Bacaan 1: Sir 27:30 – 28:9
Bacaan 2: Rm 14:7 – 9
Injil: Mat 18:21 – 35
SEBELUM menjadi Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela sempat ditahan selama 28 tahun (1962-1990). Selama di penjara, ia sering mengalami siksaan dari sipir penjara. Pernah digantung terbalik dan dikencingi. Semua siksaan itu ia simpan di dalam hatinya.
Saat dibebaskan dan kemudian menjadi Presiden Afrika Selatan, maka hal pertama yang ia lakukan adalah memanggil sipir penjara yang sering menyiksanya itu. Tentu saja sipir itu sangat ketakutan dan mengira Nelson akan membalas dendam.
Ia memeluk sipir tersebut sambil berkata, “Hal pertama yang kulakukan ketika menjadi Presiden adalah memaafkanmu.”
Dengan tulus Mandela memilih memaafkan sipir penjara tersebut, sebab ia tak bisa mengubah masa lalu.
“Ampunilah kesalahan sesama, niscaya dosa-dosamu akan diampuni juga, jika engkau berdoa”, demikian kata penulis Yesus bin Sirakh.
Dilarang membalas dendam, sebab itu adalah amarah dan amarah adalah dosa. Orang berdosa pasti dihukum Tuhan.
Saat Petrus bertanya kepada Tuhan Yesus, berapa kali ia harus memaafkan, Petrus berpikir tujuh kali sudah cukup (sempurna).
Namun bagi Tuhan, memaafkan itu tidak terbatas jumlahnya alias harus selalu memaafkan.
Yesus berkata kepadanya: “Bukan. Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Dalam perumpamaan hamba yang berhutang pada raja, 10,000 talenta (1 talenta= 6000 dinar) adalah uang yang sangat banyak dibanding 100 dinar.
Makna perumpamaan tersebut secara teologis berarti, di hadapan Allah manusia berutang yang tidak mungkin terlunasi. Karena tak bisa membayar, semestinya ia beserta seluruh keluarganya harus dihukum.
Namun Raja memaafkannya bahkan menghapuskan hutangnya, sebab ia sujud mohon ampun.
Hal sebaliknya terjadi, saat hamba itu berjumpa dengan orang yang berhutang padanya 100 dinar. Ia malah mencekik dan menjebloskannya dalam penjara. Raja kecewa karena hamba itu tak bisa memaafkan orang lain sama seperti ia memaafkannya, sehingga raja menghukumnya.
Menurut Rasul Paulus, tidak seorang pun hidup dan mati untuk dirinya sendiri. Hidup dan mati itu adalah milik Kristus. Ia mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia.
Pesan Hari ini:
Tak seorang pun terlahir untuk membenci. Seseorang harus mampu memaafkan orang lain tanpa batas sebelum ia memohon ampun pada Tuhan.
Kasih itu tidak membalas dendam namun memaafkan meski itu tak bisa mengubah masa lalu.
Jika orang bisa membenci berarti ia juga bisa mencintai dan cinta timbul secara alami dalam hati manusia, tetaplah pakai maskermu dan jaga jarakmu.
Bersatu Melawan Coronavirus