MINGGU BIASA 2, C; 27 Januari 2013 Yes. 62:1-5; 1Kor. 12:4-11; Yoh. 2:1-11
Peristiwa Perkawinan di Kana yang sering kita dengar ceritanya, biasanya pusat perhatian kita pada mukjijad Yesus yang mengubah air menjadi anggur. Padahal Yohanes tidak pernah menyebut tindakan Yesus sebagai mukjijad. Yohanes menyebut peristiwa ini sebagai tanda pertama dari tanda-tandanya yang menyatakan kemuliaanNya.
Yang mana tanda pertama itu? Tindakan Yesus mengubah air menjadi anggur secara luar biasa atau akibat tindakan Yesus mengubah air menjadi anggur? Saya rasa, suatu tindakan baru dapat dinilai dari makna tindakan itu bagi orang yang menerima akibat tindakan itu.
Akibat tindakan Yesus, adalah para tamu dapat terus berpesta dan keluarga pengantin terbebas dari rasa malu dan hilang muka berkepanjangan. Jadi tanda pertama Yesus adalah sukacita dan pembebasan dari kesulitan bagi orang-orang yang ada saat itu. Dan hasil utama dari tanda pertama itu ialah: para murid percaya kepadaNya.
Dalam Injil Yohanes, para murid pertama mengikuti Yesus karena terkesan pada pribadi Yesus. Karena itu mereka mau mengikuti Dia saat mereka dipanggilNya. Dan pada saat ini, mereka menjadi saksi yang diam dan memperhatikan apa yang terjadi. Hal ini menumbuhkan kepercayaan mereka kepadaNya.
Awal karya Yesus ditandai dengan suatu pernyataan kuasa yang menunjukkan keperdulianNya akan kesulitan manusia dan keinginan Yesus untuk memberi kebahagiaan kepada manusia. Tetapi kuasaNya tidak terlaksana oleh Yesus sendiri. Ada ibu Maria yang mengajak Yesus hadir di pesta itu. Ibu Maria juga yang mengabarkan kesulitan pengantin, kehabisan anggur.
Meski tidak mendapat jawaban yang jelas, ibu Maria tetap mempersiapkan para pelayan untuk melaksanakan perintah Yesus. Para pelayan yang taat, mengisi 6 buyung tempat pembasuhan kaki dan mau saja disuruh membawanya kepada pemimpin pesta. Jadi ada ibu Maria, para pelayan dan pemimpin pesta yang terlibat dalam perwujudan tanda kuasa Yesus.
Ada pengantin dan keluarganya yang diselamatkan dari rasa malu dan ada para tamu yang tidak terganggu kesenangan dan sukacita mereka. Tetapi mereka tidak sadar apa yang terjadi. Dan yang menangkap maksud tanda Yesus, adalah para murid yang hadir dan menyaksikan.
Para murid itu adalah kita. Tidak diharapkan kita hanyalah sekedar penikmat tanda yang tidak sadar, tetapi kita saksi dari tanda-tanda Yesus yang menjadi semakin percaya kepadaNya. Dan kemudian menjadi saksi pewarta dan ikut menjadi tanda.
Seorang bapak, masuk gereja, persis sebelum misa mulai. Ia duduk di bangku belakang; ia duduk, menunduk untuk berdoa dan memejamkan mata. Ia melihat sepatu orang di sebelahnya.. menyentuh sepatunya. Ia mendesah. Ada banyak tempat kosong di sebelah.
Mengapa sepatunya harus meneyentuh sepatuku? Hal itu mengganggu bapak itu, tapi nampaknya orang yang di sebelah tidak terganggu. Sampai doa Bapa Kami, mereka berdiri. Bapak itu berpikir: “Orang ini tidak tahu malu. Sepatunya berdebu, kumal dan sudah ada sobeknya. Bapak itu tidak dapat konsentrasi dalam doa. waktu kotbah, ia menguap sampai keluar air mata.
Ia melirik orang disebelahnya, ia juga keluar air mata. “Pasti dia ngantuk juga.” Waktu persembahan, ia melihat orang itu memasukkan uang yang juga kumal dalam kantung persembahan. Dia masih memikirkan sepatu butut itu. “Harusnya kita berpakaian pantas kalau ke Gereja. Orang ini pasti tidak perduli tentang hal ini.” “… sebab Tuhan lah Raja, yang berkuasa untuk selama-lamanya.”
Orang itu bernyanyi dengan keras dan bangga. “Suaranya keras banget. Kaya takut Tuhan nggak denger.” Omelnya dalam hati. Waktu Salam Damai, ia menyalami orang di sebelahnya itu. Ternyata dia bapak tua berkulit hitam, rambutnya sudah putih. Orang itu membalas salamnya dengan semangat dan bibir penuh senyum. Sehabis misa, mereka keluar bersama.
Mereka berkenalan. “Nama saya Charlie. Senang bertemu anda, pak.” Ada air mata di matanya, tetapi ada senyum lebar di mulutnya. Dia menghapus air matanya. “Saya sudah ikut misa disini beberapa bulan. Dan anda orang pertama yang menyalami saya dan memperhatikan saya. Saya tahu, penampilan saya tidak seperti yang lain. Tapi saya selalu berusaha tampil baik. Saya selalu membersihkan dan menyemir sepatu saya sebelum jalan. Tetapi tempat saya jauh dan saya harus jalan kaki. Sehingga sesampainya di Gereja, sepatu itu sudah kotor dan berdebu.”
Bapak itu merasa tertusuk hatinya. Ia menelan ludah untuk menahan air matanya. Orang tua itu minta maaf karena berani duduk mepet-mepet. “Waktu saya sampai disini, saya tahu, penampilan saya tidak baik. Tapi saya piker kalau saya bisa menyentuh anda, mungkin roh kita juga dapat bersatu.”
Bapak itu termenung. Ia mencoba menjawab dengan tulus, bukan sekedar jawaban dari kepala. “Oh, bapak sudah menyentuh saya. Dan juga sudah mengajar saya sesuatu. Yang terbaik dari seseorang ialah apa yang ditemukan dalam hatinya.” Bapak itu bersyukur bahwa orang tua itu, tanpa sadar, sudah menyentuh hatinya dengan sepatu butut dan kotor itu.
Pada murid pertama, belajar dalam perjalanan mereka mengikuti Yesus: tanda dan kuasa Yesus, bukan lah faktor utama dalam karya Penyelamatan Allah. Ketaatan dan kesetiaan Yesus pada kehendak Bapa, itu lah yang menjadi dasar keselamatan bagi semua manusia. Tetapi mereka belajar bersama ibu Maria tentang keterbukaan, ketaatan dan kepasrahan dalam usaha.
Dan pada akhirnya, mereka juga belajar untuk mentaati kehendak Bapa dan berjuang melaksanakannya dalam usaha mereka memimpin Gereja. Semoga awal tahun ini, kita juga belajar dari berbagai tanda yang telah diberikan Tuhan Yesus kepada kita selama ini.
Mungkin Tuhan melakukan perbuatan besar; tetapi hendaknya kita juga semakin peka akan tanda-tanda sederhana, sekadar sentuhan sepatu butut dari orang asing di sebelah kita. Semoga kita juga bertumbuh dalam pengenalan akan Dia. Semoga kita juga semakin sedia mengambil keputusan untuk hidup sesuai dengan arah dan teladanNya, sehingga hidup kita semakin lama semakin berusaha terarah kepada Tuhan. Amin.