Melawan Fitnah di Jalan Kemuridan

0
123 views
Ilustrasi: Korban fitnah. (Kompasiana)

Minggu, 9 Juni 2024

Kej. 3:9-15;
Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8; 2 Kor. 4:13 5:1;
Mrk. 3:20-35.

TIDAK ada satu pun orang yang mau menjadi korban fitnah. Memang benar, tidak semua orang bisa mengendalikan mulutnya sendiri. Hingga yang keluar dari mulut kadang bisa menjadi racun dalam hidup bersama.

Menghadapi fitnah merupakan ujian berat dalam kehidupan. Sabar adalah sikap yang luar biasa penting ketika dihadapkan pada fitnah. Fitnah, dapat berupa tuduhan palsu, celaan, atau ujaran kebencian. Fitnah bisa berakibat negatif pada diri seseorang, karena mengguncang kestabilan emosional dan mental seseorang.

Menghadapi hal tersebut, kita sebaiknya tetap tenang dan menyikapi dengan kepala dingin. Kita boleh mendengarkan omongan mereka apabila ada kritikan yang bersifat membangun. Namun jika yang dikatakan hanya fitnah, maka lebih baik kita hiraukan saja.

“Tidak berbuat yang tidak benar saja sudah digosipkan yang macam-macam,” kata seorang sahabat.

“Saya sangat heran bahwa mereka tega menyebarkan berita yang tidak benar. Padahal mereka adalah orang-orang yang selama ini saya anggap sebagai sahabat. Tapi ternyata mereka itu seperti ember bocor, omong kemana-mana sesuatu yang dia simpulkan sendiri.

Fitnah itu terjadi karena asumsi, kenyataan yang terjadi menjadi tidak begitu penting, karena orang hanya ingin menyuarakan pikiran dan perasaannya sendiri meski tanpa bukti.

Meskipun tidak nyaman menghadapi fitnah namun saya ingin tetap sabar dan biarlah waktu yang menjelaskan semuanya,” kata sahabatku itu.

Dalam bacaan Injil yang kita dengar hari ini, “Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.”

Markus menguraikan perlakuan brutal yang diterima oleh Yesus. Yesus yang berbuat baik, namun difitnah dan dituduh sebagai pengikut setan.

Ia menyembuhkan banyak orang, tetapi dilukai dan diperlakukan tidak manusiawi. Ia bekerja keras melakukan kebajikan, tetapi dianggap jiwanya terganggu dan gila. Ia banyak menanggung penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, Imam-imam kepala dan Ahli-ahli Taurat sampai akhirnya dibunuh.

Yesus mengingatkan bahwa penolakan, fitnah bahkan penderitaan adalah harga dari kemuridan. Dalam segala zaman orang-orang percaya mengalami hal serupa, ditolak dan sering dituduh sebagai orang sesat dan kafir. Kadang-kadang disingkirkan dan ditolak untuk menempati posisi-posisi strategis.

Menghadapi semua itu hendaklah catatan Markus tentang Yesus menjadi teladan. Kita harus akrab dengan penolakan. Merangkul rasa sakit dan tetap mengasihi walau dimusuhi.

Kualitas diri kita justru harus memancar di tengah fitnah dan penolakan, karena itulah bukti kemuridan kita.

Bagaiman dengan diriku?

Apakah aku tetap berjuang di jalan kemuridan meski ditimpa fitnah?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here