Selasa, 12 Maret 2024
- Yeh. 47:1-9,12;
- Mzm. 46:2-3,5-6,8-9;
- Yoh. 5:1-16.
- DALAM kehidupan bersama, kita baru bisa disebut sesama jika kita berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan orang lain.
Upaya untuk menjadikan diri sendiri menjadi manusia yang individualis, memisahkan diri dari orang lain, dan acuh tak acuh justru akan menimbulkan persoalan tersendiri. Baik itu persoalan dalam diri sendiri atau pun persoalan hubungan sosial kemasyarakatan, yang pada akhirnya akan melahirkan penderitaan dalam dirinya.
Menghargai kemanusiaan memerlukan kesadaran totalitas, bukan sekedar menahan diri dengan tidak mengganggu atau mengusik orang lain, atau hanya bersifat pasif semata. Menghargai kemanusiaan lebih ditekankan bagaimana manusia memperlakukan manusia lain melalui pikiran, ucapan, maupun perbuatan atas dasar nilai-nilai universal kemanusiaan.
Dengan lain kata, menghargai kemanusiaan adalah sebagaimana manusia memanusiakan manusia itu sendiri. Membiarkan sesama menderita dan berkekurangan adalah sebuah kejahatan kemanusiaan.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Maukah engkau sembuh?”
Jawab orang sakit itu kepada-Nya: “Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku.”
Orang yang sakit itu sangat merindukan kesembuhan, sangat ingin mendapatkan mukjizat namun sesama atau orang sekeliling sibuk dengan urusan keselamatan dirinya sendiri, harapan dan kerinduan orang yang sakit itu tidak pernah terpenuhi.
Ketidakpedulian membuat karya Allah tersumbat dan mukjizat pun tidak terjadi pada orang yang sangat merindukan. Demikian juga dengan kita, ketika kita tidak peduli dengan orang lain, Tuhan sendiri yang bertindak dan menyembuhkan serta memenuhi kerinduan orang-orang yang merindukan perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan.
Mukjizat terjadi karena iman pribadi dan iman komunitas, Tuhan mengajarkan kepada kita untuk tidak hanya fokus pada tujuan dan kerinduan akan kepentingan hidup sendiri, namun juga pada sesama yang membutuhkan hingga kehendak dan karya Allah terlaksana.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku peduli pada penderitaan sesama?