Mencermati Peran Kaum Awam (4)

0
863 views
Ilustrasi: FMKI-KAJ tegaskan diri sebagai "rumah bersama" untuk para rasul awam katolik.

DENGAN partisipasi dimaksudkan bahwa Gereja dalam pengutusan, pewartaan dan pelayanannya melibatkan segenap umat beriman (kaum awam).

Kaum awam sendiri sebagaimana ditegaskan oleh Konsili ialah:

“Semua orang beriman Kristiani, kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja.

Jadi kaum beriman Kristiani, yang berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap Umat kristiani dalam Gereja dan di dunia”. (LG 31)

Berciri sekuler

Ciri khas kaum awam adalah sifat sekulernya. Kaum awam memperoleh kekhususan dari hidup dan pekerjaannya yang berlangsung di dunia. Tetapi arti teologisnya diperoleh dari kesatuannya dengan Kristus dalam Gereja.

Sifat sekuler ini walaupun “yang khas” bukanlah “yang pokok” bagi awam. Yang pokok adalah keanggotaannya dalam Gereja.

Apa yang menjadi tugas dan perutusan kaum awam dalam kerasulan Gereja?

Demikian digariskan oleh Konsili:

“Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari Kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah.

Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada di tengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua.

Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia…”.\

Ref: Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, Yogyakarta: Kanisius, 2004, 310.

Kaum awam “secara khusus dipanggil untuk menghadirkan dan mengaktifkan Gereja di daerah-daerah dan keadaan-keadaan, tempat Gereja tidak dapat menggarami dunia selain berkat jasa mereka.” (LG 33).

Seluruh kerasulan awam tidak mempunyai tujuan lain daripada berusaha supaya “ladang dunia lebih dipersiapkan untuk benih sabda ilahi serta pintu gerbang Gereja dengan lebih lebar terbuka, supaya pewartaan perdamaian dapat masuk ke dalam dunia” (LG 36).

Ref: Tom Jacobs, Gereja Menurut Konsili Vatikan II, Yogyakarta: Kanisius, 1987, 58.

Atas dasar martabat dan panggilan luhur kaum awam itulah, Konsili

Communio

Ekumenis Vatikan II mengusung model atau bentuk Gereja sebagai communio sebagai tema sentral dalam upaya membawa pembaharuan (aggiornamento) bagi wajah Gereja.

Sebuah pembaharuan yang berangkat dari terabaikannya peran dan partisipasi umat beriman dalam karya kerasulan Gereja yang disebabkan oleh dominasi kaum tertahbis.

Dengan model Gereja sebagai communio, pertumbuhan dan perkembangan Gereja tidak lagi hanya berada pada tangan hierarki, tetapi dalam kerja sama hirarki dengan umat beriman.

Gereja tidak lagi sepenuhnya berciri hierarkis-institusional, tetapi kolegialitas-partisipatif.

Penekanan partisipasi umat berangkat dari martabat kaum beriman sendiri yang melalui pembaptisan yang mereka terima “dipanggil untuk sebagai anggota yang hidup menyumbangkan segenap tenaga, yang mereka terima berkat kebaikan Sang Pencipta dan rahmat Sang Penebus demi perkembangan Gereja serta pengudusannya terus-menerus”. (LG 33) (Berlanjut)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here