Puncta 06.03.24
Rabu Prapaskah III
Matius 5: 17-19
BEGAWAN Wisrawa adalah seorang resi, pertapa, orang bijak yang mengajarkan kebajikan kepada seluruh makhluk hidup. Banyak cantrik dan muridnya belajar menimba ilmu kebijaksanaan di pondok pertapaannya.
Namun sayang, ketika dia mengajarkan ilmu tinggi “Sastra jendra hayuning rat pangruwating diyu” kepada Dewi Sukesi, Wisrawa gagal menjadi guru yang baik.
Dia tergoda oleh kecantikan dan kemolekan gadis muda nan cantik jelita dari Kerajaan Alengka.
Bukan ilmu kasampurnan yang diajarkan tetapi mereka berdua asyik masyuk mengumbar kesenangan demi memenuhi hasrat nafsu yang menggelegak. Hilang sifatnya guru dan murid. Yang ada hanya gelora nafsu laki-laki dan perempuan.
Akibatnya, lahirlah Rahwana, Kumbakarna dan Sarpakenaka. Mereka adalah gambaran manusia yang jahat, serakah, dan suka mengumbar nafsu. Wisrawa bisa mengajarkan, namun tidak berhasil menjalankan apa yang diajarkan.
Yesus datang tidak untuk meniadakan hukum Taurat. Ia datang untuk menggenapinya. Taurat adalah kitab moral hidup yang baik bagi Bangsa Israel.
Hanya saja banyak ahli Taurat yang pandai mengajarkan, namun mereka tidak memberi contoh hidup baik bagi orang banyak.
Yesus hadir untuk mengisi lubang kosong yang tidak dilakukan oleh para ahli Taurat. Yesus mengajarkan sekaligus melaksanakan apa yang diajarkan itu.
Kendati harus menerima resiko atas pengajaran-Nya, Yesus setia dan konsisten melaksanakan sabda-Nya.
Keteladanan itulah yang kita butuhkan dalam kehidupan bersama. Tidak cukup hanya mengajar, menasihati, memberi perintah, tetapi juga melaksanakan atau mempraktekkan sendiri apa yang diajarkan. Itu lebih penting untuk dilakukan.
Yesus berkata, “Siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi dalam Kerajaan Surga.”
Melakukan dan tidak sekedar mengajarkan itulah wujud dari keteladanan.
Marilah kita berani menjadi teladan walau tindakan kecil sekalipun, karena itu akan ditiru dan dikenang sepanjang waktu oleh orang-orang di sekitar kita.
Gigit cabe dicampur bakwan,
Cabenya satu bakwannya delapan.
Memang berat harus jadi teladan,
Tapi berkatnya tak berkesudahan.
Cawas, teladan adalah guru yang terbaik
Rm. A. Joko Purwanto Pr