HARI Sabtu 13 Maret 2021 berlangsung acara seminar nasional dengan tema “Katekese Kontekstual” di STKIP Widya Yuwana Madiun, Jatim.
Sekitar 500 peserta se-Indonesia mengikuti webinar ini dengan:
- Host Ardya Setya Nurvrita, S.S., M.Hum;
- Moderator Romo Alexius Dwi Widiatna CM, dosen STKIP Widya Yuwana.
- Narasumber utama: Dirjen Bimas Katolik Kemenag RI: Yohanes Bayu Samodra MPd.
- Narsum lainnya: (1) Ketua Komkat Vikep Yogyakarta Keuskupan Agung Semarang Romo Antonius Dodit Haryono Pr; (2) Ketua Komkat Keuskupan Surabaya Romo Alexius Kurdo Irianto Pr; dan (3) Ketua Komkat Keuskupan Agung Jakarta Romo V. Rudi Hartono Pr.
Respon positif
Kesan yang disampaikan peserta seminar setelah mengikuti kegiatan tersebut sangat positif. Mereka juga mengungkapkan kerinduan diadakan seminar serupa melalui webinar yang bisa diikuti seluruh Keuskupan di Indonesia.
Ketua Lembaga Penelitian STKIP Widya Yuwana yang menjadi koordinator acara seminar, Ardya Setya Nurvrita, mengungkapkan tema seminar nasional “Katekese Kontekstual Kebangsaan dan Katekese Kontekstual di Era Pandemi “ ini tengah menjadi pusat perhatian Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama RI dan Komkat KWI.
Tema besar ini sangat relevan dengan visi STKIP Widya Yuwana. Yakni unggul dan kontekstual, serta payung besar penelitian bidang pendidikan dan multikulturalisme.
“Menanggapi fenomena tuntutan di era digital apalagi di era pandemi, katekis saat ini tidak bisa bertatap muka secara langsung dengan umat maka salah satu caranya adalah menggunakan piranti digital”, ungkap Bu Vrita menjawab pertanyaan Sesawi.Net, Selasa 16 Maret 2021.
“Katekis-katekis saat ini perlu beradaptasi dalam penggunaan piranti digital sehingga bisa menjangkau umat yang dilayani. Di sisi lain, katekis diajak untuk mewujudkan katekese kebangsaan dengan mengacu pada Perpres no 7 tahun 2021 tentang deradikalisme yang dapat ditangkal dengan katekese kebangsaan,” katanya kemudian.
Kurikulum kontekstual
Seminar ini diselenggarakan oleh STKIP Widya Yuwana bekerjasama dengan sejumlah pihak lain. Yakni:
- Direktorat Jenderal Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia;
- Komisi Kateketik KWI;
- Keuskupan Agung Jakarta;
- Keuskupan Agung Semarang;
- Keuskupan Surabaya;
- Komsos Keuskupan Surabaya;
- Pastoral Difabel Keuskupan Surabaya;
- Penerbit PT Kanisius Yogyakarta.
Tujuan seminar antara lain adalah keinginan mau menggali pemikiran dari pakar, mengembangkan kurikulum kontekstual yang mutakhir, membangun kesadaran berbangsa dan bernegara. Khususnya di lingkungan pendidikan calon katekis dan guru agama Katolik.
Juga ingin memberi masukan bagi Gereja lokal di Indonesia dalam merumuskan kebijakan pastoral, menggali pengetahuan dan ketrampilan yang seharusnya dimiliki oleh katekis masa kini.
Apresiasi Komkat KWI
Sambutan Ketua Komkat KWI Mgr. Paulinus Yan Olla MSF, Uskup Keuskupan Tanjung Selor, menyampaikan apresiasinya kepada STKIP Widya Yuwana. Atas prakarsanya menyelenggarakan seminar nasional bertena Katekese Kontekstual dan Kebangsaan.
Jika katekese dilakukan secara kontekstual, maka konteks itu tidak hanya menyangkut situasi budaya, politik, sosial, keagamaan dan ekonomi; tetapi juga melingkupi isi katekese itu sendiri.
Yang tidak kalah penting adalah siapa yang menjadi sasaran ketekese.
- Komisi Kateketik KWI, misalnya, dalam konteks Indonesia, mau menggagas dan mewujudkan katekese kebangsaan.
- Katekese kebangsaan mengajak umat untuk merefleksikan hubungan dengan agamanya sekaligus dengan bangsa atau negaranya.
Uskup Keuskupan Surabaya, Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono juga menyambut gembira diadakannya seminar nasional “Katekeses Kontekstual di Era Digital” yang didukung oleh Komisi Kateketik Konferensi Wali Gereja Indonesia.
Memanfaatkan teknologi
Katekese harus terus mencari bentuk-bentuk dan cara-cara yang dinamis untuk mengembangkan bagaimana menjangkau sebanyak mungkin orang, mewartakan nilai-nilai Injili.
Evangelisasi menjadi kunci pewartaan dalam bidang katekese yang mendorong orang melakukan sesuatu agar menjadi berkat bagi umat Allah.
Katekese kontekstual dipengaruhi oleh Teologi Kontekstual.
Bila dilihat sejak permulaan pewartaan Injil, umat Gereja Purba atau umat Kristiani awal selalu mencari cara bagaimana Injil diwartakan secara adaftif, akomodatif, dan transformatif.
Harapannya pewartaan nilai-nilai Injil dapat mengena, menjadi pegangan bagi hidup umat.
Terutama di masa pandemi yang menuntut mencari jalan dan cara bentuk-bentuk pewartaan Injil dengan alat-alat komunikasi digital.
Dalam konteks Indonesia, konteks pluralisme, konteks kebangsaan dan kebudayaan, katekese kontekstual diharapkan mampu mengembangkan Gereja Indonesia menjadi Gereja yang relevan bagi hidup berbangsa dan bernegara serta beriman Katolik di era digital ini.
Sebagai tuan rumah penyelenggara, Ketua STKIP Dr. Ola Rongan Wilhelmus,M.Sc mengungkapkan, seminar nasional ini ingin menciptakan sinergi, keselarasan, kepedulian dan kerjasama antara STKIP Widya Yuwana dengan Gereja serta dengan institusi negara. Dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia.
Katekese kontekstual
Dirjen Bimas Katolik Yohanes Bayu Samodra memaparkan, katekese dipahami sebagai kegiatan gerejawi. Untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari.
- Katekese memiliki unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, pengukuhan dan pendewasaan.
- Refleksi katekis masa kini menekankan katekese sebagai komunikasi iman yang bertujuan mendewasakan iman.
- Pendewasaan iman bertumbuh dalam konteks, sehingga katekese harus kontekstual.
- Katekese kontekstual menyapa manusia dalam seluruh pergulatan hidupnya yang pada akhirnya mengembangkan kedewasaan kristiani.
Berdasarkan terang Injil, katekese menggulati, menganalisis, dan menginterprestasikan setiap peristiwa yang terjadi di tengah hidup umat demi terpenuhinya kerinduan umat dan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah.
Sesuai arah pastoral Gereja Indonesia yang mandiri, misioner dan memasyarakat, maka arah pengembangan umat menuju umat yang mandiri, misioner dan memasyarakat dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk.
Semangat Pancasila
Menurut Yohanes Bayu Samodra, catatan 12 tahun terakhir di Indonesia terdapat 2.400 kasus insiden pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan. Di antaranya intoleransi, radikalisme, upaya menganti Pancasila sebagai Dasar Negara dan beragam patologi sosial yang meningkat tajam.
Hal ini terjadi karena kesadaran berbangsa dan bernegara belum meresap ke seluruh komponen bangsa Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan pribadi berjiwa dan bersemangat Pancasilais.
Bagi orang Kristiani diperlukan bukan sekedar menjadi seorang Kristiani, tetapi menjadi seorang yang Kristiani Pancasilais dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk memberi kontribusinya kepada NKRI, maka saat ini secara kontekstual dikembangkan katekese kebangsaan untuk membangun karakter kebangsaan.
“Katekese kebangsaan sebagai bentuk moderasi beragama dalam mendukung tegaknya NKRI,“ ungkap Dirjen Bimas Katolik.
Disisi lain, katekese kontekstual menurut Bayu Samodra, dalam konteks pewartaan digital era saat ini, penggunaan sarana digital untuk katekese perlu dikembangkan agar lebih optimal.
“Keberhasilan katekese bukan tergantung pada isi dan metode pewartaan, tetapi tergantung oleh pewartanya itu sendiri,” tegas Bayu Samodro.
Kebijakan pastoral
Tentang implementasi katekese kontekstual,Ketua Komkat Keuskupan Surabaya Romo Alexius Kurdo Irianto Pr mengatakan, katekis harus terlibat dalam kegiatan lingkungan dan gereja, tidak bisa mengasingkan diri.
Romo Kurdo mengawali paparan dengan menyampaikan visi menuju Gereja Misioner di zaman ini, mensyeringkan kebijakan pastoral Keuskupan Surabaya 2020-2030.
Pilihan strategis pastoral Keuskupan Surabaya saat ini adalah mendewasakan paroki yang berakar lingkungan yang hadir di tengah masyarakat.
Selain itu, melakukan pengelolaan subyek pastoral yang berjenjang dan berkesinambungan: keluarga, anak-anak, remaja, orang muda, lanjut usia dan memberikan perhatian khusus pada penyandang difabilitas.
Romo Kurdo menyampaikan keprihatinan saat ini yang sedang dialami umat di tengah masyarakat.
Sementara itu, situasi saat ini Gereja menghadapi tantangan internal dan eksternal.
Tantangan internal yang dihadapi adalah penguatan komunitas umat lingkungan, stasi, sebagai bentuk kehadiran Gereja di tengah masyarakat sebagai persekutuan umat yang konkrit, kecil, jelas dan berdekatan.
Selain itu, lingkungan menjadi akar kehidupan paroki serta menghadirkan Gereja di tengah masyarakat secara langsung dalam hidup sehari-hari.
Tantangan eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi Gereja saat ini adalah bidang ekonomi, lingkungan dan tehnologi komunikasi.
Bidang ekonomi Gereja berusaha memberi kontribusi perwujudan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan keberpihakan pada yang kecil miskin dan lemah.
Bidang lingkungan Gereja memberi kontribusi penyelamatan lingkungan hidup dan sumber daya alam serta gerakan cara hidup ramah lingkungan.
Dalam bidang teknologi komunikasi, Gereja mempertegas komitmen penggunaan tehnologi informasi untuk mewartakan nilai-nilai Injili bagi masyarakat.
Selain itu, Gereja berusaha memaksimalkan teknologi informasi dan komunikasi yang selalu berkembang dalam karya pewartaan dan kelancaran pelayanan pastoral.
Katekis di zaman sekarang
Katekis di era digital saat ini harus bisa menangkap arah gerak Gereja lokal, terlibat dalam gerak dinamika pastoral dan mewartakan bukan diri sendiri yang diwartakan, namun mewartakan keselamatan.
Katekis di era sekarang yang kontekstual harus membuka diri dan mau belajar media komunikasi.
Romo Kurdo memberi catatan penggunaan media komunikasi dalam berkatekese pada akhirnya harus memelihara iman dan melakukan relasi yang kontinyu.
Paham dunia digital
Ketua Komkat Vikep Yogyakarta Keuskupan Agung Semarang Romo Antonius Dodit Haryono Pr memberi paparannya.
Saat ini, katanya, pewartaan harus masuk dunia digital.
Hal ini menjadi suatu keharusan sesuai dengan konteks saat ini; terutama saat pandemi dan paska pandemi nantinya.
Katekis harus menyikapi penggunaan sarana digital sebagai sarana untuk mewartakan iman, menyambut kondisi era digital secara positif dan kreatif.
Katekese kontekstual, demikian menurut Romo Dodit, semacam wisdom on the road, kebijakan melakukan pewartaan yang sederhana tetapi mengena.
Saat ini, para katekis sebenarnya sudah diberi anugerah, karunia, tinggal bagaimana katekis menemukan metode yang tepat untuk masuk ke dunia digital.
Kondisi saat ini bisa diibaratkan seperti areopagus -meminjam istilah Santo Paulus- untuk memiliki sesuatu yang baru yaitu katekese digital.
Katekis mau tidak mau harus kreatif. Teknologi untuk memudahkan karya pewartaan sudah tersedia. Peluang dan kesempatan sudah tersedia.
Katekis bisa menjadi pribadi yang kreatif jika memiliki niat (kehendak), minat (ketertarikan), menyat (bhs jawa) melaksanakan.
Kreativitas katekis yang saat ini ada, perlu terus dilakukan dan tetap diimbangi dengan melakukan evaluasi. Menjadi katekis yang kreatif merupakan jawaban kontekstual yaitu dengan kreativitas.
“Katekis diajak untuk kreatif pada saat era digital ini, untuk memperdalam iman melalui katekese -katekese digital,” kata Romo Dodit.
Kembali ke jatidiri Gereja
Ketua Komkat Keuskupan Agung Jakarta Romo V. Rudi Hartono Pr sebagai narasumber yang terakhir memberi paparan sebagai berikut.
Katekese kontekstual, ujarnya, mengingatkan katekis untuk berkatekese dalam konteks nyata; tidak di angkasa atau di awang-awang,
Pengalaman-pengalaman hidup hendaknya dikontekstualisasikan.
Katekese kontekstual merupakan pendekatan baru berkatekese.
Romo Rudi mengajak peserta untuk merefleksikan tahun 2021 seperti penegasan Kardinal Ignatius Suharyo yang merumuskan apa itu katekese.
- Gereja perlu kembali ke jatidiri sebagai murid-murid Kristus yang tumbuh dan berkembang.
- Gereja memperkenalkan jati diri yang tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mempunyai integritas. Jatidiri Gereja menjadi sumber identitas dan akhirnya integritas.
- Katekese kontekstual mau mengarah pada menemukan apa pun yang dilakukan dalam bidang pewartaan yang selaras, dapat dipercaya dan dapat diandalkan.
- Gereja sebagai gerakan kerajaan Allah harus terus menerus guyub, terlibat, murah hati, Injili katekis dan meninggalkan segala sesuatu untuk memiliki semangat pengorbanan atau martir.
Romo Rudi mengajak para katekis dan guru agama memanfaatkan media sosial secara tepat guna melalui Instagram, WhatsApp, You Tube Channel dan disinkronkan dengan pendidikan serta katekese yang dilayani.
Lembaga pendidikan yang mendidik katekis dan para guru agama hendaknya membekali para mahasiswanya agar mampu mengggunakan media sosial dan mengadaptasi perubahan di era digital ini ke dalam kurikulum yang diterapkan di lembaganya.
Sebagai ajakan, di akhir paparannya, Romo Rudi mengajak para katekis untuk menjadi seperti seorang marketing yang mampu memberikan pewartaan secara menarik dan andal.