“Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan yang muluk-muluk, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana.” (Roma 12,16b)
PADA saat kampanye menjelang pilkada DKI, seorang ayah berpesan kepada anaknya agar dia tidak membuat janji yang muluk-muluk dan sulit untuk dilaksanakan. Saat pemilihan tiba, calon ini ternyata tidak berhasil menjadi pemenang. Masa kampanye adalah waktu bagi para calon pemimpin untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Dengan pidatonya yang berapi-api, mereka menawarkan banyak program dan memberikan banyak pengharapan baik kepada banyak orang, agar mereka mendukung dan memilihnya. Mereka memberikan banyak janji muluk-muluk dan menarik. Terwujud atau tidaknya adalah soal lain di kemudian hari.
Janji muluk-muluk sering terdengar pada masa kampanye; kata atau omongan muluk-muluk mungkin juga sering terdengar dalam ruang rapat atau pertemuan lain. Sedangkan pikiran muluk-muluk bisa terjadi dalam diri banyak orang. Orang bisa mempunyai pikiran muluk berkaitan dengan rumah atau tempat tinggal, pekerjaan dan penghasilan, pasangan hidup dan anak-anak, kendaraan dan fasilitas hidup lain, peran sahabat dan rekan kerja, dsb.
Pikiran muluk-muluk sering muncul karena orang mempunyai keinginan dan harapan untuk meraih sesuatu yang sempurna, utuh dan ideal. Pikiran muluk-muluk seringkali sulit dan tidak mudah terwujud karena tidak realistis dan tidak punya kemampuan serta kekuaran yang memadai.
Pikiran muluk-muluk membuat orang mengabaikan hal-hal sederhana yang mudah dan bisa dilakukan. Dalam hal apa saya mengalami hal ini: mempunyai pikiran muluk dan lupa pada realitas? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)