Masuk Biara Rubiah Karmel Flos Carmeli Batu: Dicoba-gagalkan ‘Black Magic’ oleh Dukun

1
1,984 views

PADA Masa Prapaskah 2017 ini, saya kembali merenungkan perjalanan hidup panggilan saya sebagai rubiah Karmel Flos Carmeli Batu.

Saya dilahirkan dengan latar belakang bukan keluarga katolik, namun entah mengapa Tuhan memilih saya menjadi abdinya. Kalau disadari, ternyata sungguh unik rencana dan cara Tuhan memanggil saya menjadi suster biarawati rubiah di Biara Rubiah Karmel “Flos Carmeli” Batu, Jatim, ini.

Baca juga:  Karena Sekolah Minggu, Saya Jadi Katolik dan Suster di Biara Rubiah Karmel “Flos Carmeli” Batu

Waktu itu,  saya masih duduk di bangku SMP kelas II. Ketertarikan saya ingin menjadi suster rubiah itu bermula dari pengalaman melihat seorang suster di gereja saat komuni. Suster tersebut berjalan dengan jubah panjang berwarna cokelat dan memakai kerudung hitam.

Saya kagum sekaligus dibuat  keheranan menyaksikan ‘pemandangan’ tak biasa tersebut. Itu karena waktu itu, di SMP tempat saya bersekolah para susternya selalu berjubah putih.

Diam-diam mencari informasi

Dalam perjalanan waktu berikutnya, saya terus berusaha mencari info agar bisa  mengenal lebih dekat mengenai tarekat religius para suster biarawati; namun khususnya tentang  Biara Rubiah Karmel Flos Carmeli (Karmelites) di Batu. Saya juga mulai aktif mengumpulkan brosur, bahkan secara sembunyi-sembunyi nekad ikut retret.

Proses menemukan panggilan Tuhan terus berlanjut: kadang rindu, kadang juga ingin menghindar dari keinginan tersebut dan mau melupakan saja hal itu. Mengapa demikian? Itu karena saat itu memang sulit,  bahkan terasa takkan mungkin mewujudkan keinginan itu, karena keluarga besar saya bereaksi sangat keras: sangat menentang.

Saya jalani hidup waktu itu mengalir saja. Sebagai murid SMP dan kemudian SMA, saya mulai aktif berorganisasi dan juga melibatkan diri bergaul dengan banyak teman. Namun, saya tetap juga  menyiapkan diri bisa sekali waktu masuk biara rubiah karmel. Prinsip saya waktu itu adalah ini: kalau memang Tuhan memanggilku, pastilah Tuhan akan memberi jalan.

Kuliah luar kota

Saat mau kuliah, saya bilang kepada orangtua tentang keinginan saya bisa berkuliah di luar kota. Niat nekad ingin  minta bisa kuliah di luar kota itu lagi-lagi juga mendapat tentangan keras dari keluarga.

Mengapa saya ingin ‘menjauh’ dari orangtua dan sengaja ingin kuliah di luar kota? Itu karena pertimbangan saya harus bisa belajar jauh dari orangtua.

Akhirnya keinginan itu bisa kesampaian juga. Untunglah di luar kota itu ada kakak yang mau membantu biaya kuliah, walau keuangannya juga sangat terbatas.

Saya sampai tamat kuliah dan akhirnya bekerja sebagai guru. Sekian tahun meniti hidup sebagai pendidik,  ternyata keinginan untuk hidup membiara itu tak pernah hilang. Setelah bekerja tiga tahun sebagai guru dan ketika itu umur saya mulai menginjak angka 25 tahun, maka saya berpikir sederhana. Saat itu, maka pada usia sudah 25 tahun itu, maka waktunya bagi saya menentuan jalan hidup saya sendiri. Secara hukum  pun, saya tidak boleh lagi bergantung lagi pada orangtua.

Akhirnya saya berani mengambil keputusan: kali itu saya nekad ingin menjalani hidup sebagai suster biarawati rubiah di Biara Karmelites “Flos Carmeli” Batu.

Baca juga:

Malah diantar keluarga

Setelah melalui proses perkenalan yang cukup lama, akhirnya pada tanggal 28 Januari 1990, saya bisa masuk biara dan malah diantar oleh semua anggota keluarga namun  diiringi dengan banyak cucuran air mata. Mereka sebenarnya tidak rela saya telah nekad masuk biara, tetapi akhirnya mereka menyerah. Itu terjadi, setelah mereka berusaha serius merintangi saya menjalani niat dan panggilan menjadi seorang suster rubiah karmelit ini.

Bahkan, upaya merintangi keinginan saya menjadi seorang suster biarawati rubiah karmel itu dilakukan dengan  berbagai cara ‘tidak baik’.  Untuk menggagalkannya, keluarga saya sendiri bahkan menggunakan dengan cara yang tidak wajar dan tidak kristiani: katakanlah itu memakai semacam  ‘black magic’ melalui perantaraan dukun.

Tetapi, kalau Tuhan sudah punya rencana atas hidup saya, ternyata tidak ada seorang pun dapat menghalanginya.

Sebenarnya, pada tanggal 26 Januari 1990 itu, para suster sudah harus memulai jadwal retret tahunan mereka. Namun, ketika saya terlambat masuk biara karena ‘urusan keluarga’, maka jadwal retret tahunan itu akhirnya diundur  tanggal 28 Januari malam setelah saya akhirnya jadi datang masuk biara.

Itu karena tanggal 27 Januari 1990 waktu itu adalah Imlek.  Oleh keluarga, saya tidak boleh berangkat masuk biara, sebelum berkumpul bersama keluarga untuk merayakannya.

Barulah keeesokan harinya, tanggal 28 Januari 1990, saya boleh berangkat meninggalkan rumah selamanya dan datang ke Biara Rubiah Karmel “Flos Carmeli” Batu dan masuk biara.

Dijenguk walau baru satu pekan

Peraturan biara mengatakan demikian: selama tiga bulan pertama, para calon tidak boleh dikunjungi keluarga. Tapi keluarga saya nekad. Belum sampai waktunya tiga bulan terpenuhi, kedua orangtua dan para saudara saya nekad datang mengunjungi saya di Batu.

Padahal, itu baru satu pekan berjalan sejak saya masuk biara.

Untunglah, pemimpin biara (yang biasa disebut Priorin) berani mengambil kebijakan fleksibel. Kedatangan rombongan besar keluarga saya tidak ditolak Priorin. Sebaliknya, mereka malah diterima masuk dengan sangat hangat. Mereka bahkan diajak masuk biara di bagian dalam dan diajak berkeliling masuk klausura biara yang sebenarnya tidak boleh dan tidak biasa. Mereka juga diantar melihat dan masuk kamar saya, ruang makan biara, dan melihat isi ‘dalam’ seluruh ruangan biara dan tempat-tempat tertentu.

Setelah kunjungan dadakan itu, reaksi kedua orangtua menjadi  lebih tenang, walau masih berat hati. Mereka mulai bisa menerima kenyataan bahwa saya telah masuk biara. Di kemudian hari, mereka masih berlanjut suka  datang berkunjung dengan wajar sesuai peraturan biara.

Namun demikian,  biara tetap menjaga perasaan orangtua saya, kalau datang berkunjung tidak diajak ke ruang tamu yang berbatas terali besi seperti di penjara, tetapi di ruang pertemuan umum yang tidak ada sekatnya.

Terima kasih Tuhan

Kini sudah 27 tahun saya menghidupi dan meniti jalan hidup panggilan Tuhan, juga kadang jatuh-bangun, dengan perjalanan suka-duka tetap mewarnai hidup saya. Namun saya tetap berkehendak menghayati dengan penuh suka cita dan memaknai hidup saya sebagai suster biarawati rubiah karmelit ini sebagai persembahan diri bagi mereka yang membutuhkan doa dan kurban.

Semoga berkat rahmat Tuhan sendiri, saya dimampukan untuk tetap setia sampai akhir hidup sebagai rubiah di Biara Karmel Flos Carmeli Batu. Saya dimampukan menjalani keseharian bernafaskan hidup doa, pemohon rahmat bagi Gereja dan dunia. Amin.

Masuk Biara Rubiah Karmel Flos Carmeli Batu: OK, Yes, Siapa Takut?

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here