Minggu, 7 Februari 2021
Bacaan I: Ayb 7:1-4.6-7
Bacaan II: 1Kor 9:16-19.22-23
Injil: Mrk 1:29-39
“PAROKI menyambut hangat dan penuh syukur atas kerelaan para sukarelawan yang terdiri dari dokter, ahli gizi, terapis, akupuntur dan relawan lainnya,” kata Ketua Pewan paroki.
“Banyak orang yang datang dan ikut kegiatan baksos pengobatan gratis ini; bahkan yang bukan beragama Katolik,” kata seorang umat.
“Mereka meski tidak merasa sakit, tetapi karena ini gratis maka mereka datang. Minimal untuk mengetahui kondisi kesehatan mereka,” kata seorang pengurus gereja lainnya.
Tiba-tiba ada suara riuh di salah satu bilik pengobatan. Ada seorang bapak yang berteriak marah.
“Tenang bapak, kami berusaha semaksimal mungkin, tetapi dari kondisi dan usia anak bapak, memang kami tidak sanggup menanganinya,” kata seorang dokter berusaha menjelaskan kondisi pasien.
“Dokter harus tahu, selama ini orang tidak tahu kondisi anak saya. Karena dokter datang dan tidak mau ke rumah saya, maka saya gendong anak ini ke sini. Tiba-tiba dokter hanya bilang tidak bisa mengobati. Dokter hanya mempermalukan saya,” kata bapak itu
“Kita berusaha pak, saya bisa memberi rujukan ke rumah sakit supaya mendapatkan pelayanan lebih menyeluruh,” kata dokter
“Tidak usah, dan tidak perlu,” kata bapak itu sambil mengendong anaknya pulang.
Banyak orang ingin sehat dan terbebas dari penyakit. Namun kadang orang tidak sabar dan tidak bisa mengikuti proses untuk menjadi sembuh. Apalagi jika orang itu dipenuhi gengsi.
Hari ini kita baca dalam Injil, “Yesus menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit, dan mengusir banyak setan.”
Tidak ada yang bisa memastikan kelangsungan hidupnya sendiri. Penyakit bisa datang setiap kali dan setiap saat.
Dalam situasi yang tidak menentu itu, keberanian menyerahkan diri sepenuhnya pada Tuhan menjadi jalan satu-satunya supaya kita tidak selalu cemas dan takut.
Semua orang ingin berbuat yang terbaik, baik dokter maupun pasien, tapi karena kesombongan diri dan gengsi seringkali kita tidak membiarkan orang lain membantu kita dengan maksimal.
Tidak kurang informasi dan himbauan soal covid tetapi selalu saja kita berhadapan dengan orang-orang yang tegar tengkuk hingga wabah tetap meraja lela.
Apakah aku mau menjadi orang yang menghentikan wabah ini?