pada manusia yang mencari keuntungan dari kesusahan sesamanya, Yesus marah pada manusia yang memanipulasi keagamaan demi kepentingan dan kekayaan pribadi.
Yesus marah karena cintanya pada manusia. Yesus selalu mencintai manusia tanpa batas, Yesus hanya berharap manusia bertobat dan kembali kepada Allah. Yesus hanya peduli pada keselamatan manusia!
Bagaimana dengan diriku?
Apakah hatiku telah bersih dari segala niat memanipulasi agama demi keuntungan pribadiku?