Memperbincangkan tentang Hantu: Beberapa Pengalaman Empiris (2)

0
3,719 views

DAN gayung pun bersambut dengan meriah, ketika issue hantu masuk dalam khasanah perbicangan di milis Sesawi. Kali ini, fokus perbincangan mulai bergeser. Dari yang semula bicara tentang makna kalimat pertama dalam Credo, kini bergerak pada pertanyaan yang lebih riil dan empiris: Benarkah hantu dan para konconya itu eksis/ada?

Nah, pada pertanyaan inilah beberapa jawaban langsung bergulir kencang merespon pertanyaan itu.

Pengalaman mengusir “setan”

Yanto –mantan novis SJ tahun 1978—punya pengalaman pribadi menarik.  Menurut praktisi  bidang syuting video ini, “kemampuan” manusia mengusir roh-roh jahat dan semacamnya itu bisa saja dimiliki oleh orang awam dan tidak harus rohaniwan (imam/pastur). “Sejak tahun 2004, saya sering dimintai tolong orang untuk mengusir roh-roh jahat,” kata dia, kini awam katolik seratus persen.

Namun, kata Yanto—praktik semacam “exorcism” seperti itu tidak mau dia lakoni lagi karena berbagai alasan. “Kalau pun bisa, saya tidak mau menjalankannya lagi…,” kata penggemar kegiatan memancing di alam terbuka ini.

Kepada Sesawi.Net, dia hanya mau menegaskan bahwa praktis eksorsime itu membutuhkan banyak tenaga ekstra. “Harus banyak laku tapa (matiraga) dan doa,” kata Yanto.

Mengapa harus banyak melakukan pantang dan puasa batin dan ragawi? “Kalau tidak begitu, salah-salah yang mau mengusir setan maka akan dirasuki roh-roh jahat itu,” jawabnya tandas.

Lalu Yanto menyimpulkan, hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan “karunia khusus” saja yang bisa melakukan hal itu.

Doa Rosario menangkis pengaruh “hantu”

Kali ini, pengalaman empiris lain juga disyeringkan oleh Siswanto.

Kejadiannya pada tahun 1996, ketika mantan novis SJ era tahun 1992 ini– tengah melakukan retret tahunan bersama para frater Jesuit lain dari Kolese Hermanus Jakarta di sebuah tempat khalwat di kawasan jalur Puncak-Sukabumi.

“Waktu itu, saya sekamar dengan Frater X yang kini sudah jadi romo beneran. Setiap malam, saya punya tradisi baik yakni selalu doa Rosario,” kata Siswanto membuka perbincangan. “Saya juga suka mendoakan ujud khusus yakni mendoakan para awah sekalian orang beriman yang masih di Api Penyucian,” sambungnya.

Frater X yang sekarang sudah jadi romo itu –teman sekamar dengan Siswanto—konon suka glenak-glenik memperbicangkan hantu dan para konconya. “Sis –kata Frater X—waktu kamu doa tadi, ternyata banyak banget ‘orang lain’ yang ngikutin doa kamu,” kata Siswanto menirukan omongan Frater X yang suka berbincang tentang dunia klenik itu kepadanya.

“Begitu satu bulir Salam Maria selesai, satu orang hilang; lalu pulang ke alamnya yang benar,” kata Frater X ‘menasehati” Siswanto kala itu.

Lalu dia memberi saran kepada Siswanto: seterusnya rajin-rajinlah berdoa Rosario untuk membantu ‘gerombolan orang’ tersebut supaya kembali ke alamnya. “Itu karena doamu memberi jalan buat mereka kembali ke alamnya… Namanya gendruwo, pocong, kuntilanak, banaspati dan  tuyul, saya sudah pernah lihat,” kata Frater X itu.

“Tapi di saat saya berdoa, tidak pernah lihat sekalipun ada orang atau roh-roh di sekeliling saya,” kata Siswanto menirukan omongan Frater X.

“Memang tak perlu harus lihat, tetapi percayalah bahwa roh roh itu ada dan selalu membuntuti kita karena setiap doa kita untuk mereka menyelamatkan jiwa mereka,” kata Frater X kepada Siswanto waktu itu. (Bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here