BICARA tentang biji sesawi, ada banyak karakteristik biji sesawi sebagaimana bisa kita temukan dalam Injil. Kalau kamu punya iman sebesar biji sesawi kamu dapat memindahkan gunung ini ke situ, dst.
Kedua, lalu juga telusuri ciri kedewasaan pada umumnya itu seperti apa dan kedewasaan iman itu seperti apa? Barangkali baik kalau langsung saja dikaitkan dengan integritas, karena ciri orang dewasa bagaimanapun adalah memiliki karakter yg integral. Itu di google juga ada.
Integritas berarti adanya konsistensi antara perkataan dan perbuatan, sama seperti istilah “what you see is what you get”. Jika orang lain mendapati inkonsistensi dalam perkataan dan perbuatan kita, mereka melihat kita sebagai orang yang munafik.
Kegagalan kita dalam membangun integritas akan meracuni kesatuan yang ada, menghancurkan kepercayaan di antara kita, dan mematahkan persatuan organisasi/kelompok. Maka, kalau kita mau merevitalisasi integritas kepemimpinan kita, kita harus memiliki sikap atau karakter baik yang mencirikan adanya integritas di dalam diri kita, seperti tulus, konsisten, teguh hati, dan mampu bertahan sampai akhir.
- Tulus
Ketulusan adalah perilaku tanpa kepura-puraan/kepalsuan. Pemimpin yang berintegritas harus bersikap tulus. Tindakannya sesuai dengan perkataannya. Satunya kata dengan perbuatan. Yesus yang menjadi pola kita pun penuh ketulusan. Maka, Ia sangat tidak senang dengan para pemimpin yang penuh kepura-puraan. Itu sebabnya para ahli kitab dan ahli taurat serta imam-imam dikecam-Nya, karena mereka tidak putih beneran, tetapi putihnya kuburan yang luarnya saja putih, tetapi dalamnya penuh dengan kebusukan, tulang belulang. Yesus dengan tegas mengecam mereka sebagai orang yang “munafik” (disebutkan sebanyak enam kali dalam Matius 23:13, 15, 23, 25, 27, 29), dan lebih daripada itu, kecaman-Nya diawali dengan frasa “Celakalah kamu!”
Pada zaman ini, kita hidup dalam era kosmetik dan penuh topeng. Kita berpura-pura khusyuk berdoa, pura-pura produktif bekerja, pura-pura aktif melayani, pura-pura peduli kepada orang lain. Yohanes dengan jelas mengatakan, “Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran” (1Yohanes 1:6). Pemimpin seperti itu perlahan-lahan akan menjadi paranoid, karena tidak tahu apakah dia hidup dalam ilusi atau realita. (Bersambung)
Benawa Ari Darsana, belajar filsafat dan teologi di Universitas Sanata Dharma; kini dosen di beberapa universitas di Jabodetabek.
Boleh Tanya :
Jika sebagai pemimpin punya keteguhan hati untuk dapat menyelesaikan tugas hingga masa bakti selesai, tapi di tengah jalan dituding membuat kesalahan yaitu sebagai penyebab tidak berkembangnya organisasi dan akhirnya mengundurkan diri demi kelanggengan organisasi itu, pemimpin apakah dia?
terima kasih ……