Selasa, 19 April 2022
- Kis. 2:36-41.
- Mzm. 33:4-5.18-19.20,22.
- Yoh 20:11-18
SERING kali Tuhan menggunakan pengalaman hidup yang tidak mengenakan, kesulitan dan tantangan dalam hidup agar kita belajar mengenal Tuhan dan percaya sepenuhnya kepada Tuhan.
Pengalaman jatuh dan terpuruk, seringkali menjadi pengalaman batas seseorang hingga mampu menemukan pijakan baru dalam menjalani hidup ini.
Kita tidak perlu bersedih dan berputus asa yang berlarut-larut manakala kita ada dalam keadaan terpuruk, karena Tuhan Yesus akan mengulurkan tangan dan menyapa kita dengan nama kita di saat yang tepat.
Saat jatuh, menjadi saat yang tepat untuk belajar mengulurkan tangan dan membuka hati pada sapaan Tuhan. Biarkan kita sambut uluran kemurahan hati Tuhan dengan rendah hati.
“Kalau saya tidak pernah mengalami kejatuhan dalam hidup ini, saya tidak akan hidup seperti saat ini,” kata seorang bapak.
“Sepuluh tahun lalu, saya menjadi orang yang paling sombong,” sambungnya.
“Setiap kali isteri saya mengajak saya ke gereja, saya hanya bilang kamu saja yang ke gereja, titip salam buat Tuhan,” ujarnya.
“Saya merasa segalanya baik dan semua berjalan sesuai dengan keinginanku. Apa gunanya aktif menggereja jika hidup beluk baik. Asal saya baik dengan keluarga, rekan kerja dan sesama, saya pikir cukup,” ujarnya
“Pergi ke gereja kalau hati tidak baik saya pikir hanya buang-buang waktu. Lebih baik istirahat atau aku gunakan waktu untuk rekreasi,” sambungnya.
“Saat di puncak kesombonganku itulah malapetaka menghampiri keluarga kami, tempat usaha yang sekaligus rumah kami, dijarah dan dibakar orang saat kerusuhan tahun 1998,” kenangnya dengan getir.
“Semua habis, yang tersisa hanyalah yang menempel di badan,” lanjutnya.
“Saat itulah saya berontak pada Tuhan, mempertanyakan kebaikan-Nya, dan mengapa harus kami yang mengalami kehancuran itu,” katanya.
“Hampir tiga tahun saya hidup dalam kemarahan, frustasi, ketakutan, dan kebencian,” sambungnya.
“Hingga akhirnya saya bisa menemukan garis merah kehancuran itu. Akibat kerusuhan itu memang membuatku hancur namun Tuhan menunjukkan kasih-Nya, setelah itu ada saja jalan yang ditunjukkan Tuhan untuk bertahan hidup bahkan kami menemukan usaha baru yang lebih baik,” ujarnya.
“Tuhan tidak membiarkan saya jauh dari-Nya, peristiwa itu menjadi jalan bagiku untuk masuk dalam pengalaman iman yang sangat pribadi. Tuhan sungguh ada dan Dia menyelamatkan hidup saya,” lanjutnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
Kata Yesus kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepada-Nya: “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.”
Kata Yesus kepadanya: “Maria!” Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: “Rabuni!”, artinya Guru.”
Paska adalah awal dari tahun gerejawi. Bukan akhir. Siapa pun bisa lahir, tapi yang menakjubkan dari kelahiran dan perjalanan Yesus adalah karena kita tahu kisah hidupNya yang berakhir dengan kemenangan melalui kebangkitan meski diawali dengan penderitaan.
Karenanya, amat sangat menyedihkan jika kita hanya datang kepada Tuhan ketika merasa membutuhkan saja.
Karena Tuhan selalu melaksanakan misteri Paskah-Nya dalam perjumpaan keseharian hidup kita.
Bagaimana dengan diriku?
Bukankah semangat Paska harus aku hidupi tiap saat dan tiap hari?