Mau Gaji Lebih Baik? Sekolah Katolik Jawabannya!

7
3,844 views

OAKLAND, CA.  SESAWI.NETBILA anak anda bersekolah di Sekolah SMA Katolik di Amerika Serikat, anda bisa sedikit tenang dengan adanya “jaminan” 99 persen anak anda pasti lulus dan melanjutkan ke pendidikan tinggi. Tidak hanya itu, di masa depan, penghasilan anak anda lebih dijamin lebih baik dari lulusan SMA negeri, hingga sebesar 18 persen.

Demikian sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Michigan State University-Oakland baru-baru ini pada sekitar 3500 orang lulusan SMA. Meskipun diakui bahwa para siswa yang masuk Sekolah Katolik pada umumnya adalah siswa dengan IQ tinggi dan dari keluarga yang terdidik dan kaya, namun bila variabel ini pun dikontrol, lulusan SMA Katolik masih memiliki pendapatan 10 persen lebih besar daripada lulusan sekolah negeri.

Apa kunci sukses sekolah katolik? Menurut penelitian ini, kunci suksesnya ada pada fakta bahwa di sekolah katolik, para siswa belajar Matematika dan bahasa (termasuk bahasa asing) lebih banyak dari siswa sekolah lain dan juga adanya guru-guru yang terdidik dengan pendidikan lanjut dan berpengalaman.

Siswa di SMA Katolik paling tidak belajar Matematika satu semester lebih banyak dibanding siswa SMA negeri. Untuk bidang bahasa, 90 persen Siswa di SMA Katolik paling tidak belajar bahasa-bahasa asing selama 2 semester, dibandingkan dengan lebih dari 50 persen siswa SMA negeri yang tidak mempelajari bahasa asing sama sekali.

Kurikulum yang memberi kesempatan para siswa belajar matematika secara komprehensif dan juga bahasa, termasuk beberapa bahasa asing secara mendalam rupanya memberi pengaruh yang besar pada formasi intelektual para siswa. Pengetahuan mendalam dan terlatihnya mereka dalam dua bidang ini memberi pengaruh yang sangat signifikan ketika mereka menghadapi ujian masuk ke universitas. Ini sebabnya mengapa jumlah siswa SMA Katolik yang melanjutkan ke pendidikan tinggi lebih banyak dua kali lipat dibandingkan sekolah lain.

Dari sisi tenaga pendidik, lebih dari separuh guru-guru di SMA Katolik memiliki gelar master, dan beberapa memiliki gelar doktor, sedangkan yang lain memiliki lebih dari satu gelar sarjana dari berbagai bidang. Mereka menempuh pendidikan lanjut ini melalui summer course atau kelas khusus sembari mereka bekerja. Sebagai perbandingan, penelitian ini menunjukkan bahwa hanya 27 persen dari guru SMA Negeri yang memiliki gelar sarjana lebih dari satu.

AUGUSTINUS WIDYAPUTRANTO

Sumber: Miller-McCune

Photo Credit: www.pacatholic.org

7 COMMENTS

    • Mungkin berbeda ya.Karena di Indonesia, sekolah katolik masih berkutat pada soal pembiayaan pendidikan. Isunya masih belum beralih dari situ sehingga tergopoh-gopoh dalam kompetisi lokal dan untuk survive.Boro-boro mikirin gurunya studi lanjut,wong untuk bisa memiliki fasilitas kelas wahid saja masih sulit. Ada masalah manajemen di sini.

  1. Sy agak berbeda pendapat dg riset ini,krn kualitas pendidikan seakan hanya diukur dg penghasilan alumninya.tujuan pendidikan tdk sekedar untuk penghasilan bukan.riset ini hanya sekedar mengukur aspek kuantitatif mengesampingkan aspek kualitatif.di kota besar dimana banyak pilihan sekolah bagus, sy sbg ortu tetap memilih sekolah katolik karena kekhasan pengajaran katolik akan mengiringi kemajuan kognitif anak sepanjang masa pembelajarannya. Tidak timpang.

  2. Yang namanya riset memang harus memilih sisi mana yang mau dipandang. Saya berpendapat riset ini mau melihat output SMA Katolik dari faktor tingkat kelulusan, dan sejauh mana mereka bersaing dalam dunia kerja. Variabel penghasilan dan tingkat kelulusan dengan demikian sangat wajar sekali untuk dijadikan indikator. Saya tidak melihat riset ini mau “mengkerdilkan” makna pendidikan. Saya kira ini hanya karena “pilihan” metodologis dan variabel kuantitatif. Maka kata “mengesampingkan” bisa dipahami dalam konteks metodologi penelitiannya, tetapi bukan dalam konteks pendidikan itu sendiri.

  3. Mari kita mimpi bersama agar sekolah-sekolah katolik kita, terutama di kota-kota kecil bisa seperti itu. Saya dengar beberapa sekolah terpaksa ditutup dan dijual karena sedikitnya murid dan minimnya sarana dan prasarana pendidikannya. Bahkan mereka tidak sanggup lagi menggaji guru honorer secara layak, sementara beberapa sekolah katolik ‘maju’ di kota-kota besar dipakai sebagai ajang mengeruk untung bisnis. Di Jakarta dan beberapa kota besar lain, sekolah yang memakai embel-embel internasional adalah bisnis yang sangat bagus, yang sepertinya tak kan pernah rugi dan pengembalian modal cepat. Bagaimana dengan pelayanan pendidikan nilai-nilai mereka? Asal ada kegiatan bagus, didokumentasikan dan dipamerkan itu sudah cukup.

  4. Menarik bila kita berbicara tentang pendidikan di Indonesia. Saya bukan seorang pengamat pendidikan. Sehingga saya ingin berpendapat dari pengetahuan seorang awam yang mungkin banyak kurang pasnya, harap maklum:)

    Mungkin dalam hati kecil umat Katolik, mereka berkeinginan dan senang jika dapat menyekolahkan anak2 mereka di sekolah katolik. Sayangnya, sekolah Katolik bukanlah sekolah yang murah. Jika dibandingkan dengan sekolah negeri utamanya. Katanya ada sekolah Katolik yang murah, tetapi saya sendiri tidak mengetahui sekolah Katolik yang mana itu.

    Disisi lain, saya dapat pahami juga betapa sulitnya mengelola keuangan bagi sekolah Katolik. Banyak diantara sekolah2 tsb yang defisit atau terpaksa gulung tikar. Mungkin perlu dicari beberpa alternatif agar semakin banyak anak2 dapat mengenyam pendidikan di sekolah katolik di satu sisi dan bagaimana sekolah katolik dapat bertahan dengan kondisi financialnya di sisi ynag lain.

    Lebih lanjut lagi, sekolah katolik dewasa ini dituntut untuk terus berbenah diri agar tidak tertinggal dengan sekolah2 lain terutama yang berembel-embel sekolah international or sekolah plus. Tentu harapnnya sekolah katolik tidak hanya mampu membuat siswanya menjadi cerdas, mampu bersaing di dunia kerja, dapaet gaji yang tinggi atau indikator2 materi lainnya, namun lebih dari itu..siswa yang mempunyai kepribadian yang kuat sehingga menjadi ‘berbeda’ dengan siswa sekolah lainnya 🙂

    Saya percaya, banyak orang2 Katolik yang punya kompetensi dalam hal pendidikan ini. Harapan saya, semoga mereka dapat mewujudkan sekolah katolik yang handal 🙂 semoga…..

  5. Setuju dengan Mas Augustinus Widyaputranto , riset kuantitatif memang harus memilih indikator ukuran keberhasilan studi, dan riset ini memakai indikator-indikator itu (gaji setelah lulus, % lulusan yang melanjutkan ke pendidikan tinggi). Terlepas dari itu, pertanyaan besarnya adalah: bisakah kisah sukses AS itu terulang di Indonesia? Sekolah Katolik Indonesia pernah mengalami masa keemasannya, tapi sekarang harus menghadapi realita berat: bahkan untuk survive saja banyak sekolah Katolik tidak bisa. Apakah bisa para alumni sekolah Katolik (dari berbagai sekolah) membentuk dana abadi untuk mengatasi (sebagian) masalah pendanaan sekolah Katolik?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here