Memaknai Sabtu Sepi

0
239 views
Pemandangan jalanan sepi di Israel by Mathias Hariyadi

Ada ruang kosong setelah kematian. Kamar almarhum atau almarhumah tak lagi berpenghuni. Kosong. Pasangan yang ditinggalkan juga merasakan ada yang pergi tanpa kembali. Tidak mungkin berpelukan lagi.

Bukan hanya ruangan yang kosong. Hati pun merasakan. Demikianlah pengalaman tentang mati. Pelan tapi pasti semua mesti menyesuaikan diri dengan pengalaman mati.

Orang yang ditinggalkan oleh kasih mengalami rasa sepi. Hatinya kosong dan melayang. Ada yang hilang.

Demikian pula ketika “Sang Kasih” telah wafat dan dimakamkan. Ada semacam ruang kosong dalam Gereja-Nya. Ada rasa sepi di kalangan jemaat-Nya.

Dalam sepi itu, mereka diajak merenungkan misteri kasih-Nya yang amat mendalam, tanpa syarat, dan tanpa batas. Wafat-Nya bukan akhir dari kehidupan yang mengawali rasa putus asa. Sebaliknya, itu awal terbitnya pengharapan dan lahirnya kehidupan.

Pada hari Sabtu Sepi, Dia mendatangi mereka yang sudah mati agar mereka tidak merasa sepi dan ditinggalkan sendiri. “Dia turun ke tempat penantian,” demikian Credo kristiani berbunyi.

Tidak seperti semua orang mati sendiri-sendiri, Dia justru menemani mereka yang mati. Di dalam Sang Kasih Sejati, tiada seorang pun dibiarkan sendiri, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.

Bukankah Dia bersabda akan menemani para murid dan pengikut-Nya sampai akhir zaman (Matius 28: 20)?

Dalam Dia yang wafat, tidak ada kesepian. Yang ada kebangkitan dan kemenangan.

Pada hari Sabtu Sepi, orang diajak merenungkan dan mengendapkannya di dalam hati untuk mempersiapkan sukacita paskah nanti.

Sabtu Sepi, 8 April 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here