Renungan Harian
Minggu, 12 Desember 2021
Minggu Advent III
Bacaan I: Zef. 3: 14-18a.
Bacaan II: Flp. 4: 4-7
Injil: Luk. 3: 10-18
BEBERAPA waktu yang lalu, saya bertemu dokter sekadar cek kesehatan. Setelah dilakukan pemeriksaan dan berdasarkan hasil tes darah, dokter mengatakan bahwa saya sehat. Namun demikian, banyak hal yang harus diwaspadai mengingat usia.
Maka dokter menyarankan agar saya mulai mengatur pola makan.
Dokter menyarankan saya untuk bertemu dengan ahli gizi agar mendapatkan saran bagaimana mengatur pola makan yang sehat dan baik.
Dalam pembicaraan dengan ahli gizi, saya harus menghindari makanan berlemak, makanan-makanan yang digoreng dengan minyak dan mengurangi asupan karbohidrat.
Disamping harus mengurangi dan menghindari jenis makanan tertentu, maka dokter ahli gizi menyarankan agar saya banyak makan sayur.
Selain itu saya masih mengkonsumsi vitamin-vitamin untuk membantu metabolisme tubuh.
Mulailah saya makan dengan aturan-aturan yang ada. Betapa sulit untuk mengubah kebiasaan makan yang sudah bertahun-tahun saya jalani.
Di otak saya, makan itu adalah makan nasi, sehingga kalau tidak makan nasi bukan hanya tidak kenyang tetapi juga tidak enak; belum lagi gorengan yang harus dihindari bukan sesuatu yang mudah.
Pekan pertama, saat makan menjadi saat yang tidak menyenangkan dan saat yang tidak saya inginkan, terutama saat makan siang dan malam.
Banyak sayur yang selama ini saya hindari, sekarang harus saya makan.
Pada waktu sebelumnya sayur-sayur itu dimasak dengan berbagai bumbu dan tambahan-tambahan yang pasti enak saja saya hindari, sekarang sayur itu dimasak dengan sedikit bumbu sehingga hampir tawar, tetapi harus saya makan.
Belum lagi tantangan yang paling berat adalah saya makan dengan komunitas di mana makanan yang tersedia lebih menggiurkan.
Membutuhkan usaha yang amat keras dan niat yang luar biasa untuk menjalani itu semua. Godaan untuk melanggar aturan amat kuat.
Belum lagi guyon dari teman-teman yang mengatakan: “Makan kok diatur-atur, apa yang ada dimakan saja, ngapain membuat diri menderita.”
Rasanya baru mulai memasuki bulan kedua saya mulai bisa merasakan bahwa sayur-sayur itu bisa dinikmati, dan tahu rasa sayur seperti apa.
Dengan mengatur pola makan yang baik, menjadikan diri saya merasa lebih segar dan merasa lebih sehat.
Namun demikian meski sudah berlangsung beberapa bulan, godaan untuk melanggar masih amat besar, sehingga tidak jarang dengan sengaja melanggar.
Pengalaman mengatur pola makan, ternyata bukan hanya soal mengubah apa yang dimakan, tetapi lebih dari itu adalah mengubah cara berpikir.
Saat cara berpikir bisa berubah, seperti kesadaran bahwa makan kenyang itu tidak harus makan nasi dan tidak berarti makan banyak, maka rasanya tubuh saya mulai menyesuaikan.
Demikian juga bertobat bukan hanya soal saya tidak melakukan lagi, tetapi mengubah cara pandang, cara berpikir.
Sudah barang tentu membutuhkan perjuangan yang luar biasa dan perjuangan jatuh bangun tanpa henti.
Mengubah pola makan yang sederhana begitu sulit, apalagi mengubah perilaku yang sudah lama dijalani dan dinikmati.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas, warta pertobatan Yohanes Pembaptis adalah perubahan cara bertindak yang didasari perubahan cara berpikir.
“Barang siapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan hendaklah ia berbuat demikian juga.”