Melihat yang Tersembunyi

0
0 views
Ilustrasi: Dari jalan gelap menatap menuju masa depan. (Ist)

Rabu, 5 Maret 2025

Hari Rabu Abu

Yl. 2:12-18.
Mzm. 51:3-4,5-6a,12-13,14,17; 2Kor. 5:20-6:2.
Mat. 6:1-6,16-18

HARI ini kita merayakan Rabu Abu. Dengan merayakan Rabu Abu, kita membuka Masa Prapaskah, masa pertobatan bagi kita.

Hari ini, pada dahi kita masing-masing dikenakan abu yang berasal dari daun-daun palma kering yang kita gunakan pada perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya.

Pengolesan ini menyimbolkan hal yang sangat penting, yakni asal dan keaslian diri kita. Ketika abu dikenakan di dahi kita, kepada kita diserukan pertobatan.

Rabu Abu dengan demikian merupakan tonggak seruan kepada kita untuk kembali kepada diri kita yang asli dan asali.

Kita diajak untuk kembali ke taman firdaus, kembali kepada maksud dan gagasan awal Tuhan ketika Ia menciptakan kita semua. Ketika itu, Tuhan hanya menanamkan segala yang baik dalam hati kita.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,” Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

Di dunia yang serba terbuka ini, kita sering tergoda untuk mencari pengakuan dari manusia.

Kita ingin dipuji atas kebaikan kita, dihormati karena ibadah kita, atau dikenal karena amal kita.

Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk melakukan segala sesuatu bukan demi sorotan, melainkan karena kasih yang tulus kepada Tuhan dan sesama.

Pantang puasa, Berdoa, berderma dan berbuat baik tidak perlu diumumkan. Justru, ketika dilakukan dalam keheningan, itulah yang paling berharga di mata Tuhan.

Bapa melihat apa yang tersembunyi, niat kita yang murni, usaha yang tidak diketahui orang, dan pengorbanan yang tidak dipuji siapa pun.

Balasan dari Tuhan bukan sekadar materi atau pengakuan duniawi, melainkan damai sejahtera, kasih karunia, dan sukacita yang tidak dapat diberikan oleh dunia.

Yesus meminta kita untuk tidak dikelabui oleh pandangan mata. Ia juga meminta kita untuk menampilkan diri apa adanya, jangan sampai kita melakukan sesuatu dengan maksud agar dilihat orang.

Banyak orang melakukan hal-hal yang baik dengan tujuan agar dilihat dan dipuji orang lain. Dengan cara itu, mereka tidak sedang menampilkan kesejatian diri. Yang mereka tampilkan adalah “topeng,” yang dimaksudkan untuk kepuasan diri dan hasrat yang dangkal. Kita pun bisa dengan mudah jatuh ke dalam kecenderungan itu.

Sering kali kita ingin tampil habis-habisan dengan mengorbankan segala hal hanya demi dilihat dan dipuji banyak orang.

Kita bersandiwara agar orang lain menyukai kita. Pergeseran nilai pun terjadi. Yang kemudian dipentingkan adalah penampilan, bukan lagi mutu dan kualitas.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku mencari pujian dan pengakuan duniawi daripada tindakan tulus, tersembunyi?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here