Renungan Harian Jumat, 28 Januari 2022
PW. St. Thomas Aquino, Imam dan Pujangga Gereja
- Bacaan I: 2sam. 11: 1-4a. 5-10a. 13-17
- Injil: Mrk. 4: 26-34
SAYA mendapat berita bahwa seorang kawan meninggal. Saya terkejut mendengar berita itu. Karena mendengar dia sakit, belum lama saya bertemu dengan dia. Saat saya melayat ke rumah duka, dan duduk di sana menunggu jenazah selesai dipersiapkan, maka ingatan saya melayang tentang sosok teman ini.
Bagi saya dan banyak orang yang mengenal dia, dia adalah orang yang baik. Kami yang mengenal dia tahu persis bagaimana orang ini adalah orang yang selalu menyediakan diri untuk pelayanan dan untuk orang lain.
Di tengah kesibukannya bekerja, dia selalu punya waktu dan tenaga untuk banyak orang. Dia selalu membantu orang lain, dan kalau membantu dia sungguh-sungguh memberikan dirinya sepenuh.
Banyak orang mengalami pertolongannya dan merasakan kehadiran dirinya di saat-saat dibutuhkan. Dia tidak pernah memandang orang, siapa pun yang membutuhkan pertolongan pasti akan ditolongnya, bahkan orang yang tidak kenal dan baru bertemu di jalan.
Namun begitu, banyak teman tahu bahwa dia bukanlah orang yang sempurna. Dia yang ringan tangan dan memberikan diri untuk pelayanan dan membantu banyak orang, sering kali meninggalkan keluarganya.
Dalam banyak hal keluarganya sering dinomor duakan atau bahkan dinomor sekiankan. Sehingga tidak jarang hal ini menjadi sumber keributan di dalam keluarganya.
Namun itulah dia, meski selalu ribut dengan isteri, dia tidak menjadi mengurangi sikapnya untuk melayani dan membantu orang lain.
Di mata orang lain siapa pun itu, dia adalah orang baik; tetapi tidak sebagai suami dan bapak.
Di saat-saat terakhir hidupnya, dia mulai menemukan keseimbangan dalam hidupnya. Dia telah bisa menemukan keseimbangan antara keluarga dan pelayanan serta membantu orang lain.
Dia telah menemukan perannya sebagai seorang bapak dan suami. Sehingga isteri dan anak-anaknya menemukan sosok suami dan bapak yang luar biasa.
Suami yang penuh perhatian dan sayang dengan istri sehingga isterinya mengatakan bahwa dirinya berbunga-bunga sebagai seorang isteri.
Anak-anaknya menemukan sosok bapak yang selalu dirindukan dan diimpikan.
Bapak yang selalu ada dan hadir untuk anak-anaknya; bapak yang mengayomi dan memberikan rasa aman bagi anak-anaknya; bapak yang mencintai anak-anaknya dengan sepenuh hati.
Namun justru di saat dia menemukan keseimbangan dalam hidupnya, di saat dia telah menjadi tempat yang aman bukan hanya bagi banyak orang tetapi juga bagi keluarganya yang selama ini seperti “diabaikan” Tuhan memanggil dia.
Bagi saya, dia orang menjadi contoh pergulatan seorang beriman. Dalam usahanya untuk memuliakan Tuhan dia memberikan dirinya sepenuhnya bagi banyak orang. Sehingga banyak orang mengatakan: “Saya merasa aman dan nyaman kalau ada dirinya” meski dia lupa hal yang utama dalam hidupnya adalah keluarga.
Dengan jatuh bangun seiring perjalanan waktu dia menemukan keseimbangan dalam mewujudkan cintanya, pengabdiannya dan usahanya untuk memuliakan Tuhan.
Di rumah duka banyak orang datang berduka, menangis dan meratap kehilangan teman ini. Semua seolah kehilangan sosok yang selama ini selalu memberi rasa aman, sosok tempat banyak orang berlindung.
Dia telah menabur, menabur dan menabur kasih tanpa pernah berpikir soal hasil. Namun apa yang dia tabur tumbuh, berkembang sehingga memberikan perlindungan bagi banyak orang.
Bagi saya dia telah banyak menabur kasih, menaburkan benih-benih Kerajaan Allah. Meski banyak orang dan dia sendiri pun mungkin tidak tahu soal Kerajaan Allah, namun banyak orang mengalami kasih yang menghidupkan; kasih yang memberikan perlindungan dan rasa aman.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Markus:
“Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam rimbunannya.”
Selamat jalan kawan.