MASA muda adalah masa yang penuh dengan kelimpahan akan mimpi-mimpi. Siapa toh orang di dunia ini yang tidak mendambakan sesuatu dalam hidup?
Semua orang pasti mendambakan sesuatu. Merindukan akan hal-hal besar untuk digapai. Kerinduan itu nantinya menjadi titik awal bagi seseorang dalam mewujudkan mimpinya.
Dan masa muda mesti dilihat sebagai gudang terbesar bagi seseorang untuk mulai bermimpi. Mulai merancang sesuatu yang besar dalam hidup. Mulai menata daya berpikir jernih, logis, dan siap menghadapi tantangan-tantangan baru.
Bermimpi mengandaikan bahwa seseorang tidak terima begitu saja akan kenyataan hidup yang ia jalani. Tidak menjadi budak atas penilaian orang lain.
Sebaliknya, bermimpi berarti berani menerobos benteng-benteng tradisi lama, menyingkap tabir-tabir kepalsuan hidup, tidak pernah menyerah, selalu optimis, mengembangkan kreativitas, menjadi tuan atas hidup, tidak mudah percaya, bertanggungjawab, berpendirian teguh, mengepalkan sayap-sayap sukacita, menebarkan pesona persaudaraan bagi semua orang, dan senantiasa bangkit dari kegagalan.
Masa muda penuh gairah
Paus Fransiskus melihat orang-orang yang menjalani masa muda sebagai orang-orang yang sedang berpetualang. Yang sedang mengukir jalan-jalan hidup mereka sendiri.
Mereka yang hendak terbang dengan membawa ranting-ranting optimis, yang berani menghadapi dunia, berdecak kagum atas apa yang dijumpai setiap hari, serta senantiasa memandang cakrawala dengan mata yang penuh harapan, ditaburi oleh khayalan-khayalan indah tentang masa depan.
Orang muda biasanya memiliki semangat yang tinggi untuk merespons sesuatu. Berbicara mengenai orang muda berarti berbicara tentang semangat yang berkobar-kobar.
Berbicara tentang sebuah gunung yang perlu ditaklukkan. Penuh keberanian. Lepas bebas. Di sana selalu ada ambisi yang besar untuk mewujudkan sesuatu.
Hemat saya, ketika seseorang menjalani masa muda itu berarti ia sedang berlayar disebuah samudera nan luas. Di sana ia mendayung sekoci berlapiskan emas. Kemilau. Pelayarannya penuh dengan kemewahan, keceriaan, penuh sukacita, karena tidak ada sekat yang dapat mengalangi pelayaran tersebut. Ia bebas menentukan tempat yang akan dihampiri.
Masa muda kiranya menjadi sebuah masa yang patut untuk disyukuri, dihargai, dan mesti dijalani secara sungguh-sungguh. Maka, menyia-nyiakan masa muda berarti menolak untuk gubris akan perayaan besar dalam hidup.
Sungguh ironis, apabila banyak menghabiskan waktu pada masa muda hanya diisi dengan kecemasan, ketakutan, kemalasan, judi-judian, bermain game online, mabuk-mabukan, atau menghamburkan harta kekayaan orang tua.
Paus Fransiskus, juga secara spesifik menekankan bahwa menghargai masa muda berarti melihat periode hidup ini sebagai sebuah kesempatan berharga yang tidak hanya dimaknai sebagai tahap yang wajib untuk dilalui begitu saja menuju pada tahap umur dewasa.
Berani memilih
“Life is choice” demikian bunyi pepatah lama. Memilih atau tidak mendapat apa-apa sama sekali.
Memilih berarti memposisikan diri sebagai bos dan bukan sebagai budak atas hidup.
Setiap hari kita dihadapakan oleh berbagai macam situasi. Mulai dari menghadapi kenyataan-kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai dengan cita-cita. Awalnya, mungkin ingin menjadi seorang seorang polisi, namun karena kondisi ekonomi orang tua yang tidak mencukupi, cita-cita itupun tidak bisa direalisasikan.
Mungkin sebelum menikah, sepasang suami isteri berjanji untuk menjalankan kehidupan rumah tangga yang damai, harmonis, jauh dari segala macam perbedaan pendapat, alhasil ketika dijalani, tidaklah sesuai yang dicita-citakan sebelumnya.
Atau seorang mahasiswa yang berkomitmen tinggi membahagiakan orangtua setelah proses perkuliahannya selesai, namun karena ada berbagai macam kendala, cita-cita itu akhirnya tidak terwujud.
Situasi-situasi semacam ini membuat seseorang untuk segera mengambil keputusan yang tepat. Keputusan itu tentu ada kaitannya dengan pilihan. Antara memilih menyerah atau segera beranjak dari masalah tersebut.
Memilih untuk tetap berpikir postitif atau membiarkan diri dirundung oleh berbagai macam perasaan negatif dengan menyalahkan diri sendiri. Semuanya tergantung dari cara seseorang dalam memilih atau menyikapi sebuah peristiwa.
Dalam hal ini, masa muda menjadi kesempatan yang baik untuk berani belajar memilih sesuatu secara baik dan benar.
Mungkin tidaklah berlebihan jika mengatakan bahwa cara pandang seseorang pada masa muda akan menentukan siapa dia di masa mendatang. Mulailah belajar untuk berani memilih sesuatu.
Menjalin persahabatan
Paus Fransiskus melihat orang muda sebagai orang-orang yang sedang mengukir jejak hidup mereka sendiri, maka hal ini menggambarkan bahwa orang muda mestinya didorong untuk menjalin relasi yang seluas-luasnya.
Berdialog sebanyak mungkin dengan orang-orang yang berpengalaman lebih. Menjalin relasi yang baik dengan semua orang.
Namun, di atas semuanya itu, paus mengingatkan bahwa tidak ada persahabatan sejati selain Yesus Kristus.
Persahatan yang pertama-tama perlu dibangun adalah persahabatan dengan Yesus.
Yesus menjadi sumber sekaligus inspirasi bagi kaum muda dalam menjalin persahabatan dengan orang lain.
Sebanyak apa pun sahabat-sahabat yang dijumpai setiap hari, kalau mengabaikan Yesus sebagai sahabat sejati, maka relasi persahabatan itu terasa belum terlalu makna.
Persis seperti kata Rasul Paulus, “Aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing (Kor 13:1).”
Berbunyi tetapi tidak berfaedah karena tidak banyak orang berminat untuk mendengar.
Bisa dibayangkan kalau orang bertanya, Siapa sahabat sejatimu? Lalu jawabannya adalah “Yesus.”
Betapa luar biasanya jawaban itu. Bayangkan. Bersahabat dengan Tuhan, betapa mengagumkan. Sungguh dahsyat.
Bersahabat dengan Yesus berarti siap dibentuk untuk menjadi perpanjangan tangan kasih-Nya bagi sesama. Bersiap untuk menyerupai segala tindak tanduk hidup kita lewat teladan Yesus.
Menjalin relasi dengan Yesus dapat menjadi bekal bagi orang muda untuk lebih memperkuat relasi mereka dengan orang lain.
Maka, tuntutannya adalah beranilah untuk menunjukkan persahabatan yang telah ditunjukkan oleh Yesus kepada semua orang.
Sebagaimana Yesus senantiasa menyapa siapa saja, tidak menjadi hakim bagi sesama, mengedepankan semangat kasih, setia pada janji-janji, dan tentu saja berani berkurban bagi orang lain.
Masih banyak yang hal-hal yang perlu diteladani dari sikap dan tindakan Yesus untuk dipelajari dalam memperkuat relasi (orang-orang muda) dengan sesama.
Adalah hal yang aneh, apabila rajin ke gereja, membakar lilin banyak-banyak di depan patung Yesus, namun hidup sehari-hari:
- lebih banyak gosip tentang kejelekan orang lain;
- menghabiskan waktu hanya untuk mencari kelemahan orang lain;
- saling memfitnah;
- mengumbar kebencian di media sosial;
- iri hati terhadap keberhasilan orang lain;
- dan berbagai macam perilaku lainnya yang menentang hukum kasih.
Saran saya, sebagai sesama orang muda, marilah sedapat mungkin untuk memohon bantuan dari Yesus agar tetap menjadi garam dan terang bagi sesama.
Meskipun harus disadari, setiap hari kita tidak pernah luput dari perilaku demikian. Tetapi apabila tetap berjalan bersama, saling mengingatkan satu sama lain, maka saya cukup yakin hidup kita setiap hari akan terus diperbaharui.
PS: Tulisan ini terinspirasi dari dokumen Christus Vivit (Kristus Hidup) yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus tanggal 25 Maret 2019.