
MENGHADAPI krisis sampah dan air yang semakin mengkhawatirkan, Komisi KPKC Kevikepan Yogyakarta Timur bersama Gerakan Laudato Si’ Indonesia-Chapter Yogyakarta baru saja menggelar seminar bertajuk “Membangun Gerakan Partisipatif Pengelolaan Sampah untuk Merawat Bumi dan Air”.
Acara ini diselenggarakan hari Minggu, 23 Maret 2025, pukul 09.00–13.00 WIB, di Ruang Audio Visual Gedung Thomas Aquinas, Kampus 2 Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Jalan Babarsari No. 44, Tambakhayan, Caturtunggal, Depok, Sleman.
Krisis sampah dan air di Yogyakarta: Analisis, refleksi, dan rekomendasi aksi
Yogyakarta, sebagai kota budaya dan pendidikan, kini menghadapi tekanan demografis dan sosiologis yang signifikan karena dampak urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang pesat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, populasi Yogyakarta meningkat sebesar 1,5% per tahun, dengan tingkat urbanisasi mencapai 65% pada tahun 2023 (Badan Pusat Statistik [BPS] DIY, 2023).
Pertumbuhan ini berdampak serius pada lingkungan, terutama dalam hal pengelolaan sampah dan air.
Yogyakarta menghasilkan 1.300 ton sampah per hari, dengan 60% di antaranya merupakan sampah organik yang tidak terkelola (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY, 2023). Sampah yang tidak terkelola ini mencemari sungai, mengurangi kualitas air, dan mengancam kesehatan masyarakat.
1. Krisis Sampah: Masalah kunci yang harus diatasi
Krisis sampah di Yogyakarta telah mencapai titik kritis. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, yang sebelumnya menjadi andalan, kini telah ditutup karena kelebihan kapasitas. Sementara itu, TPS3R tidak mampu menampung volume sampah yang terus meningkat.
Berikut adalah masalah kunci yang dihadapi:
a. Volume sampah yang meningkat
- Yogyakarta menghasilkan 1.300 ton sampah per hari, dengan 60% sampah organik yang tidak terkelola (DLHK DIY, 2023).
- Sampah organik yang tidak terkelola ini menghasilkan gas metana (CH₄), gas rumah kaca yang 28 kali lebih berbahaya daripada CO₂ dalam memicu pemanasan global (Intergovernmental Panel on Climate Change [IPCC], 2021).
b. Kurangnya fasilitas pengelolaan sampah
- Kapasitas TPA dan TPS3R yang ada sudah kewalahan. Menurut penelitian dari Universitas Gadjah Mada (UGM, 2022), hanya 30% sampah yang terkelola dengan baik, sementara 70% sisanya berakhir di sungai, tanah kosong, atau dibakar secara ilegal (Universitas Gadjah Mada [UGM], 2022). Fasilitas pengolahan sampah modern, seperti insinerator dan pengomposan skala besar, masih sangat terbatas.
c. Kurangnya kesadaran masyarakat
- Survei oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK, 2022) menunjukkan bahwa hanya 40% masyarakat Yogyakarta yang memilah sampah di rumah (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], 2022). Minimnya pemahaman tentang prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) menjadi penyebab utama rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.
2. Menggali inspirasi Ensiklik Laudato Si’
Dalam konteks krisis lingkungan di Yogyakarta, refleksi teologis dari Ensiklik Laudato Si’ (Paus Fransiskus, 2015) memberikan perspektif mendalam tentang tanggung jawab manusia terhadap alam. Ensiklik ini menekankan bahwa “Bumi adalah rumah kita bersama” (Laudato Si’, §1), dan manusia dipanggil untuk merawatnya sebagai bentuk tanggung jawab moral dan spiritual.
a. Ekologi Integral, Laudato Si’ menegaskan bahwa krisis lingkungan tidak dapat dipisahkan dari krisis sosial dan moral. “Segala sesuatu saling berhubungan” (Laudato Si’, §16), termasuk masalah sampah dan air di Yogyakarta, yang berdampak pada kesehatan, kesejahteraan, dan keadilan sosial.
b. Tanggungjawab manusia: Manusia diberi mandat oleh Tuhan untuk “mengusahakan dan memelihara” alam (Kejadian 2:15). Pengelolaan sampah dan air yang buruk di Yogyakarta mencerminkan kegagalan dalam memenuhi mandat ini.
c. Panggilan untuk bertindak, Ensiklik ini mendorong semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan gereja, untuk mengambil tindakan nyata dalam merawat lingkungan. “Kita membutuhkan perubahan yang radikal dan berani” (Laudato Si’, §171) untuk mengatasi krisis lingkungan.
3. Kebijakan pengelolaan sampah dan air dalam RPJPD dan RPJMD DIY
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DIY 2022-2027 memberikan kerangka kebijakan untuk pengelolaan sampah dan air sebagai berikut :
a. Pengelolaan Sampah
- RPJPD DIY 2022-2027 menargetkan pengurangan sampah sebesar 30% melalui program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan pembangunan fasilitas pengolahan sampah modern (Pemerintah Daerah DIY, 2022). RPJMD DIY 2022-2027 menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, termasuk melalui program bank sampah dan edukasi lingkungan (Pemerintah Daerah DIY, 2022).
b. Pengelolaan air
- RPJPD DIY 2022-2027 menargetkan peningkatan ketersediaan air bersih melalui rehabilitasi daerah resapan air dan pemanenan air hujan (Pemerintah Daerah DIY, 2022).
- RPJMD DIY 2022-2027 menekankan pentingnya regulasi ketat untuk mencegah pencemaran air dan eksploitasi air tanah yang berlebihan (Pemerintah Daerah DIY, 2022).
4. Kebijakan pengelolaan sampah yang lebih tegas dan konsisten
Untuk mengatasi krisis sampah, pemerintah daerah perlu menerapkan kebijakan yang lebih tegas dan konsisten. Berikut adalah rekomendasi berbasis kajian konseptual dan data ilmiah:
a. Penegakan aturan yang ketat: Penerapan sanksi tegas bagi pelanggar aturan pengelolaan sampah, seperti denda atau kerja sosial. Contoh sukses dapat dilihat di Kota Surabaya, yang berhasil mengurangi volume sampah sebesar 20% dalam 3 tahun melalui penegakan hukum yang ketat (KLHK, 2021).
b. Peningkatan infrastruktur, Pembangunan fasilitas pengolahan sampah modern, seperti pabrik pengomposan skala besar dan insinerator ramah lingkungan. Studi dari Institut Teknologi Bandung (ITB, 2020) menunjukkan bahwa insinerator modern dapat mengurangi volume sampah hingga 90% dan menghasilkan energi listrik (Institut Teknologi Bandung [ITB], 2020).
c. Program edukasi berkelanjutan: Edukasi masyarakat tentang prinsip 3R dan manajemen sampah berbasis sumber. Program ini harus dilakukan secara berkelanjutan melalui sekolah, komunitas, dan media sosial.
d. Kebijakan visioner: Pemerintah perlu merumuskan kebijakan jangka panjang, seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan insentif bagi industri daur ulang. Contohnya, kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) di Jepang telah berhasil mengurangi sampah plastik sebesar 30% dalam 5 tahun (United Nations Environment Programme/UNEP, 2020).
5. Ancaman krisis air: Data dan kondisi air di Yogyakarta
Selain krisis sampah, Yogyakarta juga menghadapi ancaman krisis air. Data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY menunjukkan bahwa 40% wilayah Yogyakarta mengalami defisit air bersih selama musim kemarau (DLHK DIY, 2023). Beberapa masalah kunci terkait air antara lain:
a. Penurunan kualitas air, sungai-sungai utama seperti Sungai Code dan Sungai Gajahwong telah tercemar oleh sampah dan limbah domestik. Studi dari UGM (2021) menemukan bahwa 70% sampel air sungai di Yogyakarta mengandung bakteri E. coli dan logam berat yang melebihi ambang batas aman (UGM, 2021).
b. Penurunan kuantitas air tanah, Tingkat penurunan air tanah di Yogyakarta mencapai 1-2 meter per tahun, terutama di kawasan perkotaan yang padat. Menurut penelitian dari Badan Geologi (2022), eksploitasi air tanah yang berlebihan telah menyebabkan penurunan muka air tanah hingga 10 meter dalam 10 tahun terakhir (Badan Geologi, 2022).
c. Kekeringan: Beberapa wilayah, terutama di Gunungkidul dan Bantul, sering mengalami kekeringan parah. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG, 2023) menunjukkan bahwa 30% wilayah DIY rentan terhadap kekeringan selama musim kemarau (BMKG, 2023).
6. Kebijakan air yang lebih tegas dan konsisten
Untuk mengatasi krisis air, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah tegas dan konsisten:
a. Regulasi yang lebih ketat: Pemerintah perlu merumuskan regulasi yang ketat untuk melindungi sumber air dan mencegah pencemaran. Contohnya, penerapan zona larangan pembangunan di sekitar daerah resapan air.
b. Pemanenan air hujan: Mendorong masyarakat untuk memanen air hujan sebagai alternatif sumber air bersih. Studi dari ITB (2021) menunjukkan bahwa pemanenan air hujan dapat memenuhi 30% kebutuhan air rumah tangga (ITB, 2021).
c. Rehabilitasi daerah resapan air: Memperbaiki dan melindungi daerah resapan air untuk meningkatkan kapasitas penyerapan air tanah. Program penanaman pohon dan pembuatan biopori dapat menjadi solusi efektif.
d. Perencanaan Jangka Panjang, Pemerintah perlu merencanakan aksi bersama untuk ketersediaan air dalam jangka panjang, seperti pembangunan waduk dan sistem distribusi air yang efisien.
7. Urgensi transformasi kultural dan perilaku warga
Transformasi kultural dan perilaku warga menjadi kunci utama dalam memastikan keterjagaan air dan keterkelolaan sampah. Berikut adalah rekomendasi aksi:
a. Mengubah gaya hidup: Masyarakat perlu didorong untuk mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mengkonsumsi air secara bijaksana.
b. Disiplin dalam pengelolaan air dan sampah, Warga harus disiplin dalam memilah sampah dan memanfaatkan air secara efisien. Program bank sampah dan komunitas peduli air dapat menjadi wadah partisipasi aktif.
c. Partisipasi aktif: Masyarakat perlu terlibat dalam program-program lingkungan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau komunitas. Contohnya, gerakan bersih sungai dan kampanye hemat air.
Rekomendasi aksi
- Pemerintah Daerah: Menerapkan kebijakan pengelolaan sampah dan air yang tegas dan konsisten, sesuai dengan target RPJPD dan RPJMD DIY. Termasuk membangun fasilitas pengolahan sampah modern dan sistem ketahanan air yang kokoh.
- Masyarakat: Mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan dan berpartisipasi aktif dalam program pengelolaan sampah dan air.
- Gereja dan Lembaga Keagamaan: Mendorong umat terlibat dalam gerakan peduli lingkungan, berdasarkan prinsip-prinsip Ensiklik Laudato Si’.
- Akademisi dan Peneliti: Semakin berkomitmen dalam melakukan penelitian, edukasi, advokasi, dan inovasi untuk mengatasi krisis sampah dan air.
- Swasta dan Industri: Berkomitmen memenuhi kebijakan tata kelola air dan sampah yang sudah ditetapkan demi perlindungan hak-hak publik atas ketersediaan air dan kualitas lingkungan hidup
Tujuan Seminar
Seminar ini bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat tentang budaya sampah yang mengkhawatirkan, membagikan pengalaman pengelolaan sampah yang telah berhasil diimplementasikan, mendorong inisiatif gaya hidup minim sampah, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Susunan Acara
Seminar dimulai dengan pembukaan dan sambutan pada pukul 09.00 WIB; dilanjutkan dengan empat sesi materi:
- Selamatkan Air dan Bumi dari Pencemaran Sampah oleh Agustinus Irawan ST.
- Pemanenan Air Hujan untuk Air Minum oleh Frederico Dwi Setyanto S.Sn.
- Pengolahan Sampah Organik menjadi Produk Multiguna oleh Drs. P. Kianto Atmodjo M.Si.
- Praktik Kolekte Sampah Daur Ulang oleh Fransisca Supriyani Wulandari S.Pd.
Acara dilanjutkan dengan diskusi dan tanya-jawab, serta penyusunan rencana tindak lanjut pengelolaan sampah di tingkat komunitas. Seminar akan ditutup dengan ramah tamah dan foto bersama.
Target Peserta
Seminar ini diikuti oleh 103 peserta yang terdiri dari perwakilan Tim Kerja Keutuhan Ciptaan/Lingkungan Hidup atau KKPKC Paroki se-Kevikepan Yogyakarta Timur (masing-masing dua orang), tarekat religius, komunitas peduli lingkungan dari berbagai kalangan ormas, partai, dan keagamaan, pelajar, mahasiswa, dan akademisi. Pendek kata, semua mereka yang tertarik pada isu pengelolaan sampah, serta pemerhati lingkungan dan pelaku usaha daur ulang.
Harapan dan tindak lanjut
Seminar ini diharapkan menjadi langkah awal untuk membangun kesadaran dan aksi nyata dalam pengelolaan sampah. Dengan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan komunitas, sampah dapat dikelola menjadi sumber rezeki sekaligus solusi lingkungan yang berkelanjutan.
“Kami berharap seminar ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga memicu aksi nyata di tingkat komunitas. Setiap individu memiliki peran penting dalam mengurangi dan mengelola sampah,” tegas Agustinus Sumaryoto, Ketua Komisi KPKC Kevikepan Yogyakarta Timur.