BARU saja saya melangkah masuk ke kamar mandi dan mengambil sikat gigi. Prang … terdengar keras sekali. Lampu kamar mandi padam.
Dua besi ‘nyelonong’
Sore itu, hujan deras disertai bunyi gemuruh kilat beberapa kali. Jantungku berdetak cepat sekali. Ada apa? Aku mulai takut. Terbayang lemari kaca kantor yang ada di sebelah kamar saya rubuh. Bunyi itu seperti bunyi kaca yang jatuh.
Bergegas saya keluar dari kamar mandi. Ya Tuhan, langit-langit kamar saya bolong. Air hujan yang turun deras itu membanjiri kamar saya. Tampak dua buah besi baja putih yang cukup panjang ‘nyelonong’ masuk ke kamar saya.
Berarti, bunyi yang keras tadi itu adalah dua besi yang jatuh dari atap kamar saya. Namun tetap saja saya masih saja belum mengerti apa yang telah terjadi.
Nomor baju
Tiba-tiba saya teringat HP yang saya cas di ruang sebelah kamar saya. Pikiran buruk datang menghantui saya, jangan-jangan kabel HP sudah terbakar dan saya akan terkepung api di kamar ini.
Lalu saya menuju ke ruang sebelah dengan dada yang masih berdegup kencang. Kulihat HP yang masih di cas dan tidak terbakar. Dengan tangan gemetar saya mencabutnya.
Syukurlah saya tidak kesetrum.
Saya melangkahkan kaki ke luar kamar. Tampak seorang suster sudah berada di kebun. Ia menangis sambil berteriak, “Anjingku mati. Anjingku mati.”
Melihat itu, spontan saya berteriak memanggilnya agar suster itu segera masuk ke asrama karena petir yang terus-menerus menggelegar.
Dari jarak jauh kulihat besi-besi putih jatuh di kebun dan menimpa anjing kami yang masih kecil. Kuberanikan diri melihat semakin dekat. Mataku nanar, setelah paham kalau besi itu ternyata bagian dari menara radio yang rubuh. Sebagian besar besi-besi baja menara itu menimpa kamar saya dan asrama karyawati.
Tak berapa lama kemudian, tiga orang karyawan radio itu mendatangi rumah kami. Suasana menjadi ramai.
Peristiwa ini seperti mimpi di siang hari.
Sore itu terjadi dua tahun yang lalu, tepatnya tanggal 22 Juni 2018. Tanggal itu kalau disingkat menjadi 22-6. Tanggal itu sama dengan nomer jubah susterku: 226.
Menara radio itu roboh dan menimpa sebagian kamar Susteran St. Fransiskus di Pahoman, Bandarlampung.
Sempat trauma
Tinggi menara radio tersebut adalah 40 meter. Menurut seorang karyawan radio, menara yang rubuh panjangnya 20 meter. Angin yang sangat kencang membuat menara radio itu rubuh.
Meski jarak antara susteran dan menara radio tidak terlampau dekat, namun jatuhnya sebagian besar menimpa susteran. “Seperti keangkat,” begitu ujar salah seorang karyawan radio.
Beberapa hari kemudian beberapa tukang datang. Menara radio itu diperbaiki seadanya agar para penyiar radio dapat mengudara lagi. Tampak empat orang bapak membetulkan menara itu untuk jangka waktu sementara.
Karena ke depan, menara akan dipindah lokasi dan membeli menara yang baru, yang lebih kokoh dan aman untuk masyarakat sekitar.
Ketika bapak-bapak di atas tiang-tiang menara dan saat itu ada bunyi petir, spontan saya mendekati kea rah mereka sambil berteriak, “Pak, turun Pak. Pak, turun Pak.”
Melihat saya yang ketakutan, sambil tersenyum mereka mengatakan, “Tenang saja, Suster.”
Tidak hanya melihat mereka, ketika ada guntur pun, rasa takut dan detak jantungku terasa cepat. Aku berusaha menenangkan perasaan yang timbul. Aku berdoa pada Tuhan mohon ketenangan. Itu terjadi sekitar dua bulan lamanya.
Perhitungan Tuhan selalu tepat
Bagi saya, peristiwa rubuhnya menara yang menimpa persis di kamar saya, tak akan pernah saya lupakan. Semua masih terekam jelas di benak saya. Saya semakin yakin kalau Allah menyelamatkan dan senantiasa melindungi saya.
Kalau Tuhan mau, Tuhan memiliki seribu cara untuk menyelamatkan umat-Nya. Dengan satu langkah saja masuk ke kamar mandi, tak ada berita naas menimpa saya. Itulah cara Tuhan menyelamatkan saya. Ia ingin agar saya tetap hidup dan sehat. Tak cedera sedikit pun. Ia ingin menyatakan kasih-Nya kepada saya lewat peristiwa itu.
Pertolongan Tuhan tidak pernah akan terlambat. Perhitungan Tuhan selalu tepat, tidak pernah meleset.
Satu langkah saya ke kamar mandi adalah langkah Tuhan. Andai Tuhan tidak menggerakkan kaki saya itu untuk satu langkah saja, entah apa yang terjadi.