
KASIH sejati tidak mengenal warna dan tidak membedakan apa pun. Seorang gadis cantik bisa jatuh cinta kepada pemuda tak berpendidikan dan berperilaku jahat. Kasih suka jatuh di sembarang tempat. Tidak peduli.
Kalau kasih manusia saja seperti itu, bagaimana dengan kasih Allah? Bukankah kasih-Nya melampaui logika manusia? Dia menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang baik dan menurunkan hujan bagi orang benar dan orang tidak benar (Matius 5:45).
Injil hari ini (Matius 20:1-16) mewartakan kasih Allah yang melampaui kriteria dan ukuran manusia. Dia memberikan upah yang sama kepada pekerja yang bekerja sepanjang hari di bawah terik matahari dengan yang mulai bekerja jam lima petang (Matius 20:11-12).
Dia membayar upah mulai dari yang datang terakhir dan yang pertama datang dibayar sebagai yang terakhir. Mereka yang percaya kepada Yesus mendapat tempat lebih utama daripada orang Yahudi yang sudah lama percaya dan taat kepada Tuhan.
Tuhan Allah memperlakukan mereka secara sama. Bagi-Nya tidak ada bedanya antara yang lebih dulu percaya kepada Tuhan dari yang baru belakangan menjadi orang percaya.
Ketika para pekerja itu memprotes, Tuhan Allah menegaskan hak-Nya. “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku?” (Matius 20:15).
Di sini, miilik bukan hanya semua barang ciptaan-Nya, melainkan termasuk hati dan kasih-Nya.
Allah menjungkirbalikkan pemikiran manusia. “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yesaya 55:8-9).
Kesannya, Allah itu sesukanya. Manusia yang sesukanya membahayakan diri sendiri dan sesamanya. Tetapi, jika Allah bertindak sesuka-Nya, orang tidak perlu khawatir.
Mengapa? Karena Allah selalu bertindak berdasar keadilan kasih-Nya kepada manusia. Maka, jangan mempertanyakan keadilan kasih-Nya.
Rabu, 23 Agustus 2023