DALAM paparannya, Toto dari Litbang Kompas menyebutkan, dari total jumlah penduduk sebanyak 9,6 manusia di wilayah DKI Jakarta, tercatat ada sebanyak 7,5 juta warga punya hak pilih. Menurut data Sensus Penduduk tahun 2010, tercatat ada sebanyak 303.295 warga Jakarta beragama katolik dan jumlah itu mencapai angka 3.2% dari jumlah total penduduk Jakarta.
Ada perbedaan jumlah penduduk pada angka sekitar 120.000 orang lebih rendah dibandingkan data APP Keuskupan Agung Jakarta. Dengan hanya menghitung kisaran usia 20-79 tahun, maka terdapat 258.175 orang Katolik yang diasumsikan memiliki hak pilih di DKI Jakarta.
Bila digabungkan dengan rekan-rekan dari dominasi kristiani lainnya, maka jumlah orang kristiani di Jakarta akan mencapai angka 868.031 orang atau mencapai 13.45% dari jumlah mereka yang berhak memilih.
Menurut pengamatan Toto Suryaningtyas, calon terkuat sementara ini tetaplah gubernur incumbent saat ini: Fauzi Bowo. Walaupun kinerja pemerintahannya tidak dianggap baik, namun partai-partai politik tampaknya tetap akan lebih mengedepankan calon yang elektabilitasnya tinggi dibanding mengusung calon yang dikehendaki grass root. Sebagian masyarakat lebih mementingkan tokoh yang bisa menjaga kestabilan ketimbang memilih tokoh yang bisa memecahkan persoalan.
Belajar dari Yogyakarta
Pembicara dari kalangan Paguyuban GSC Yogyakarta Pius Gambiro menyatakan, dasar bergerak ini dimotivasi oleh situasi dimana umat katolik perlu diapreasiasi walaupun jumlah hanya berkisar 3-7%. Juga karena harus berani mengaplikasikan Ajaran Sosial Gereja dalam bidang politik, masyarakat dalam mengikuti Pilkada wajib menjaga moral berdasarkan hati nurani, dan harus tetap mengacu pada Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang.
Pengalaman Pilkada Yogyakarta September 2011 bisa ditelisik sejarahnya ke belakang. Hirarki misalnya memberi kesempatan bisa bertemu di Gereja. Romo memberi homili tentang pentingnya punya kesadaran politik di antara umat katolik. Waktu itu, kata Pius Gambiro, ada semacam “kerjasama” dengan umat kristiani lain di Yogyakarta hingga total menjadi 10 persen dari total jumlah pemilih yang ada. Kepada mereka juga dibrifing soal Ajaran Sosial Gereja dalam hidup berpolitik.
“Tim 6 sifatnya independen dan melaksanakan tugas Gereja sebagai pihak yang netral. Umat diberi kesempatan bertemu dengan para kandidat walikota Yogyakarta dan diberi kesempatan untuk berkenalan,” terang Pius Gambiro.
Pilih yang pro pluralisme
Sementara Tommi Legowo memaparkan, masyarakat DKI Jakarta ini cenderung homogen dalam berpolitik. Perbedaan antara Pilkada 2007 dengan Pilkada 2012 adalah pada pilihan lebih beragam di Pilkada 2012. Pilkada 2012 karena orang sudah lebih berpengalaman melihat hasil pilihan, orang mungkin lebih tidak tertarik terlibat lagi. “Kamulah garam dan terang dunia… maka seyogyanya umat Katolik harus sama-sama merasakan penderitaan atau kebahagiaan yang dialami orang Jakarta,” kata Tommi.
Yang perlu dilakukan adalah (1) mendorong warga Jakarta menjadi pemilih yang dewasa; (2) memilih kandidat berkualitas (didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan altruis dan rasional); (3) turut serta memberikan pertimbangan kepada umat Katolik agar sadar politik.
“Gubernur yang terpilih seharusnya yang (1) pro warga, (2) menjunjung tinggi pluralisme, (3) mendukung Ideologi Pancasila,” tandasnya.
Beragam audiens
Hadir dalam diskusi terbuka Sabtu pekan lalu itu adalah mantan Gubernur Bank Indonesia Sudrajat Djiwandono dan kawan-kawan sejawatnya di lingkaran BI seperti Paul Soetopo.
Dari kalangan GSC adalah Sadiwan Suharto, Toto Subagyo. Dari FMKI hadir Veronica Wiwiek Sulistya. Datang dari lingkaran KWI adalah Sekretaris Eksekutif Komisi Kerawam Romo Guido Suprapto Pr, Sekretaris Eksekutif Komisi Seminari Romo Gusti Bagus Kusumawanta Pr. Dari ISKA hadirlah Mulyawan Margadana. Sementara wakil Pemuda Katolik adalah Paulus Setio Hutomo dan Komisi Kerawam KAJ hadirlah Krissantono; sementara WKRI hadirlah Ny. Hildegard Della Pradipta.
Mewakili Gotaus adalah HY Susmanto; Shekinah – Yustinus M. Pinoto; Romo In Nugroho SJ; Yayasan Bhumiksara diwakili oleh Eddie Cahyono Putro, Royani Lim, dan beberapa alumni penerima beasiswa 2005. (Selesai)
Dalam situasi yang sudah sangat jelek ini , kita perlu pemimpin yang idealnya mau memberikan hidupnya , waktunya , segenap energi dan pikiran nya semata mata buat kesejahteraan rakyat Jakarta , tanpa pamrih .Soal pinter , pluralis etc rata 2 calon seperti itu . Penting , kita mengamati dengan seksama dari “track record “calon , dan Gereja tidak perlu segan atau malu atau ewuh pakewuh untuk mempengaruhi umat memilih yang terbaik menurut pandangan pengamat .