DI SMA Negeri di mana saya mengajar, tempat duduk para guru agama dikelompokkan sesuai dengan bidang masing-masing. Jadi saya berada dalam satu kelompok dengan guru agama yang lain.
Di depan saya ada dua guru agama Islam (ustadz). Di samping saya duduk seorang guru agama Kristen Protestan. Hubungan kami cukup baik. Bahkan tak jarang, teman-teman ini sering curhat tentang pendidikan putranya atau masalah ekonomi. Waktu itu, tunjangan daerah dianggap sangat kecil dan program sertifikasi belum ada.
Kadang-kadang bapak-bapak ustadz juga menanyakan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam agama Katolik, misalnya tentang pantang dan puasa, tatacara beribadah, aturan berpakaian orang katolik, bedanya katolik dengan protestan, bahkan juga tentang isu kristenisasi dan hukuman mati bagi teroris.
Pola pikir
Dalam menjawab pertanyaan mereka saya berusaha untuk menyelami pola (logika) berpikir mereka agar dengan jawaban itu mereka mudah menangkap apa yang saya maksudkan. Pada umumnya mereka puas dengan jawaban saya. Tampaknya tanya-jawab antara saya dengan bapak-bapak ustadz itu dibicarakan dengan murid-murid mereka sehingga para murid yang tadinya nampak seperti antipati terhadap saya, mereka mulai menyapa saya dengan banyak senyum.
Karena saya selalu menanggapi pertanyaan-pertanyaan mereka dengan sungguh-sungguh dan mungkin mereka merasakan tidak ada prasangka, maka salah satu ustadz menanyakan satu hal yang cukup krusial yang biasanya dihindari untuk diajukan. Yakni, pertanyaan tentang Allah Tritungal:
“ Pak Yo, apa benar bahwa Allahnya orang Katolik itu ada tiga? Allah Bapak, Allah Anak dan Allah Ibu?,” kata mereka.
Wah, pertanyaannya mudah tetapi jawabannya sangat sulit. Kalau dijawab dengan menjabarkan Kristologi rasanya akan seperti menggapai di udara kosong, mubasir atau sia-sia. Oleh karena itu saya menjawab dengan jawaban yang menurut saya sesuai dengan alam pikiran bapak itu:
“Wah, itu enggak bener itu, Pak. Kami ini mengimani Allah Yang Maha Esa. Kita juga mengamalkan tauhid seperti Bapak. Perbedaannya terletak pada penafsiran kita tentang Allah berdasarkan hal-hal yang diwariskan kepada kita (Alkitab). Penjelasannya begini Pak:
Menerangkan tentang Allah
Kita coba berangkat dari ke-esa-an dari Allah yang juga sulit kita pahami. Di Amerika ada Allah, di India ada Allah, di Timur Tengah ada Allah, di Jepang ada Allah, di Indonesia ada Allah, di mana-mana ada Allah…Loh…kok Allahnya hanya satu? Ini yang namanya misteri, kalau manusia mengetahui semua hal tentang Allah maka itu bukan Allah lagi, tetapi hanya sekedar ‘allah’ ciptaan pikiran manusia. (Bersambung)