Meluruskan Mindset

0
338 views
Berpikir secara dewasa

Jumat, 15 Maret 2024

  • Keb. 2:1a,12-22;
  • Mzm. 34:17-18,19-20,21,23;
  • Yoh. 7:1-2,10,25-30.

KESULITAN terbesar manusia adalah merubah mindset, pola pikir. Pemahaman seseorang yang sudah tertanam sedemikian rupa dalamnya kerap menjadi tantangan baginya untuk mempunyai pemahaman baru terhadap sesuatu.

Sering kali pemahaman kita terhadap sebuah nilai terbentuk oleh lingkungan dan pendidikan kita hingga ketika ada nilai baru sangatlah sulit untuk diterima.

Demikian juga tentang hidup beriman dan bagaimana kita bisa mengenali cara-cara Tuhan bertindak di dalam kehidupan kita. Kerap kali pemahaman kita terhadap Tuhan sulit diperbaharui karena kuatnya keyakinan kita hingga diperlukan perubahan pola pikir atau mindset.

“Saya seringkali merasa bersalah karena kurang percaya pada teman-teman, hingga sebaik apa pun tindakan mereka, saya selalu mencari kurangnya,” kata seorang ayah.

“Sikap ini saya warisi dari orangtua saya, yang tidak pernah memujiku, meski saya sukses sebaik apa pun, orang tuaku tidak antusias, mereka malah selalu membuat sesuatu yang seharusnya membanggakan menjadi hal yang biasa.

Perilaku orangtua ini terbawa sampai saat ini, saya tidak bisa ikut senang melihat orang lain sukses dan berhasil, saya selalu mencari kejelekannya, kelemahannya, ada rasa saya tidak ingin orang lain melebihi pencapaianku.

Saya tahu pola pikir saya ini banyak mengusahkan orang lain,” paparnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, Beberapa orang Yerusalem berkata,

“Bukankah Dia ini yang mereka mau bunuh? Lihatlah, Ia berbicara dengan leluasa dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepada-Nya. Mungkinkah pemimpin kits benar-benar sudah tahu bahwa Ia adalah Kristus? Tetapi tentang orang ini kita tahu dari mana asal-Nya padahal bila Kristus datang, tidak ada seorang pun yang tahu dari mana asal-Nya”.

Bagi orang Yahudi, asal usul Mesias atau Kristus, penuh misteri dan tidak diketahui oleh seorang pun. Padahal mereka tahu bahwa Yesus itu berasal dari Galilea. Ironisnya Yesus menyarakan bahwa diri-Nya berasal dari Allah.

Orang Yahudi karena merasa sudah paham betul tentang asal usul Yesus bahwa Dia itu orang Galilea, menjadi sangat sulit untuk mempercayai-Nya bahwa Dia itu utusan Allah. Apalagi bagi orang Yahudi, orang-orang Galilea itu “dicap” sebagai orang “kampungan” atau orang yang punya aksen berbeda dengan mereka pada umumnya.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku menerima Yesus sebagai Mesias dalam hidupku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here