Home BERITA Memperbincangkan Kesehatan Remaja di New Delhi (1)

Memperbincangkan Kesehatan Remaja di New Delhi (1)

0
Ilustrasi (Ist)

PAGI itu Jumat, 27 Oktober 2017 kami terbangun di kamar 209 hotel bloomrooms di 8591 Arakashan Road, New Delhi, India agak terlambat dari biasanya, karena kelelahan yang penat. Segera kami santap sarapan menu asli India yang hanya hambar dan sedikit pahit di lantai 1, lanjut bergegas akan mengikuti The 11th World Congress on Adolescent Health, di Hotel Pullman Aerocity, New Delhi, yang telah menggetarkan ingatan akan Parikesit, karena bertahta sebagai raja di Hastinapura pada epik Bharatayuda, saat masih terhitung remaja.

Konsep rumah sakit

Kesehatan remaja yang akan dibahas di India, mengingatkan hal lain, yaitu tentang layanan kesehatan di rumah sakit.

Apa yang perlu disadari?

Hippocrates dari Yunani boleh disebut sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, namun tabib India kuno terbukti telah mampu melakukan tindakan seperti operasi katarak hingga operasi plastik.

Sushruta, seorang tabib India, dikenal sebagai dokter bedah pertama yang tercatat dalam sejarah dunia. Bahkan pada abad ke-8, tabib India telah menemukan cikal bakal vaksin cacar. Ilmu kedokteran yang mereka ciptakan dirangkum dalam kitab suci Ayurvedha. Sedangkan konsep rumah sakit kuno zaman Hippocrates mungkin berasal dari Kuil Asclepius, Dewa Kesehatan Yunani, dengan pola perawatan yang diberikan masih berbau takhayul, karena didasarkan pada penyembahan terhadap Dewa Asclepius.

Rumah sakit dengan konsep modern pertama di dunia baru tercatat dari laporan seorang biksu Cina bernama Fa Xian pada tahun 400 M, justru terjadi di India. Sistem yang dianut waktu itu mirip dengan rumah sakit pada masa sekarang. Orang yang merasa sakit datang, diperiksa oleh tabib, kemudian dirawat dengan ramuan dan makanan hingga sembuh, kemudian diperbolehkan pulang.

Fa Xian (Fa Hsien atau Fa Hien) adalah seorang biarawan Tiongkok dan seorang penjelajah pada abad ke-5 Masehi. Tulisan yang dia buat berisi tentang deskripsi mengenai tempat dan benda sakral Buddhisme yang merupakan agama yang sangat dominan di India pada saat itu. Selain itu, juga berisi tentang sebuah tempat layanan penyembuhan, sebagaimana kita kenal sekarang sebagai sebuah rumah sakit.

Petualangan hari kedua kami di India dimulai dengan berjalan kaki sekitar 11 menit sejauh 750 m dari hotel Bloomrooms, kami mencapai Delhi Aero City Airport Line Station di New Delhi Platform 2. Lalu lintas yang semrawut, bunyi klakson dan umpatan para pengemudi, juga laju kencang dan melawan arus, adalah pemandangan yang nyata seperti yang kami saksikan di YouTube.

Republik India memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu miliar jiwa, merupakan negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Jumlah penduduk India tumbuh pesat sejak pertengahan 1980-an. Ekonomi India adalah terbesar keempat di dunia dalam PDB (Produk Domistik Bruto), diukur dari segi Paritas Daya Beli (PPP), dan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.

India dengan sistem demokrasi liberal terbesar di dunia, juga telah muncul sebagai kekuatan regional yang penting, memiliki kekuatan militer terbesar, dan memiliki senjata nuklir. Meskipun kekumuhan lingkungan, kemiskinan kota dan bau kencing di sepanjang jalan yang kami lewati masih ada, tetapi segera lenyap begitu kami turun ke Delhi Aero City Airport Line Station di bawah tanah, yang nampak modern. Dengan tiket seharga Rs 60 dan 2 kali perhentian, yaitu di Shivaji Stadium dan Dhuala Kuan, kemudian kami turun di Delhi Aerocity Station dilanjutkan berjalan kaki ke lokasi acara di Hotel Pullman di Asset No 02, GMR Hospitality District, sekitar 11 menit sejauh 850 m.

Setelah proses registrasi peserta konggres yang lancar, segera kami mengikuti Plenary Sessions dengan Keynote Lecture Anthony Costello (World Health Organization, Switzerland) dengan judul sangat wah dan khas pejabat, yaitu “Global Adolescent Health: Opportunities and Challenges”. Selanjutnya Gogontlejang Phaladi (The Partnership for Maternal Newborn and Child Health, Botswana) memberikan materinya yang lebih membumi dan bergaya milenium dengan judul “Adolescent Health: A Young Person’s Perspective”.

Komunikasi HP

Sayang sekali, materi oleh Manoj Jhalani (Ministry of Health and Family Welfare, Government of India) yang berjudul “Adolescent Health – India’s vision” kurang menarik untuk diterapkan, karena lompatannya terlalu jauh ke depan, meninggalkan masa keemasan Prabu Kresnadipayana atau Parikesit remaja pada era akhir wayang purwo.

Setelah sesi debat para pakar yang cukup menarik karena bertema ‘The parents of any child, including adolescents under 18 years of age, must give consent for their child’s clinical care’ dan dipimpin oleh Pierre-André Michaud (University of Lausanne, Switzerland), kami menjadi lebih mengerti ramaja. Perdebatan yang mempertemukan Fadia AlBuhairan (King Abdullah Specialist Children’s Hospital, Riyadh, Saudi Arabia) dengan Philip Jaffé (Center for Children’s Rights Studies, University of Geneva, Switzerland) sangat hidup dan inspiratif.

Sesi yang menarik lainnya adalah paparan hasil penelitian Sawni, la Chance dan  Meko dari Hurley Medical Center Genese County, MI, USA yang menyimpulkan bahwa komunikasi menggunakan HP (cell-based communication) dengan remaja, sangat mungkin dilakukan, bahkan juga pada remaja dari kelas sosio ekonomi rendah. Pada era teknologi komunikasi sekarang, petugas kesehatan wajib mempertimbangkan penggunaaan HP (cell-based communication) untuk berkomunikasi dengan remaja (p<0,001).

Indian Gate

Setelah sesi makan siang, kami melanjutkan petualangan dengan kembali melalui Delhi Aerocity Station untuk naik Delhi Aero City Airport Line, melewati Dhuala Kuan dan turun di Shivaji Stadium. Dari situ kami menyewa bajaj berbahan bakar gas (BBG) menuju pusat kota New Delhi. Meskipun lalu lintas sangat padat, tetapi polusi dan emisi gas buang asap kendaraan bermotor sangat rendah, karena penggunaan BBG di India sudah sangat jamak. Dengan tarif Rs 500 untuk penggunaan 2 jam, kami segera meluncur ke Gerbang India (Indian Gate).

Gerbang ini adalah monumen nasional India yang  terletak di jantung kota New Delhi dan dirancang oleh Sir Edwin Lutyens, seorang arsitek Inggris yang terkenal. Aslinya gerbang ini dikenal dengan nama “Tugu Peringatan Perang Seluruh India”, untuk memperingati pengorbanan 90.000 orang tentara India Britania yang tewas membela Kerajaan Inggris Raya pada Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang Inggris-Afghanistan III tahun 1919.

Gerbang India, yang awalnya diberi nama All India War Memorial ini  dibangun sebagai bagian dari Imperial Graves Commission (IWGC) pada tahun 1917. Batu fondasi diletakkan oleh Duke of Connaught yang berkunjung pada tanggal 10 Februari 1921. Proyek ini selesai sepuluh tahun kemudian pada tahun 1931 dan diresmikan pada tanggal 12 Februari 1931 oleh Viceroy Lord Irwin. Setiap tahun pada tanggal 26 Januari, parade Hari Republik dimulai dari Rashtapati Bhavan (President House) dan berlangsung di sekitar Gerbang India. Parade ini menampilkan prestasi terbaru di bidang teknologi pertahanan sekaligus warisan budaya negara India.

Sir Edwin Lutyens adalah arsitek perancang yang mendesain lengkungan kemenangan sangat mirip dengan Arch de Triomphe di Paris, Prancis.* Gerbang India terletak di pusat kompleks heksagonal dengan diameter 625 m dan luas 360.000 m2. Gerbang India tingginya 42 m dan lebar 9,1 m. Ternyata *bukan Phytagoras orang Yunani kuno ahli aritmatika yang menemukan penggaris berskala,* melainkan orang-orang India kuno pada tahun 1.500 SM. Penggaris kuno ini dibuat dari gading dengan ketelitian 2 mm dan *menjadi penyebab mengapa bangunan prasejarah di India, dibuat dengan sangat presisi.

Sir Edwin Lutyens tidak mau kalah, saat membangun Gerbang India dengan menggunakan bahan bangunan batu pasir merah dan kuning yang bersumber dari Bharatpur, juga disusun sangat presisi. India adalah asal dari peradaban kuno yang berpusat di Lembah Sungai Indus dan merupakan tempat kelahiran dari empat agama utama dunia, yaitu Hindu, Buddhisme, Jainisme dan Sikhisme yang meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1947.

Dulu terdapat kanopi di depan monumen Gerbang India, yang di atasnya pernah berdiri patung George V dengan mahkota dan jubah penobatannya sebagai Raja Inggris Raya yang disebut ‘Imperial State Crown’ dan tongkat kerajaan. Patung tersebut kemudian dipindahkan ke ‘Coronation Park’ pada tahun 1960 dan kanopi dikosongkan yang melambangkan mundurnya kolonial Inggris dari India.

Setelah puas berfoto gaya di sela-sela banyaknya pengunjung Gerbang India, kami melanjutkan perjalanan menyusuri Jl. Rajpath yang lurus dan lebar. Jalan Rajpath yang dibangun sangat mirip dengan Champs-Elysées di Paris, Perancis adalah jalan raya seremonial untuk Republik India di New Delhi, sehingga kami sampai merinding membayangkan megahnya parade Hari Republik India pada setiap tanggal 26 Januari di jalan tersebut.

Kami terus menuju Rashtapati Bhavan (President House) dan Parliament of India. Semua bangunan tersebut saling berdekatan, yaitu Rashtrapati Bhavan yang adalah tempat tinggal resmi Presiden India, memiliki 340 ruang yang dilengkapi Estate Presiden seluas 130 hektar, yang meliputi taman presiden era Mughal, lapangan terbuka besar, tempat tinggal para penjaga keamanan dan perwira lainnya, dan tembok perimeter-nya. Bangunan istana utama awalnya dikenal sebagai Viceroy’s House. Dalam hal wilayahnya, tempat tersebut merupakan tempat tinggal kepala negara terbesar di dunia, sampai saat Kompleks Presidensial Turki dibuka pada 29 Oktober 2014.

Selanjutnya kami menuju ke House of Parliament, yang dirancang oleh arsitek Inggris Edwin Lutyens dan Herbert Baker pada tahun 1912-1913, konstruksi dimulai pada tahun 1921 dan berakhir pada tahun 1927. Upacara pembukaan Gedung Parlemen, yang kemudian disebut Dewan Legislatif Pusat, dilakukan pada tanggal 18 Januari 1927 oleh Lord Irwin, Raja Muda India.

Sesanti Mahatma Gandhi

Setelah terkagum-kagum akan keindahan arsitektur pusat pemerintahan Republik India, kami segera menuju Gandhi Smriti yang merupakan lokasi dimana Mahatma Gandhi menghabiskan 144 hari terakhir hidupnya dan terbunuh pada tanggal 30 Januari 1948. Kemudian kami menuju Rajghat yang merupakan tempat di mana Mahatma Gandhi dikremasi pada tanggal 31 Januari 1948 setelah pembunuhannya dan abunya dikubur di situ. Raj Ghat berbentuk platform persegi besar dengan marmer hitam dirancang oleh arsitek Vanu Bhuta.

Mohandas Karamchand Gandhi lahir di Porbandar, Gujarat, India 2 Oktober 1869 dan meninggal di New Delhi, India 30 Januari 1948 pada umur 78 tahun. Gandhi adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus yang paling penting dalam Gerakan Kemerdekaan India. Ia adalah aktivis yang tidak menggunakan kekerasan dan mengusung gerakan kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai.

Gelar Mahatma dalam Bahasa Sansekerta berarti “jiwa agung”, diberikan kepadanya pada tahun 1914 di Afrika Selatan. Selain itu, di India ia juga dipanggil Bapu dalam Bahasa Gujarat, yaitu panggilan istimewa untuk “ayah” atau “papa”.

Kata kebajikan yang dikenang dari Mahatma Gandhi adalah ‘Cinta tidak pernah meminta, ia senantiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan, kebencian membawa kepada kemusnahan. Selain itu, jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.’

Pembunuhan Mahatma Gandhi terjadi pada tanggal 30 Januari 1948 di New Delhi, India. Ia ditembak dari jarak dekat oleh Nathuram Godse. Sejak tahun 1934, telah ada lima upaya gagal untuk membunuh Gandhi di Rumah Birla atau Gandhi Smriti. Godse adalah seorang brahmin Chitpavan dan aktivis  nasionalis Hindu dari Pune, Maharashtra, yang menjadi anggota Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) dan Hindu Mahasabha.

Godse meninggal dalam hukuman mati dengan cara digantung di penjara Ambala, Punjab, sekarang disebut Haryana.

Setelah puas keliling pusat kota New Delhi yang megah dan bersejarah, kami menikmati santap malam di Safari Resto Lounge di seberang Hotel Metropolitan, Bangla Sahib Rd, Connaught Place, New Delhi, dengan menu Tom Yam Soup Vegetarian seharga Rs 175 dan chicken Biryani khas India seharga Rs 425. Diiringi musik tradisi Punjab yang enegik, berjiwa muda, dan sesemangat Parikesit yang masih remaja, kami santap habis semua yang ada dan segera kembali ke hotel.

Dengan puas malam itu kami beristirahat, untuk menyiapkan diri mengikuti the 11th World Congress on Adolescent Health hari kedua. (Berlanjut)

PS: Penulis adalah seorang pelancong dari Jawa berdana cekak. Artikel ringan ini  ditulis dan dibagikan dari kamar 209 Hotel Bloomrooms di 8591 Arakashan Road, New Delhi, India.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version