Suatu siang seorang pemuda kelelahan. Baru saja ia marah-marah terhadap anak buahnya yang melakukan kesalahan. Kepada seorang teman dekatnya, ia berkata, “Saya kesal dengan semua ini. Mengapa mereka tidak melakukan apa yang saya instruksikan? Mengapa mereka kerjakan apa yang mereka inginkan? Dan itu salah. Saya lelah dengan semua ini.”
Pemuda yang punya usaha bengkel itu merasa jengkel terhadap para karyawannya. Ia menyimpan kekesalannya itu dalam hatinya. Akibatnya, ia tidak bisa melakukan apa yang menjadi tugas-tugasnya. Hari itu ia banyak kehilangan keuntungan. Seharusnya banyak penghasilan ia peroleh pada hari itu. Akibat kemarahannya itu, ia banyak kehilangan pelanggan. Ia mesti bangkit lagi. Ia mesti berusaha untuk mengembalikan lagi para pelanggannya. Mereka lari ke bengkel lain, karena kesalahan para karyawannya.
Namun pemuda itu menyadari bahwa tenggelam dalam kemarahan tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Ia akan kehilangan semakin banyak keuntungan. Karena itu, ia mengumpulkan semua karyawannya. Ia memberikan pengarahan kepada mereka. Ia memberikan pelatihan untuk mereka, sehingga mereka dapat memperbaiki kesalahan. Dengan cara itu, dalam waktu singkat ia dapat mengembalikan lagi para pelanggannya. Suatu sukses kemudian ia raih dalam usahanya itu.
Melemahkan manusia
Sahabat, amarah atau kemarahan melemahkan manusia. Amarah membuat orang rugi dalam setiap usaha yang dilakukannya. Ketika Anda punya usaha yang sedang bertumbuh, Anda dianjurkan untuk mengekang kemarahan Anda. Mengapa? Karena kemarahan dapat menghilangkan kemajuan usaha Anda. Energi Anda terpusat pada diri Anda sendiri yang tidak ingin disepelekan.
Amarah biasanya berhubungan erat dengan egoisme seseorang. Mengapa seseorang itu marah? Benjamin Franklin mengatakan bahwa amarah tidak pernah terjadi tanpa alasan, tetapi jarang oleh alasan yang baik. Artinya, kemarahan atau amarah itu lebih didominasi oleh alasan yang kurang baik. Orang gampang marah, karena orang tidak mau dirinya disepelekan. Orang gampang marah, karena orang merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang lebih. Kalau ada orang yang kemampuannya lebih dari dirinya, ia akan marah. Ia tidak mau terima.
Dalam pengalaman hidup sehari-hari, orang bebal lebih gampang dikuasai amarah. Mengapa? Karena orang bebal tidak punya banyak akal untuk menghadapi berbagai persoalan dalam hidupnya. Ia punya keterbatasan dalam hidupnya.
Sayangnya, orang bebal sering merasa diri serba tahu. Akibatnya, orang bebal biasanya merasa gampang tersaingi oleh orang lain. Sang Kebijaksanaan mengatakan bahwa orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya.
Karena itu, orang beriman mesti selalu berusaha untuk menahan amarahnya. Orang beriman mesti menjadi orang yang bijak dalam hidup ini dengan mengarahkan dirinya kepada kebaikan. Kalau kita mampu menahan amarah dalam hidup ini, kita akan meraih sukses dalam perjalanan hidup kita.
Mari kita menahan diri dari rasa marah. Kita berusaha untuk menahan diri, agar kita memperoleh rahmat Tuhan yang berlimpah-limpah. Tuhan memberkati.