Rabu, 16 Maret 2022
- Yer. 18:18-20.
- Mzm: 31:5-6.14.15-16.
- Mat. 20:17-28.
SETIAP orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Situasi yang sangat manusiawi, ketika tidak semua berjalan dengan baik bahkan salah langkah.
Bahkan pada saat-saat tertentu, bisa jadi kita merasa tidak berdaya menghadapi kesulitan hidup yang tampaknya melampaui kekuatan kita.
Kita rapuh, mudah jatuh, dan tidak selalu dalam keadaan stabil.
Kenyataan ini kiranya menjadi peringatan bagi kita semua agar jangan suka membanggakan diri sendiri dan merendahkan orang lain.
“Yang membuat sulit hidupmu, bukanlah masalah yang datang dari luar dirimu, namun sebagaian besar justru datang dari dalam dirimu sendiri,” kata seorang bapak kepada anaknya.
“Beberapa kali, saya melihat masalah sepele menjadi besar, karena caramu menghadapi masalah yang terlalu mengedepankan emosi,” lanjutnya.
“Saya memang tidak bisa melihat sesuatu itu salah dan tidak pada tempatnya,” sahut anaknya.
“Orang mestinya tahu, saya hanya keras diomongan, tetapi hati saya tidak seperti itu,” sambungnya.
“Tetapi coba kamu lihat bahwa karena caramu itu, saya dan anak-anak selalu tertekan. Kami diam bukan karena kami salah namun karena kami tidak mau ribut terus denganmu,” sahut isterinya.
“Memang kamu hanya omong keras dan kasar, tetapi itu justru sangat melukai hatiku,” lanjut isterinya.
“Kamu mestinya tahu semua ini aku lakukan demi kebaikan keluarga kita, bukan hanya demi egoku, tetapi untuk kamu dan anak-anak,” jawab anak bapak itu.
“Semua belum terlambat, hanya perlu komunikasi yang baik dan bisa saling menahan diri, jangan tanggapi segala sesuatu dengan amarah,” kata bapaknya menengahi pembicaaran anak dan menantunya yang mulai memanas.
“Setiap orang pasti punya kelebihan dan kekurangan, kalian sudah memilih untuk hidup bersama, hendaknya saling melengkapi dan tidak mementingkan diri sendiri,” kata bapaknya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.
Tidaklah demikian di antara kamu, barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,”
Yesus ingin menegaskan kepada para murid-Nya dan juga kepada kita mengenai arti sesungguhnya “menjadi besar dalam Kerajaan Allah”: bukan orang yang sukses dan menempati jabatan yang tinggi sehingga semua orang segan dan takut padanya.
Yesus menunjukkan bahwa kerendahan hati yang tulus dan sejati menjadi dasar hadirnya Kerajaan Allah di tengah-tengah hidup kita.
Kerendahan hati itu memungkinkan orang tidak memaksakan keinginannya sendiri, meski itu gagasan yang sangat baik menurutnya.
Kerendahan hati itu menjadi dasar untuk mengambil bagian dalam pelayanan bagi Tuhan dan sesama.
Pelayanan kita hendaklah bersumberkan pada pengenalan akan kasih Allah yang tak terbatas.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah sikap dan perbuatanku didorong oleh kasih Allah atau keinginan dan ambisi pribadiku?