Renungan Harian
Kamis, 25 November 2021
Bacaan I: Dan 6: 12-28
Injil: Luk. 21: 20-28
“ROMO, pada masa itu sungguh-sungguh masa yang amat gelap dalam kehidupan kami.
Saya mempunyai usaha yang amat sukses di dalam bidang perdagangan dan angkutan.
Saya berdagang hasil bumi dan mempunyai beberapa truk yang mengangkut hasil bumi jualan kami. Selain itu, saya masih punya beberapa truk yang kami sewakan untuk angkutan.
Pada saat itu, rasanya uang itu mengalir dan apa pun yang kami inginkan dapat terpenuhi.
Sebagai orang yang masih muda dan sudah sukses seperti itu tentu mengagumkan bagi banyak orang dan menjadi kebanggaan keluarga. Kesuksesan yang luar biasa itu ternyata membuat saya lupa diri dan sombong.
Saya merasa hebat, merasa semua bisa saya dapatkan dan semua bisa saya beli. Karena banyak pujian sehingga saya merasa bisa melakukan semua dengan kemampuan sendiri, saya tidak pernah mau mendengarkan saran ataupun masukan dari siapa pun.
Orang yang memberikan saran selalu saya remehkan karena saya menjadi hebat seperti ini bukan karena saran dan nasihat mereka.
Romo, kesombongan saya ini harus saya bayar amat mahal.
Usaha saya jatuh, semua habis bahkan sampai rumah pun habis saya jual sehingga saya dan isteri harus tinggal di rumah petak.
Saya yang semula selalu bisa memenuhi apa yang menjadi keinginan saya, apapun bisa saya beli, sekarang untuk makan saja kami kesusahan. Kalau boleh dan bisa berdoa, mungkin doa saya hanya boleh makan sehari saja cukup bagi kami, itu pun amat sulit.
Itu semua belum cukup membuat kami menderita, cibiran banyak orang dan hujatan-hujatan banyak orang setiap kali harus kami terima. Saat itu saya rasanya begitu tertekan dan tidak berani keluar rumah.
Saya sungguh stres, hampir setiap saat meratapi nasib dan menangis dan tidak jarang terbersit dalam benak untuk mengakhiri hidup ini.
Syukur pada Allah Romo, saya mempunyai isetri yang luar biasa.
Isteri setia menemani saya dan menguatkan saya. Suatu saat isteri saya berkata:
“Pa, kita memang salah, kita memang berdosa sehingga harus menanggung semua ini. Pa, ini kesempatan bagi kita untuk bertobat, memperbaiki diri.
Kita terima semua ini Pa, sebagai bentuk pertobatan dan penyesalan kita. Ayo Pa, kita tanggung semua ini, kita tanggung ejekan dan cibiran banyak orang, karena memang kita seperti itu.
Ayo Pa, kita tatap ke depan, kita tidak boleh menunduk terus, tidak boleh kalah dengan keadaan. Tuhan itu maha belas kasih maka pasti Dia memberikan pengampunan, memberi jalan dan terang.”
Romo, kata-kata isteri saya itu menggugah saya untuk bangkit dan berani menatap ke depan. Saya sujud mohon ampun pada Tuhan, saya berserah pada kehendak-Nya.
Saya tidak berharap dan mimpi untuk menjadi orang sukses seperti dulu lagi, saya hanya berharap boleh menjalani dan melanjutkan hidup ini dengan berani menanggung semuanya.
Puji Tuhan, benar kata isteri saya, Tuhan maha belas kasih, Dia memberi jalan dan terang.
Dengan rahmat-Nya saya dan istri kuat berjuang keras untuk menjalani hidup ini sehingga bisa seperti ini, Romo, saya tidak pernah membayangkan dan tidak berani berharap bisa seperti ini, tetapi rahmat-Nya luar biasa.
Berani menatap ke depan dengan mengandalkan Tuhan menjadikan kami bisa seperti ini keluar dari kegelapan hidup kami,” seorang bapak menceritakan perjalanan hidupnya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas: “Apabila semua itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat.”
Beranikah kita menerima kegagalan dan mengakui kelemahan diri, untuk kemudian bangkit dan berjalan lagi?