Renungan Harian
Jumat, 12 November 2021
PW. St. Yosafat, Uskup dan Martir
Bacaan I: Keb. 13: 1-9
Injil: Luk. 17: 26-37
“ROMO, saya sungguh menyesal dengan apa yang telah saya lakukan. Saya juga bingung kenapa saya waktu itu memutuskan ikut-ikutan teman. Dengan akibat seperti ini.
Sesungguhnya saya tidak tahu rencana itu mulai kapan dan bagaimana, saya cuma diajak dengan jaminan yang meyakinkan sehingga saya tidak berpikir panjang untuk ikut.
Saya mendapatkan hukuman 18 bulan penjara. Dan pada saat kejadian sebenarnya masa hukuman saya tinggal dua bulan lagi.
Tetapi karena kejadian itu, saya harus tinggal di penjara ini lebih lama lagi; belum lagi luka yang saya dapat karena ditembaknya kaki saya.
Dua hari sebelum kejadian, teman saya mengajak saya untuk melarikan diri dari penjara ini.
Teman saya mengatakan bahwa semua sudah direncanakan dengan baik. Teman juga mengatakan nanti kalau sudah di luar saya akan bebas dan tidak akan ada masalah karena ada teman di luar yang menjamin pelarian kami dan melindungi kami.
Sebenarnya saya sudah menolak ajakan teman tadi, karena saya bebas tinggal sebentar lagi.
Namun bujukan teman itu menggoda saya, karena iming-iming jaminan hidup dan perlindungan setelah berhasil melarikan diri.
Belum lagi keberhasilan melarikan diri akan mendapat pengakuan luar biasa di antara teman-teman.
Memang benar apa yang dikatakan oleh teman saya, bahwa semua sudah direncanakan dengan baik.
Malam itu, rasanya pelarian kami terasa lancar. Kami bisa keluar dari penjara seperti mudah dan saya merasakan sebuah kebebasan dan kemenangan.
Namun itu tidak lama, karena hari-hari kami selalu diliputi ketakutan dan kecemasan. Kami harus selalu bersembunyi, dan menghindari perjumpaan dengan orang.
Berhari-hari hidup kami amat susah, selain harus selalu bersembunyi kami mulai kelaparan dan susah untuk mendapatkan makanan.
Dan apa yang kami khawatirkan terjadi, saat kami sedang tidur di tempat persembunyian kami terkepung, dan karena kami berusaha lari, kami dilumpuhkan.
Kaki saya terkena tembakan yang membuat saya tersungkur dengan kesakitan luar biasa.
Itulah romo, andai saja saya waktu itu tidak ikut tentu saya sudah bebas dan hidup tenang,” seorang berkisah saat saya mengunjungi penjara.
Kisah yang bagi saya menyeramkan dan menyedihkan.
Saya sendiri sempat berpikir: “Kenapa dia tidak menyelesaikan saja hukumannya yang tinggal 2 bulan.”
Bayangan akan kebebasan, bayangan akan hidup bebas dengan jaminan serta kurang berpikir panjang mengakibatkan dia harus menjalani hidup di penjara lebih lama dan menderita, bahkan hampir membuat nyawanya melayang.
Dalam hidup beriman sering kali mirip dengan cara bertindak teman warga binaan itu.
Bayangan akan hidup bebas; bayangan kesenangan yang lebih membuatku sering memilih jalanku sendiri dan tidak jarang sebuah pilihan jalan pintas.
Akibatnya membuat hidup menjadi tidak bahagia dan tidak menjadi damai. Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas:
“Barang siapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barang siapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.”
Bagaimana dengan aku?
Adakah aku mampu membuat pilihan-pilihan baik untuk tekun dan setia?