Kamis, 01 Juli 2021
Kej.22:1-9.
Mzm.116:1-2.3-4.5-6.80-9.
Mat. 9:1-8.
HIDUP harus berjalan terus. Berjalan dengan apa yang ada pada diri sendiri, seraya berharap pada Sang Pemberi Hidup.
Setiap orang punya “waktu” untuk menemukan wawasan baru, makna mendalam atas kehidupan.
Hingga kegagalan saat ini akan menjadi cerita inspiratif, bukan menjadi pengalaman duka yang menyakitkan.
“Aku terlahir sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Semuanya perempuan,” kata perempuan itu memulai curhatnya.
“Keluargaku sangat aktif dan taat hidup menggereja,” lanjutnya.
“Hari-hariku tidak pernah luput dari doa dan aktivitas seputar Gereja. Baik bapak ibu maupun saudaraku,” katanya.
“Semuanya menyenangkan karena sejak kecil aktif di Gereja. Hingga punya banyak teman, baik perempuan maupun pria,” kisahnya.
“Namun ketika saya menginjak masa remaja, saya merasakan kebahagiaan lebih jika kumpul dengan teman-teman perempuan daripada laki-laki,” tuturnya.
“Perasaan yang beda. Bukan sekadar layaknya berteman, namun mau menjadi pelindung mereka. Mau menjadi orang yang penting bagi hidup mereka,” lanjutnya.
“Awalnya saya berusaha tidak peduli dengan perasaaanku, namun ketika salah satu temanku punya pacar, saya merasa sakit. Saya merasa ditinggalkan dan saya cemburu,” kenangnya.
“Perasaanku yang merasa terabaikan. Dan reaksi ekstrim yang kubuat menjadi perhatian ibu dan bapak,” katanya.
“Mereka tidak marah. Tetapi dengan lembut mengajakku bicara. Berusaha membuatku isi hatiku pada mereka. Bapak dan ibuku sungguh hebat,” tuturnya.
“Bapak ibuku sudah membatin selama ini tentang perubahan gaya dan sikapku terhadap teman perempuan. Maka ia berusaha mengajakku ke rumah seorang psikolog yang kebetulan merupakan sahabat ibuku. Di situlah saya bisa bicara terbuka soal perasaanku, pikiran dan kecenderunganku,” kisahnya.
“Saya awalnya merasa kecewa. Menyesali atas apa yang terjadi pada diriku. Pada tubuhku, pada perasaanku dan bahkan tidak melihat penyelesaian dari masalahku. Aku sangat frustasi,” katanya.
“Setelah saya terbuka membicarakan dengan bapak ibu dan dibantu sahabat ibuku, saya mulai menemukan kebahagiaan. Bisa menerima diri sebagai seorang perempuan,” katanya.
“Aku akan berjalan dengan kondisi yang ada dalam diri ini,” katanya dengan mantap.
Setiap orang bisa bangkit dari rasa yang melumpuhkan seluruh sendi kehidupan.
Permasalahan bisa menjerat dan menghancurkan hidup kita. Atau masalah itu akan mendewasakan kita.
Semuanya sangat tergantung bagaimana hati, pikiran serta perasaan kita bersikap.
Selain itu, keberanian kita untuk jujur pada orang yang bisa dipercaya akan sangat membatu kita menemukan arah yang tepat dalam hidup ini.
Apakah aku percaya Tuhan akan menuntun langkah pertobatan kita?