SEMUA orang ingin berbahagia. Setiap orang ingin terhindar dari penderitaan dan nasib celaka. Sabda Tuhan hari ini (Lukas 6:20-26) berbicara tentang rasa bahagia dan nasib celaka.
Apa ukuran kebahagiaan itu?
Ada yang mengukur kebahagiaan itu dengan terpenuhinya semua kebutuhan duniawi. Mereka yang kaya, kenyang, tertawa, dan dipuji-puji tentu lebih berbahagia daripada yang miskin, lapar, menangis, dan dikucilkan.
Yesus yang baru saja memilih para rasul dan menunjukkan kuasa-Nya atas orang sakit (Lukas 6:12-19) memutarbalikkan kriteria itu. Dia menekankan bahwa mereka yang setia kepada-Nya bisa jadi mengalami hidup yang miskin, lapar, menangis, dibenci, dan dikucilkan secara jasmaniah.
Namun bila tidak meninggalkan imannya, mereka memiliki harta sejati. Itulah yang akan membuat mereka kaya, kenyang, terhibur, dan dijunjung tinggi dalam kehidupan abadi.
Mereka yang kaya, kenyang, tertawa, dan dipuji-puji karena bisa menikmati segala yang duniawi ini pun diberkati Tuhan. Bukankah kekayaan sering ditafsirkan sebagai berkat dari Tuhan?
Namun, mereka yang mengandalkan itu semua dan melupakan iman kepada Tuhan pada akhirnya akan mengalami nasib celaka. Artinya, menemukan kenyataan bahwa semua yang duniawi itu tidak dapat memberikan keselamatan kepadanya.
Yesus tidak sedang memuji orang miskin dan mengecam orang kaya. Dia sedang mewartakan betapa pentingnya iman kepada Tuhan dan memberikan peringatan kepada mereka yang semata-mata mengandalkan hal-hal duniawi.
Keselamatan manusia tidak ditentukan oleh sukses atau gagalnya dalam hidup menurut ukuran dunia, melainkan oleh iman dan kesetiaannya kepada Tuhan. Mereka yang mempertahankan imannya di atas semua yang duniawi telah memilih dan memiliki harta sejati.
Rabu, 13 September 2023
Peringatan Santo Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja