Melihat Kembali Sejarah 173 Tahun Kongregasi Suster SFIC: 24 Juni 1844 – 2017 (3)

1
3,445 views
Lima suster SFIC misionaris pertama yang merintis karya SFIC di Indonesia, tepatnya di Singkawang - Kalbar mulai tanggal 28 September 1906. (Dok. SFIC Indonesia)

PADA tanggal 24 Juni 2017 pukul 17.00 WIB lalu dan bertempat di kapel Susteran SFIC St. Willibrordus Pontianak diselenggarakan misa syukur meriah dalam rangka merayakan 173 tahun berdirinya Konggregasi Suster Fransiskus dari Perkandungan tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC).

SFIC adalah akronim untuk Sorroum Fransiscalium ab Immaculata Conceptione a Matre Dei yang dalam bahasa Indonesia resmi diterjemahkan sebagai Konggregasi Suster Fransiskus dari Perkandungan tak Bernoda Bunda Suci Allah.

Hari itu juga bertepatan dengan Hari Raya kelahiran St. Yohanes Pembabtis dalam kalender liturgi Gereja. Misa syukur ini dipersembahkan oleh Vikjen Keuskupan Agung Pontianak yakni Pastor William Chang OFMCap.

Dalam homili singkatnya, ia  mengantar para suster SFIC untuk belajar dari keteladanan St. Yohanes Pembabtis yang mengajarkan spiritualitas kerendahan hati. Kerendahan hati Yohanes Pembabtis tampak dalam pewartaannya dan tindakannya (bdk. Yohanes 1:19-28)

“Yesus harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (bdk. Yohanes 3:30).

Pastor William Chang OFMCap juga mengajak para suster SFIC untuk belajar juga dari spiritualitas kerendahan hati St. Fransiskus Assisi yang membawa suka cita “mengecilkan seluruh pribadi, membesarkan orang lain.”

Tindakan ini hendaknya tampak dalam hidup persaudaraan, doa dan karya pelayanan.

Setelah misa syukur,  acara dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan malam bersama di refter Komunitas Susteran SFIC St. Willibrordus Jl. AR. Hakim 104 Pontianak.

Pesta sederhana dengan makan malam bersama.

Baca juga:

Rumah Induk Biara SFIC di Veghel, Negeri Belanda. (Ist)

Kelahiran Kongregasi SFIC

Tanggal 24 Juni 1844  –tepatnya 173 tahun yang lalu—ada tiga orang suster pertama dari Veghel, Belanda yang inovatif. Mereka adalah  Sr. Teresia van Miert, Sr. Bernardina van Hoof, dan Sr. Fransisca de Roij.

Saat itu, ketiga suster muda itu baru saja  menyelesaikan masa pembinaan sebagai novis di Roosendaal dengan didampingi oleh Mère Marie Joseph yang waktu itu menjadi pemimpin komunitas Biara Rosendaal.  Mereka dibina dengan semangat Fransiskan penitenten recollectinen.

Kedatangan ketiga suster muda itu disambut hangat oleh Pastor Johannes Bernardinus van Miert,  pastor kepala paroki di Veghel yang kebetulan juga terbilang paman  Sr. Teresia van Miert.

Ibu Pendiri Kongregasi Suster SFIC Sr. Teresia van Miert.

Dua hari kemudian Sr. Teresia van Miert diangkat oleh Mère Marie Joseph menjadi pemimpin komunitas sementara.

Pada tanggal 19 September 1844, ketiga suster pertama itu lalu mengikrarkan kaul kekalnya. Sesuai konstitusi, Sr. Teresia van Miert akhirnya terpilih menjadi pemimpin umum.

Uskup Keuskupan Den Bosch di Negeri Belanda yakni Mgr. Zwijsen berkenan mensahkan proses pemilihan dan kemudian mengukuhkannya secara gerejawi serta  mengangkat Sr. Teresia van Miert menjadi pemimpin umum untuk masa enam tahun bagi komunitas religius yang baru berdiri.

Tiga suster pertama SFIC bernama Sr. Teresia van Miert, Sr. Bernardina van Hoof, dan Sr. Fransisca de Roij. (Dok. SFIC)

Pada tanggal 24 April 1870, kongregasi para suster ini resmi mendapat pengakuan sebagai lembaga religius di Roma dengan nama “Sororum Franciscalium ab Immaculata Conceptione a Beata Matre Dei” yang kini kita kenal dengan nama akronimnya: SFIC.

Anggaran Dasar dan Konstitusi Kongregasi disahkan oleh Paus Pius IX. Pada tanggal 8 Desember 1929,  Konstitusi SFIC ditinjau lagi untuk kemudian kembali disahkan oleh Paus Pius XI.

Karya misi SFIC

Tahun-tahun setelah pendirian, Kongregasi  SFIC ini terus berkembang dengan cepat dan mudah. Jumlah anggota semakin bertambah banyak.  Karya dan rumah-rumah cabang juga bertambah. Hal ini bukan saja terjadi  di sejumlah keuskupan di Nederland, tetapi juga di negara-negara lain.

Berikut ini, sekilas jejaklangkah karya misi SFIC yang terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia.

  • 1906: Para suster misionaris SFIC generasi pertama berhasil menapakkan kakinya di Bumi Borneo, tepatnya di  Singkawang.  Pada tanggal 28 November 2017 mendatang, kami akan merayakan  kehadiran SFIC di Borneo genap 111 tahun.
  • 1929: Para suster SFIC generasi pertama berhasil mendarat di Filipina.
  • 1962: Mereka merintis karya misi di Tanzania, Afrika Timur. Namun karya SFIC di Tanzania hanya bertahan hingga tahun 1975  dan  sekarang karya misi ini sudah tutup.
  • 1985: Merintis karya misi di Bangkok, Ibukota Thailand.
  • 1989: Mengawali karya misi di Tokyo, Jepang.
  • 1994: Merintis misi bersama di Kenya, Afrika, dengan membuka sebuah unit komunitas internasional.
  • 2008: Merintis karya di Kanada.
  • Tahun 2010: Mengawali karya di kawasan Filipina Selatan.
Para suster misionaris SFIC generasi pertama merawat dan memelihara anak-anak lokal di Singkawang, Kalbar. (Dok. Konggreasi SFIC)

Awal kehadiran SFIC di Indonesia

Karya awal misi SFIC ke Bumi Borneo –tepatnya di Singkawang, Kalimantan Barat—itu terjadi atas  undangan Pater Prefek yakni  Mgr. Pacificus Bos OFMCap atas nama Saudara-saudara Dina Kapusin dan umat muda katolik Kalimantan Barat. Atas undangan tersebut, maka pada tanggal 28 November 1906, mendaratlah lima orang suster SFIC perintis karya misi di Borneoa.

Lima suster SFIC misionaris pertama yang merintis karya SFIC di Indonesia, tepatnya di Singkawang – Kalbar mulai tanggal 28 September 1906. (Dok. SFIC Indonesia)

Kelima suster perintis SFIC  generasi pertama di Borneo adalah sebagai berikut:

  • Sr. Rogeria Vissers SFIC.
  • Sr. Silvestra van Grinsven SFIC.
  • Sr. Alexia Helings SFIC.
  • Sr. Emerentiana van Tiel SFIC.
  • Sr. Fidelia Grassens SFIC.

Mereka berlima berhasil tiba berlabuh di Borneo, tepatnya di Singkawang, Kalimantan Barat , pada tanggal 28 September 1906.

Dalam buku sejarah rumah (historia domus) yang ditulis dalam format kronologi, dikisahkan betapa besar  perjuangan dan tantangan besar yang harus dialami dan ditanggung oleh para suster misionaris SFIC generasi pertama ini. Ibarat kata, mereka datang dari negeri ‘modern’ di Negeri Belanda dan sekarang (baca: waktu itu di tahun 1906) mereka secara tiba-tiba telah ‘terlempar’ jauh dari negara asal dan masuk dalam ‘kubangan’ dunia baru yang belum maju: Indonesia, tepatnya Borneo di Singkawang.

Para suster SFIC mengajar anak-anak di asrama. (Dok. Kongregasi SFIC)
Para suster SFIC mengasuh bayi di RS Singkawang. (Dok SFIC)
Kandang ternak yang dimiliki para Suster SFIC di Singkawang pada tahun 1929. (Dok. SFIC)

Yang mereka hadapi adalah medan karya yang sungguh asing; alam yang belum terolah dengan baik, fasilitas sosial sangat miskin, plus aneka tantangan riil yang mereka hadapi sehari-hari: perbedaan iklim yang sangat kontras, tidak kenal bahasa lokal, wabah penyakit menular yang mematikan saat itu seperti kolera dan malaria. Belum lagi krisis pribadi yang sering mereka alami seperti merasa terasing di negeri orang, kesepian, dan susahnya berkomuikasi dengan orang lokal.

Makan bersama komunitas para suster SFIC generasi awal di Singkawang. (Dok. SFIC)
Suster misionaris SFIC generasi awal dengan anak-anak lokal yang diasuhnya. (Dok.  SFIC)
RS Vincentius di Singkawang, Kalbar yang sejak awal diampu oleh para Suster SFIC. (Dok. SFIC)

Namun semangat ingin  memulai karya kasih bagi berseminya Kerajaan Allah akhirnya menjadikan kelima suster SFIC misionaris generasi pertama di Borneo ini tetap tahan banting. Ini tertuang dalam sesanti yang berbunyi sebagai berikut:

“Siapa yang mau mempersiapkan diri bagi hidup misi, haruslah dengan segenap jiwa dan segenap hati berusaha bermatiraga, sebab itulah liku-liku hidup misi”   –Sr. Emerentiana van Tiel, Pemimpin Misi.

Para suster merawat dengan kasih para penduduk Singkawang yang di tahun 1911 terkena wabah kolera sehingga harus mengungsi ke permukiman di tengah kebun kelapa. (Dok. SFIC)
Para suster SFIC dengan semangat kasih dan belarasa tinggi merawat para pasien lokal di Singkawang, Kalbar. (Dok. SFIC)

SFIC di empat keuskupan di Indonesia

Karya awal para suster misionaris SFIC generasi pertama di Singkawang, Kalbar ini terjadi di medan karya kasih. Antara lain dengan karya riil  mendukung para pastor misionaris Kapusin dalam upaya membawa Kabar Gembira melalui jalur pendidikan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat: mengajar putera-puteri masyarakat lokal, merawat orang sakit, orang kusta, menampung anak yatim-piatu dan terlantar.

Seiring dengan perkembangan zaman yang berkembang di Indonesia hingga saat ini, maka jejak karya SFIC sekarang ini ada di empat wilayah keuskupan.

  • Sebanyak 10 unit komunitas Suster SFIC di Keuskupan Agung Pontianak.
  • Empat unit komunitas suster SFIC di Keuskupan Sanggau.
  • Hanya satu unit komunitas Suster SFIC di Keuskupan Agung Jakarta.
  • Tiga unit komunitas Suster SFIC di Keuskupan Agung Makassar.

Adapun medan pelayanan karya yang ditangani oleh para suster SFIC mencakup:

  • Layanan kesehatan.
  • Pendidikan formal sekolah, pendidikan dan pembinaaan orang-orang muda di asrama.
  • Pembinaan rohani melalui rumah retret dan rumah pastoral.

Sejarah karya misi SFIC di Indonesia telah mencatat, sedikitnya ada sebanyak 119 orang suster misionaris SFIC asal Negeri Belanda yang pernah berkarya di Indonesia. Yang terakhir kembali pulang mudik ke Nederland setelah bertahun-tahun berkarya di Indonesia adalah Sr. Marie Getrude van Schie. Ia kembali pulang ke Belanda di September 2004.

Generasi kedua

Kini, karya agung para suster misionaris SFIC dari Negeri Belanda ini sudah mulai diteruskan oleh generasi kedua yang terdiri dari para suster pribumi asal Indonesia.

Ibarat pepatah yang berbunyi “patah tumbuh, hilang berganti”, maka kehadiran SFIC di Indonesia yang telah dirintis oleh para suster SFIC misionaris generasi awal kini telah diteruskan oleh para suster SFIC generasi kedua, hasil didikan generasi pertama.

Karya agung para suster SFIC ini perlu diteruskan oleh generasi-generasi selanjutnya. Karena itu, SIFC membuka kesempatan bagi para pemudi katolik yang tertarik ingin menjadi suster biarawati  SFIC, maka kami membuka pintu lebar-lebar menanti kedatangan Anda sekalian.

Hidup dan karya Anda melalui SFIC akan berguna bagi Gereja Katolik, bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini. Mari bergabung dengan SFIC sebagai anggota Kongregasi Suster Fransiskus dari Perkandungan tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC).

Motto SFIC

Kami memiliki semangat karya yang terumus dalam sebuah motto yang berbunyi “Dengan demi cinta Allah” sebagaimana telah dirumuskan oleh Ibu Pendiri Kongregasi SFIC yakni Sr. Teresia van Miert.

Rumusan semangat itu ditancapkan di dada setiap suster SFIC sebagai jawaban atas panggilan Tuhan untuk melakoni hidup bhakti di dalam Gereja dengan cara mengabdikan diri bagi kebutuhan zamann melalui berbagai karya yang sejak dulu dikerjakan oleh para suster SFIC. Itu antara  pendidikan, katekese, perawatan orang sakit dan jompo, karya sosial, dan karya misi.

Hal ini hendaknya membuka mata para suster SFIC generasi penerus untuk selalu melakukan pertobatan terus-menerus tanpa henti, senantiasa mendalami Injil sesuai  cara St. Fransiskus Assisi menghayati Injil dan menurut teladan para suster pendahulu. Semoga para suster SFIC  di masa sekarang dan yang akan datang senantiasa dimampukan untuk terus menjadi pewaris semangat Ibu Pendiri Kongregasi dan para suster misionaris SFIC generasi awal.

Menyambut 173 tahun SFIC

Ini adalah catatan reflektif kami para suster SFIC dalam rangka menyambut 173 tahun berdirinya Kongregasi SFIC. Dengan demikian, tulisan pendek ini  hendaknya menjadi pelecut bagi peneguhan semangat untuk selalu  siap diutus kemana pun, tidak gentar bertolak menuju perairan yang semakin lebih  dalam, berenang mengarungi arus zaman yang semakin modern ini.

Kami senantiasa berkeinginan untuk terus membaharui diri: Bagaimana pelayanan SFIC ini bisa  semakin bermutu berkat ditunjangnya   kemajuan IPTEK dan arus globalisasi ? Utamanya mengawal semangat  dalam wujud komitmen untuk selalu berpihak kepada yang miskin dan menderita di tengah masyarakat sekitar sesuai dengan visi dan misi kongregasi.

Visi dan misi SFIC

  • Visi Kongregasi: Keutuhan semua mahkluk ciptaan dalam keadilan, cinta kasih dan damai.
  • Misi Kongregasi: Menemukan Jalan untuk meringankan penderitaan yang ditanggung oleh orang-orang d isekitarnya (Konstitusi SFIC Dasar Spiritual Bab I baris 4-6)  dengan menyembuhkan yang terluka, meyatukan yang remuk, dan memanggil kembali yang tersesat (Konstitusi SFIC Dasar Spiritual Bab I baris 25 – 28).

Semoga refleksi  dari para suster pendahulu itu mampu menghasilkan buah berlimpah di dalam realitas hidup sehari-hari. Yakni, keinginan bersama untuk senantiasa ingin meretas kembali semangat asal persaudaraan para Suster Fransiskan Veghel dalam spiritualitas kesederhanaan, kepatuhan, cintakasih, dan matiraga.

Setitik Air untuk SFIC

Mari kita simak lirik lagu Perayaan 100 Tahun SFIC di Indonesia: 1906-2006

Setitik air saja berikan Tuhan…
Untuk puteri-puteriMu dari Santa Buda Allah dari Perkandungan Tak Bernoda
Setitik air saja dariMu Tuhan…..
Air hidup abadi jadikan kami jadi lautan cinta
Lautan cinta eS eF I Ce

Ref.

Teguhkanlah ya Tuhan iman yang Kau tanamkan dalam diri kami
Dan sempurnakanlah ya Bapa pengasih persembahan kami ini
Siramilah ya Tuhan…panggilan yang Kau percayakan pada kami
Agar kami berjalan dengan satu hati menuju air surgawi…

Setitik air saja berikan Tuhan…
Halaukan kabut gelap yang redupkan sinar kasih
Yang menghalangi jernihnya jiwa

Setitik air saja anugerahkan Tuhan…
Agar hidup berseri
Berseri setia kepada InjilMu kami setia eS eF I Ce

Proficiat 173 tahun berdirinya Kongregasi SFIC dan kunjungi situs resmi Kongregasi SFIC di www.sficnet.org

PS: Diolah lagi dari beberapa sumber tulisan dalam sejumlah buku antara lain:

  • Sejarah Kongregasi SFIC, ADHF.
  • Konstitusi dan Statuta Kongregasi.
  • Diteguhkan oleh Cinta Allah (DOCA).
  • 100 tahun Kehadiran dan Karya SFIC di Indonesia 1906-2006.

 

 

 

 

 

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here