“Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang bodoh.” (1Petr 2,15)
BEBERAPA waktu yang lalu, saya membaca sebuah berita tentang seorang anak yang mati karena dibungkam lakban oleh gurunya. Peristiwa ini rupanya terjadi di negara asing. Anak ini masih berusia enam tahun. Mulut anak di dibungkam dengan lakban oleh gurunya di sekolah, gara-gara terlalu banyak bicara pada saat berolah raga. Hal ini membuat gurunya merasa kesal. Anak ini memang dibawa ke rumah sakit; namun jiwanya tidak tertolong lagi gara-gara mulutnya dibungkam dengan lem dan selotip.
Anak kecil itu dibungkam mulutnya, artinya mulutnya ditutup dengan lem, selotip atau lakban agar anak tersebut tidak banyak berbicara. Sebetulnya tidak hanya anak kecil yang tidak bisa berbicara, orang muda dan dewasa juga tidak bisa berbicara atau berteriak, kalau mulutnya dibungkan dengan cara yang sama.
Tentu ada banyak kasus pembungkaman lain yang pernah terjadi di tengah-tengah masyarakat. Seorang gadis ditutup matanya, diikat tangannya dan dibungkam mulutnya, agar bisa dinodai dan dijadikan obyek pemuas nafsu oleh ayahnya sendiri. Hal ini terjadi saat si gadis minta uang untuk membayar sekolah. Ada juga seorang isteri yang matanya ditutup, mulutnya dibungkam dan tangannya diikat, sebelum suaminya memotong jari-jari tangan isterinya dan membuangnya jauh. Suaminya rupanya pencemburu dan tidak setuju kalau isterinya mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dari dirinya.
Ada banyak orang yang pernah dibungkam mulutnya dengan lem, selotip, lakban, kain atau dengan cara lain dan menjadi korban tindak kekerasan atau kejahatan. Mulutnya dibungkam agar mereka tidak berteriak minta tolong orang lain. Ada juga orang lain yang dibungkam mulutnya, agar tidak berbicara vokal atau memberikan kritikan pedas; agar tidak menghasut dan memprovokasi orang untuk berbuat jahat; agar tidak memberikan suara kritis dan kenabiannya. Banyak aktivis dan tokoh politis merasa bahwa dirinya dibungkam dengan berbagai cara. Mereka merasa dibungkam, sekalipun mulutnya tidak ditutup dengan lem, selotip atau lakban dan masih bisa berbicara.
Orang yang menyebarkan fitnah dan dusta, kebencian dan permusuhan, provokasi jahat dan tindakan tidak benar atau tidak baik, penyebar berita bohong atau hoax memang harus dibungkam dan dilawan, agar tidak merusak dan menghancurkan kehidupan banyak orang. Namun demikian, pembungkaman dan perlawanan itu tidak menggunakan berbagai bentuk kekerasan atau ancaman secara fisik. Para murid diajak membungkam dan melawan mereka dengan memperbanyak perbuatan baik, dan bukan dengan tindak kekerasan. Mengalahkan kejahatan dengan melakukan banyak kebaikan. Terus menerus berbuat baik, berbicara benar, bersikap sopan dan tertib, berusaha memajukan kesejahteraan masyarakat, bersedia untuk berbagi dan menolong serta berbagai kebaikan lain. Banyak perbuatan baik yang bisa dilakukan oleh para murid, selaras dengan situasi, kondisi, keprihatinan dan kebutuhan yang dihadapi.
Perbuatan baik macam apa yang bisa kulakukan untuk membungkam kebodohan, kepicikan dan kejahatan di tempat tinggalku atau di tempat tugasku? Dirgahayu Republik Indonesia ke-72! Merdeka!! Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)